Mohon tunggu...
H. H. Sunliensyar
H. H. Sunliensyar Mohon Tunggu... Penulis - Kerani Amatiran

Toekang tjari serpihan masa laloe dan segala hal jang t'lah oesang, baik jang terpendam di bawah tanah mahoepun jang tampak di moeka boemi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sultan Ahmad Nazaruddin, Raja Tanpa Kasut

18 April 2020   18:42 Diperbarui: 19 April 2020   06:39 708
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto 2. Kediaman Sultan di Dusun Tengah, Muara Tembesi. Sumber: tropenmuseum

Banyak yang tak menduga bahwa sosok sepuh dalam potret ini adalah seorang raja (foto 1). Pasalnya, ia tak menggunakan kasut dan atribut mewah lainnya layaknya raja-raja besar di seantero Nusantara. Apatah lagi, punya keraton dan istana yang dikelilingi benteng kokoh atau mahkota berlapis emas bertatah intan mestika.

Ahmad Nazaruddin diangkat pada pertengahan abad ke-19 sebagai Sultan Jambi menggantikan Sultan Thaha yang dimakzulkan Belanda. Potret dirinya ini menjadi gambaran bagaimana kondisi Raja - orang nomer satu di Jambi-- dan para bangsawan Jambi kala itu. Laporan Belanda, banyak menyebutkan bahwa raja dan pangeran Jambi hidup dalam kondisi "miskin". Mereka hidup dengan kondisi ekonomi minimal dari upeti di wilayah pegangan masing-masing.

Keraton yang mereka punya hanya rumah panggung. Ukurannya, sedikit lebih besar dari rumah rakyat biasa. Salah satu keraton itu berada di Dusun Tengah, Tembesi. Potretnya terdapat dalam buku Veth (foto 2).

Foto 2. Kediaman Sultan di Dusun Tengah, Muara Tembesi. Sumber: tropenmuseum
Foto 2. Kediaman Sultan di Dusun Tengah, Muara Tembesi. Sumber: tropenmuseum
Keraton Raja jauh kalah mewah dibandingkan dengan rumah gedongan milik anak menantu mereka, Pangeran Wira Kesuma alias Sayyid Idrus Aljufri (foto 3). Saudagar Arab yang memiliki hubungan harmonis dengan  Belanda. Gelar pangeran ia dapatkan setelah menikahi putri raja. Pangkatnya naik secara drastis melebihi para pengeran lain. Mulanya hanya pangeran biasa, kemudian menjadi Pepatih Dalam (penasehat raja) hingga menjadi Mangkubumi (perdana mentri).

Foto 3. Rumah mewah milik Pangeran Wira Kesuma atau Sayyid Idrus Aljufri, di Olak Kemang. Sumber: tropenmuseum
Foto 3. Rumah mewah milik Pangeran Wira Kesuma atau Sayyid Idrus Aljufri, di Olak Kemang. Sumber: tropenmuseum

Jambi sebenarnya tidaklah semiskin itu. Luas wilayahnya sekitar 50000 km persegi, satu setengah kali lebih luas dari negeri Belanda atau sepuluh kali lebih luas dari Kerajaan Brunei. Mereka menguasai hampir seluruh tol sungai Batanghari. Hasil upeti itu saja, sudah dapat memakmurkan raja. Namun kenyataannya, untung itu tidak mengalir ke kantong sultan semata. Sang raja harus berbagi dengan saudara dan sepupunya yang lain serta dengan para Batin dan Dipati. Terkadang pula, para Dipati dan Batin ini lebih kaya dari Raja.

Foto 4. Kondisi Sungai Batanghari, tampak sebuah kapal sedang melintasi tol sungai ini. Dok. Tropenmuseum
Foto 4. Kondisi Sungai Batanghari, tampak sebuah kapal sedang melintasi tol sungai ini. Dok. Tropenmuseum

Jangan bayangkan raja-raja di Jambi atau para Dipati di Kerinci, kekuasaannya sama seperti raja-raja di luar sana. Jikalau di luar sana, seorang raja menguasai rakyat, tanah sekaligus monopoli perekonomian, maka Jambi tidaklah demikian. Para raja yang menguasai lahan, belum tentu dapat menguasai rakyat. Suatu contoh di abad ke 17, Raja Jambi tidak punya kuasa mengontrol rakyat Minangkabau yang ada di wilayah mereka.

Di Kerinci, para Depati Penghulu pun berbagi kuasa, ada yang hanya berkuasa atas lahan, ada yang hanya berkuasa atas rakyat dan ada yang berkuasa atas kegiatan perekonomian. Tak ada yang menguasai semua sektor. Akan tetapi, patut diacungi jempol, negara dengan sistem semacam ini bisa bertahan kurang lebih tiga abad. Kalau sistem pemerintahan yang sekarang jangan ditanya lagi, rakusnya keterlaluan!


Kira-kira kepala negara mana yang sebanding dengan kesederhanaan Sultan Ahmad Nazaruddin saat ini?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun