Mohon tunggu...
H. H. Sunliensyar
H. H. Sunliensyar Mohon Tunggu... Penulis - Kerani Amatiran

Toekang tjari serpihan masa laloe dan segala hal jang t'lah oesang, baik jang terpendam di bawah tanah mahoepun jang tampak di moeka boemi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Arteria Dahlan, Potret Seorang Politisi dan Wakil Rakyat yang Arogan

12 Oktober 2019   20:48 Diperbarui: 12 Oktober 2019   22:02 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Arteria Dahlan dalam sebuah acara telivisi. Sumber: REQnews.com

Berita tentang penusukan Wiranto akhir-akhir ini telah memburamkan pandangan kita untuk melihat kejadian lain yang menurut saya sama-sama memprihatinkan. Kejadian tersebut dipertontonkan di muka khalayak ramai melalui tayangan televisi nasional pada Rabu,09/10/2019 yang lalu.

Lewat acara Mata Najwa yang dikomandoi oleh terkemuka presenter Najwa Shihab itu, tampak beberapa tokoh publik memperbincangkan mengenai Revisi UU KPK. Hadir di sana seorang tokoh sepuh dan ekonom termuka Prof. Emil Salim dan anggota DPR RI terpilih Arteria Dahlan serta beberapa tokoh lain. 

Dalam tayangan tersebut terlihat betapa congkak dan songongnya politisi sekaligus anggota DPR RI bernama Arteria Dahlan (AD) tersebut. Ia beberapa kali menyela pembicaraan saat orang lain diberi kesempatan berbicara. 

Bahkan ia dengan terlihat sangat tidak sopan saat menanggapi ucapan Prof. Emil Salim. Dengan nada yang cukup keras, ia sempat melontarkan kalimat "Prof. Sesat" kepada Prof.Emil Salim dan sesekali mengacungkan telunjuknya kepada beliau (lihat tayangan di bawah).


Sungguh sikap yang demikian menurut saya, sangat tidak sopan, tidak beretika dan tercela. Sebagai seorang politisi dan  dipercaya untuk mewakili rakyat di Senayan selayaknya AD menampilkan sikap yang lebih sopan apalagi berbicara dengan orangtua. 

Prof. Emil Salim merupakan sosok sepuh yang telah berusia sekitar 89 tahun. Ia telah berkarier dan malang melintang di dunia akademisi maupun di pemerintahan bahkan sebelum AD lahir. Tentu dari segi pengalaman dan akademik, kualitas dari Prof. Emil Salim jauh lebih baik dibandingkan dengan sosok AD.

Di dalam kesempatan lain, AD menunjukkan keengganannya meminta maaf kepada Prof. Emil Salim. Ia berdalih bahwa Prof. Emil Salim adalah seorang ekonom, bukan ahli hukum sehingga di luar kapasitasnya untuk  berbicara mengenai revisi UU KPK. 

Di sini pun tampak kecongkakan AD, apakah prof. Emil Salim tidak berhak bicara hal-hal di luar bidang keilmuannya? Mungkin AD telah lupa bahwa ia hidup di negara Demokrasi, bahkan masyarakat awampun dijamin untuk bersuara dan menyatakan pendapat. Sulutan emosional sesaatnya telah menghilangkan memori tentang ilmu hukum yang tersimpan di benak AD.

Arteria Dahlan, semestinya  belajar tentang adab ketimuran, tidak hanya belajar mengenai hukum sesuai dengan bidang yang digelutinya. Bahkan di dunia akademispun, kita diajarkan etika berdebat meskipun kita tidak sependapat dengan lawan bicara. Apakah AD belajar akan hal itu? toh, ia mewarisi gen Minangkabau yang  sangat menjunjung tinggi adat dan tata krama dalam berbicara. 

Dalam pantun adat Minangkabau disebutkan "buah delima limau puruik, katigo asam belimbing Jao, Biar harimau dalam paruik, nan kalua kambiang juo" (buah delima jeruk purut, ketiga asam belimbing jawa, biar harimau di dalam perut, yang dikeluarkan kambing juga). Pantun ini mengandung makna bahwa meskipun kita tidak menyukai pendapat lawan bahkan marah terhadapnya, apa yang dikatakan atau diucapkan tetap harus mengikuti rel tata krama.

Bagi saya pantaslah gelar "Songong" disematkan kepada AD. Songong sendiri menurut KBBI diartikan sebagai tidak tahu adat atau norma yang berlaku. Ia tidak mencerminkan sosok wakil rakyat yang ideal baik di sisi akademis maupun perilakunya. 

Seorang wakil rakyat mestilah pandai menerapkan falsafah Ilmu Padi bernas, semakin berisi semakin menunduk, semakin tahu akan banyak hal semakin sopan dan lemah lembut kepadaorang lain. Bukan congkak dan jemawa laksana padi hampa, ia tumbuh tinggi tetapi isinya tidak ada. Mungkin karena sarinya telah disedot hama pipit, serangga, dan bekicot lantaran tidak dirawat pemiliknya.

Di sisi lain, masyarakat seharusnya juga menjadikan variabel adab dan kesopanan untuk memilih wakilnya di Senayan. Tidak sekadar melihat dari sosoknya yang ganteng, atau bicaranya yang lantang atau melihat dari partai penyokongnya. Dilansir dari Wikipedia, Arteria Dahlan merupakan politisi dari Partai PDI-Perjuangan. 

Di tahun 2015 silam, ia duduk sebagai anggota DPR RI menggantikan Djarot Syaiful Hidayat yang ditunjuk sebagai wakil Gubernur DKI Jakarta. Di tahun 2019, ia terpilih kembali menjadi angota DPR RI dengan daerah pemilihan  Jawa TimurVI yang meliputi Kab. Tulungagung, Kabupaten dan Kota Blitar, serta Kabupaten dan Kota Kediri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun