Virus corona yang bermula di Kota Wuhan, China sejak akhir November 2019 lalu, kini sudah menyebar hingga ke Indonesia. Pasien pertama di Indonesia diumumkan oleh pemerintah pada 2 Maret yang lalu.
Sejak pengumuman pertama itu,kian hari terjadi lonjakan pasien corona. Sekarang saja sudah tercatat  309 pasien positif corona, dengan jumlah pasien sembuh 15 orang dan pasien yang meninggal sebanyak 25 orang. Persentase angka kematian yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan negara lain. Angka-angka ini mungkin akan terus mengalami kenaikan.Â
Jika dilihat dari kronologi munculnya corona di dunia, pemerintah Indonesia semestinya punya waktu yang lebih banyak untuk menghadapi wabah ini. Ada rentang waktu sekitar dua bulan bagi pemerintah untuk menyiapkan diri.
Akan tetapi, pada awalnya sikap pemerintah  malah menyepelekan. Sikap sepele tersebut terlihat dari beberapa pernyataan menteri. Misalnya kelakar Menhub yang mengaitkan "makan nasi kucing dengan kekebalan terhadap virus corona" atau pernyataan Menkes yang menyebutkan virus corona bisa sembuh sendiri.Â
Padahal dalam rentang waktu sekitar dua bulan itu adalah kesempatan emas bagi pemerintah untuk membendung virus corona sampai ke Indonesia. Bisa saja dengan pengetatan pemeriksaan kesehatan di pintu masuknya orang-orang dari Luar negeri, atau bahkan dengan segera melarang masuknya WNA dari luar negeri. Akan tetapi  karena kelalaian, virus corona akhirnya masuk juga ke Indonesia melalui perantara WN Jepang yang datang melawat.
Di sisi lain, pernyataan Menkes yang menyatakan virus corona bisa sembuh sendiri perlulah dikritisi. Â Apakah pihak Kementerian memang pernah melakukan penelitian atau pernah berkoordinasi dengan pihak Tiongkok terkait kesembuhan otomatis pasien corona ini?
Tentulah kesembuhan yang diperoleh oleh pasien tidak sekonyong-konyong tanpa adanya penanganan medis yang tepat. Apalagi pemerintah Tiongkok memiliki sumber daya yang cukup untuk menangani puluh ribuan rakyatnya yang terjangkiti corona. Hal ini ditunjukkan dengan kemampuan mereka mendirikan rumah sakit khusus corona dalam waktu yang cukup singkat.Â
Bagaimana dengan Indonesia? tentu saja sangat jauh perbandingannya. Tadi saja sebagaimana yang dilansir oleh kompas.com, Achmad Yurianto meminta pasien positif corona dengan gejala ringan supaya melakukan isolasi secara mandiri di rumah. Dengan kata lain, cukup pasien dengan gejala sedang hingga berat saja yang dirawat di rumah sakit.
Hal ini menunjukkan betapa terbatasnya kemampuan pemerintah untuk menangani pasien yang positif. Padahal tidak ada jaminan bagi mereka dengan gejala ringan bisa sembuh saat isolasi mandiri atau malah gejalanya akan semakin berat.Â
Upaya pemerintah untuk melindungi mereka yang belum terkena-pun masih sangat kabur. Mereka memerintahkan warganya untuk melakukan social distancing, menjaga kesehatan dan kebersihan, meliburkan sekolah, melarang kegiatan yang mengumpulkan banyak orang, dan lain-lain.Â
Akan tetapi, penyampaian itu sebatas melalui media massa. Apakah maklumat itu benar-benar sampai kepada masayarakat dan dimengerti oleh mereka? Sampai saat ini belum kelihatan tim yang terjun langsung untuk melakukan sosialisasi dan memantau apakah maklumat ini benar-benar terlaksana.
Masyarakat betul-betul dihantui oleh kekhawatiran terhadap virus corona ini. Apalagi dibarengi dengan kelangkaan masker dan handsanitizer. Kalaupun ada tidak terjangkau oleh masyarakat bawah. Padahal sudah semestinya kedua "alat" ini disediakan oleh pamerintah sebagai tanggung jawab mereka. Setidaknya menjamin ketersediaannya dan distribusinya mencapai kepada seluruh masyarakat.Â
Kekhawatiran ini makin bertambah ketika pemerintah  menyembunyikan data tertentu dari pasien positif corona dengan dalih menjaga kestabilan ekonomi. Misalnya saja dengan tidak menyebutkan alamat tempat tinggal pasien. Padahal bagi saya inilah bagian yang terpenting. Setidaknya pemerintah menyebutkan desa atau kelurahan tempat tinggal pasien terjangkit.
Dengan demikian, masyarakat di sekitar sana bisa meningkatkan kebersihan dan kewaspadaan yang tinggi. Begitu pula masyarakat dari luar wilayah, bisa menghindar untuk memasuki wilayah itu. Tentu saja, diperlukan aturan yang ketat dan pengawasan dari aparat, bahkan bila perlu sanksi yang berat bagi mereka yang melanggar.
Kondisi sosial-ekonomi dan geografis Indonesia sangat berbeda dengan Italia dan Tiongkok. Bila pemerintah tidak mengevaluasi kinerja  dan bertindak tepat serta masyarakat yang bersikap abai, bisa jadi dampak yang ditimbulkan lebih besar dibandingkan dengan ke dua negara itu.Â
Dan tentu kita semua tidak menginginkan hal tersebut terjadi. Semoga musibah ini cepat usai, dan segenap anak bangsa diberi kekuataan untuk melawan virus corona ini terutama mereka yang berada di gugus terdepan, para dokter, perawat dan cleaning service.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI