Padahal awal mula lahirnya kepurbakalaan sebagai sebuah ilmu dirintis oleh kaum bangsawan dan para saudagar kaya Eropa yang menggemari barang-barang antik dari berbagai wilayah di dunia.
Secara umum, para arkeolog Indonesia saat ini berkerja di berbagai instansi seperti Balai Arkeologi, Balai Pelestarian, Museum, kementerian dan dinas kebudayaan, jurnalis, dan sebagai pengajar di perguruan tinggi. Namun, kuota penerimaan arkeolog sebagai pegawai negeri pun masih terbilang kecil bila dibandingkan dengan bidang lainnya.Â
Sebuah harapan di masa mendatang, agar kajian-kajian arkeologi lebih dikenal oleh masyarakat sehingga tumbuh rasa cinta terhadap tinggalan budaya leluhur mereka. Dengan demikian, rasa nasionalisme terhadap bangsa semakin berkembang.Â
Baca juga: Mari Menjadi Muslim yang "Ramah" Terhadap Peninggalan Purbakala
Pun demikian, dengan pemerintah agar semaksimal mungkin memanfaatkan hasil kajian para arkeolog dalam menentukan kebijakan pembangunan, bukan sekadar dijadikan penghias lemari buku atau sekedar peramai halaman jurnal-jurnal online.
Sebagai pengakhir kata saya ingin mengatakan bahwa:
Melihat ke masa lampau bukanlah untuk kembali ke kehidupan lampau, tetapi untuk menentukan langkah yang lebih baik di masa depan.Â
Sesungguhnya, apa yang mereka lakukan di masa lampau itu, pun pada prinsipnya tak jauh berbeda dengan apa yang kita lakukan kini. Bahkan di satu sisi, orang-orang lampau lebih bijak dan arif dalam mengelola alam di sekitar mereka dibanding dengan kita.
Selamat Hari Purbakala ke-106
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H