Kamis lalu (10/10/2019) yang lalu publik geger dengan penusukan salah satu pejabat tinggi negara. Wiranto yang saat ini menjabat sebagai Menko Polhukam, ditusuk oleh orang tak dikenal dengan menggunakan senjata tajam saat kunjungannya ke Universitas Mathla'ul Anwar, Pandeglang, Banten. Akibatnya, Wiranto mengalami luka pada bagian perut sebelah kiri dan terpaksa dilarikan ke Rumah sakit terdekat.Â
Belakangan diketahui bahwa pelaku penusukan Wiranto ini adalah sepasang suami-istri, berinisial masing-masing SA alias Abu Rara dan FD. Keduanya ditangkap sesaat setelah melakukan aksinya tersebut. Terkait motivasi pelaku diketahui bahwa serangan yang mereka lakukan adalah tindakan spontanitas.Â
" Tindakan serangan SA, sifatnya spontan. Dia sudah punya framing, sasaran dia (pemerintah atau polisi) dan mengatakan tidak tahu siapa (yang ditusuk)," Ungkap Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, dalam konferensi pers sebagaimana yang diberitakan oleh kompas.com.Â
Lanjut Prasetyo bahwa pelaku SA meminta istrinya menyerang polisi dan ia sendiri akan menyerang pejabat yang turun dari helikopter. Namun, kesimpulan yang didapatkan polisi ini didasarkan pada keterangan pelaku sendiri.Â
Tentu saja hal ini masih sangat meragukan. Apakah hanya tindakan bersifat spontanitas atau memang tindakan penusukan yang "diniatkan" untuk membunuh korban? Ada begitu banyak keganjilan. Pernyataan pelaku di antaranya sangat kontradiktif dengan fakta di lapangan sejauh pengamatan penulis.Â
Beberapa alasan mengindikasikan bahwa aksi pelaku tidak semata-mata untuk menusuk korban, tetapi memang telah direncanakan  dan diniatkan untuk membunuh korbannya yakni Menkopolhukam Wiranto.Â
Di antara alasan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pelaku Menggunakan Senjata Kunai
Senjata Kunai merupakan jenis tajam yang berasal dari Jepang. Senjata ini sering digunakan olehpara ninja di Jepang untuk pertarungan jarak dekat. Bentuknya mirip ujung tombak dengan gagang yang dililit tali dan memiliki lobang pada pangkalnya.Â
Ukuran yang relatif kecil  sekitar 10-15 cm dengan warna hitam yang dominan menjadikan senjata ini mudah disembunyikan di balik pakaian serta sangat enteng untuk dibawa ke mana-mana.
Tampaknya pelaku sengaja menggunakan senjata yang spesifik ini untuk menyerang Wiranto, lantaran senjata ini mudah disembunyikan dan dapat dikamuflasekan dengan pakaian sehingga menghilangkan kecurigaan orang banyak. Lebih-lebih Kunai bukanlah jenis senjata tajam yang familiar di tengah masyarakat Indonesia.Â
Faktanya, pakaian yang digunakan SA saat menyerang Wiranto berwarna hitam dengan lengan panjangsama dengan warna dominan kunai yang digunakannya. Hal ini memperkuat bahwa serangan ini direncanakan oleh pelaku.Â
Ia berusaha menyembunyikan senjata dengan cara mengkamuflasekan dengan warna pakaiannya sehingga menghilangkan kecurigaan bahwa pelaku membawa senjata.Â
Di sisi lain, bila memang aksi tersebut merupakan spontanitas, maka mustahil rasanya SA membawa senjata kemana-mana dan secara kebetulan bertemu dengan pejabat tinggi negara.Â
2. Menyerang Bagian Tubuh Sebelah Kiri
Diketahui bahwa Wiranto menderita luka pada bagian perut sebelah kiri. Luka tersebut menyebabkan usus Wiranto harus dipotong sepanjang 40 cm. Penusukan pada bagian tubuh sebelah kiri mengindikasikan bahwa ada niat pelaku untuk membunuh korbannya.Â
Mustahil kiranya bahwa pelaku tidak mengetahui bahwa organ-organ penting tubuh terletak di sebelah kiri seperti jantung misalnya.Â
Oleh sebab itu, pelaku menargetkan bagian tubuh sebelah kiri terutama jantung untuk diserang. Sayangnya, tusukan pelaku tidak tepat pada target sasaran sehingga hanya mengenai bagian perut sebelah kiri. Sebaliknya, jika saksi spontanitas tentu pelaku akan menyerang secara membabi buta tanpa memilih tubuh bagian mana yang ditargetkan.
3. Menargetkan Wiranto
Menurut pengakuan pelaku, Ia menyerang tanpa mengetahui sosok pejabat yang menjadi targetnya. Pendapat ini sangat meragukan, lantaran Wiranto turun menggunakan helikopter di alun-alun sekitar rumah pelaku(sekitar 300 m).Â
Apakah tidak ada spanduk penyambutan Menko Polhukam di sekitar alun-alun tersebut? Hal ini harus menjadi bagian penyelidikan Polisi, bila spanduk tersebut itu ada, maka keterangan dan pengakuan pelaku harus ditolak.Â
Apalagi Wiranto merupakan pejabat negara yang sering muncul akhir-akhir ini telivisi karena kasus yang berkenaan dengan bidang yang ditanganinya seperti konflik di Wamena dan demonstrasi dan kerusuhan yang menyebabkan tewasnya mahasiswa.Â
Toh, bila tidak kenal, pelaku dapat menyerang pejabat dan polisi lain jauh hari sebelumnya. Besar kemungkinan pelaku mengenal Wiranto, dan memanfaatkan kunjungan Wiranto tersebut untuk menikamnya.
4. Pelaku pernah terlibat Aksi Kriminal dan Korban Penggusuran
Dilansir dari kompas.com (lihat di sini), diketahui bahwa pelaku pernah melakukan berbagai tindak pidana kriminal di masa lalu seperti mengonsumsi narkoba, judi togel bahkan pernah ditahan lantara  kasus melarikan anak gadis orang lain.Â
Catatan kriminal yang pernah  dilakoninya mengindikasikan bahwa aksi kriminal adalah hal yang lumrah baginya dan besar kemungkinan aksi itu akan dilakukannya lagi. Apalagi tampaknya sipelaku menyimpan dendam dengan pemerintah akibatnya kediaman yang ia tempati sebelumnya digusur pemerintah.
Alasan-alasan di atas menjadi indikasi bahwa serangan kepada Wiranto merupakan aksi terencana dan diniatkan untuk membunuh. Namun, karena strategi yang salah dan juga faktor hambatan di lapangan. Serangan pelaku tidak berhasil membunuh korban. Dengan demikian, upaya untuk membunuh mengalami kegagalan.
Berdasarkan alasan ini, pengakuan pelaku untuk sementara waktu layak untuk dikesampingka. Sebagaimana diketahui pelaku merupakan lulusan hukum sehingga ia memiliki kemampuan untuk berdalih dan paling tidak untuk mengelak dari sangkaan polisi.
Sampai saat ini, polisi menyebutkan bahwa pelaku terpapar paham ISIS dan terkait kelompok teroris JAD yang juga berafiliasi dengan ISIS. Pernyataaan polisi ini dipertegas kembali oleh pengamat terorisme Chaidar yang menyebutkan bahwa penggunaan domestic weapon (pisau, golok, kapak) merupakan senjata umum yang digunakan oleh anggota ISIS sama halnya dengan senjata yang digunakan oleh SA (lihat di sini).Â
Dalam hal ini saya kurang sependapat dengan Chaidar terkait dengan penggunaan senjata sebagai indikasi anggota ISIS. Membawa senjata golok, pisau, dan kapak tidak serta merta mengindikasikan seseorang terpapar paham ISIS, bagaimana dengan peladang dan tukang jagal misalnya yang membawa pisau kemana-mana? tentu saya lebih yakin kepada polisi, bahwa ada alasan dan bukti lain yang mengindikasikan pelaku terkait kelompok teroris.
Meskipun terlibat sebagai anggota kelompok teroris, aksi pelaku bisa saja tidak disokong, tidak diorganisir dan tidak direncanakan oleh kelompoknya. Bila dilihat dari strategi dan upayanya yang gagal maka kemungkinan besar tindakan tersebut adalah aksi yang direncanakannya secara pribadi.Â
Bila dilakukan secara teroorganisir dengan baik dan disokong oleh jaringan kelompoknya, maka aksi kemarin bukanlah aksi penikaman semata. Akan tetapi tragedi yang jauh lebih besar seperti serangan bom atau penembakan. Hal ini bila berpedoman pada pola serangan teroris di Indonesia sebelumnya.Â
Terlepas dari asumsi dan pendapat saya, menjadi hak dan kewenangan kepolisianlah untuk mengusut aksi ini secara mendalam. Saya berharap pelaku diusut sesuai dengan hukum yang berlaku dan kejadian seperti ini tidak terulang di masa mendatang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H