Mohon tunggu...
H. H. Sunliensyar
H. H. Sunliensyar Mohon Tunggu... Penulis - Kerani Amatiran

Toekang tjari serpihan masa laloe dan segala hal jang t'lah oesang, baik jang terpendam di bawah tanah mahoepun jang tampak di moeka boemi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pseudo-Sejarah dan Kaitannya dengan Kemunculan Kerajaan-kerajaan Baru

28 Januari 2020   21:30 Diperbarui: 30 Januari 2020   05:09 1172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Sumber: history.com

Di antara penciri dari pseudo sejarah ini adalah:

  1. Karya itu mengandung agenda politik dan ideologis/religius. 
  2. Karya tersebut tidak pernah pernah diterbitkan pada jurnal akademik atau dinilai oleh para ahli. Sebagian mereka akan langsung menerbitkan tulisannya dalam bentuk buku, karena tidak perlu melalui penilaian ilmiah yang ketat.
  3. Bukti yang dikemukakan dalam tulisan mereka adalah spekulasi, kontroversial, tidak merujuk pada sumber yang benar, berat sebelah dan keluar konteks.
  4. Selalu mengatakan adanya konspirasi.

Keberadaan Pseudo-sejarah ini bukanlah hal yang baru bahkan juga muncul di Eropa. Misalnya saja, Henry Lincoln dalam bukunya yang berjudul Holy Blood, Holy Grail, ia menulis bahwa Yesus Kristus menikahi Maria Magdalena kemudian pindah ke Prancis dan melahirkan garis keturunan Raja Merovingia. 

Di Indonesia misalnya tulisan M.O. Parlindungan tentang Tuanku Rao. Ia menulis bahwa penyebaran Islam di Tanah Batak terutama Mandailing berawal dari persekutuan antara Kelompok yang dipimpin Tuanku Rao dan beberapa orang dari marga Batak yang ingin membalas dendam kepada Sisingamangaraja, mereka bersekutu untuk melakukan penyerangan dan mengislamkan orang secara paksa. 

Ada pula pseudo-histori yang menyatakan bahwa Majapahit adalah Kerajaan Islam (Kesultanan) dan Gajah Mada ditukar namanya menjadi Gaj Ahmada. 

Landasannya hanyalah beberapa temuan koin gobok bertulis Arab, tetapi ia menafikan temuan-temuan arkeologi, sumber naskah kuno, catatan asing yang menguatkan bahwa Majapahit adalah kerajaan Hindu-Buddha. 

Para pembuat Pseudo-sejarah biasanya menggunakan metode cocoklogi atau metode gutak-gatik-gatuk untuk menguatkan dan membuktikan pendapat mereka. 

Sering kali mereka mengartikan bahasa kuno pada suatu wilayah dengan bahasa lain yang sangat jauh berbeda budayanya. Seperti kosa kata sanskerta  diotak-atik kemudian dimaknai menurut bahasa Austronesia atau bahasa Mesir kuno diartikan menurut bahasa daerah yang ada sekarang. 

Tujuan pembuatan pseudo-sejarah ini beraneka ragam. Ada yang tujuannya politis, mengajak masyarakat untuk mengakui ideologi, organisasi dan kerajaan tertentu. 

Ada yang tujuannya ekonomi, untuk menarik uang dari masyarakat dengan iming-iming tertentu. Adalagi yang dilandasi oleh pandangan etnosentrisme, yaitu untuk mengesahkan bahwa etnis si penulis lebih unggul dari yang lain.

Meskipun dari sisi ilmiah, narasi yang mereka tulis adalah tidak benar dan terkadang tidak logis. Akan tetapi, masih banyak masyarakat yang meyakini kebenarannya. 

Menurut saya, hal ini terjadi karena adanya pergeseran nilai kebenaran di tengah masyarakat. Kebenaran tidak lagi didasarkan pada fakta empiris tetapi pada keyakinan umum. Bila sebagian besar orang di lingkungannya mengatakan itu benar maka itu pasti  benar meskipun secara empiris tidak benar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun