Mohon tunggu...
H. H. Sunliensyar
H. H. Sunliensyar Mohon Tunggu... Penulis - Kerani Amatiran

Toekang tjari serpihan masa laloe dan segala hal jang t'lah oesang, baik jang terpendam di bawah tanah mahoepun jang tampak di moeka boemi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Bukti Baru Awal Pertanian Padi dan Pengembalaan Kerbau di Asia Tenggara Ditemukan di Kerinci, Jambi

8 Maret 2019   14:05 Diperbarui: 23 Maret 2022   21:49 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Petani padi di Kerinci. Foto oleh Andi Yalmi

Salah satu pertanyaan yang sering diajukan oleh para arkeolog dan sejarawan adalah sejak kapan manusia di Asia Tenggara Kepulauan mulai melakukan pertanian padi dan melakukan domestikasi hewan. 

Bukti-bukti sebelum ini menunjukkan bahwa padi pertama kali dikultivasi di sekitar Lembah Yangtze, Daratan Tiongkok sekitar 10000 tahun yang lalu dan mereka mulai mengembangkan pertanian padi pada lahan basah beberapa millenium setelahnya. 

Sementara itu di Asia Tenggara, temuan sisa sisa padi tertua ditemukan di Gua Niah, Sarawak, Kalimantan, dalam sebuah tembikar yang berusia sekitar 4000 tahun yang lalu. 

Temuan ini sedikit kontroversial karena usia pertanggalan tembikar yang bertentangan dengan teori migrasi kelompok Austronesia yang datang ke wilayah ini. Sayangnya, temuan ini belum mampu membuktikan bahwa manusia telah benar benar melakukan pertanian padi pada masa tersebut. Oleh sebab itu, awal mula pertanian padi di Asia Tenggara masih menjadi misteri. 

Berbagai penelitian dan analisis menggunakan pendekatan saintifik terkhusus pada bidang botani terus dilakukan oleh para arkeolog untuk menjawab pertanyaan tersebut. Misalnya dengan melakukan analisis polen (serbuk sari), spora dan lain sebagainya dari sampel yang diambil pada lokasi di sekitar situs-situs arkeologi. 

Analisis ini sebenarnya banyak digunakan oleh para ahki botani, biologi dalam mengidentifikasi tumbuhan namun diserap sebagai ilmu bantu untuk menafsirkan peristiwa masa lalu.

Di dalam ilmu arkeologi, kajian yang khusus membahas tentang hubungan manusia masa lalu dalam memanfaatkan tumbuhan  disebut sebagai arkeobotani. Melalui kajian ini, kemisteriusan awal mula pertanian padi di Asia Tenggara sedikit demi sedikit mulai terkuak.

Dalam sebuah jurnal  vegetation history and archeobotany yang diterbitkan oleh Springer, sebuah artikel yang berjudul "First Palaeoecological Evidence of Buffalo Husbandry and Rice Cultivation in the Kerinci Seblat National Park in Sumatra, Indonesia" memberikan bukti baru awal mula budidaya padi (rice cultivation) yang berkaitan pula dengan peternakan kerbau (bufallo husbandry) di Asia Tenggara khususnya di Pulau Sumatra.

Penulis artikel Setyaningsih dkk (2019: 1-16) membuktikan pendapat mereka  berdasarkan pada analisis palaeoecological multi-proxy, analisis  pollen and spora, non-pollen palynomorphs (NPPs) dan analisis macro-chorcoal yang diambil dari sedimen inti dari hutan rawa Danau Bento (lihat gambar 2), Kerinci, Jambi.

Gambar 2. Lokasi Danau Bento atau Rawa Bento di sekitar kaki Gunung Kerinci. Sumber: google map
Gambar 2. Lokasi Danau Bento atau Rawa Bento di sekitar kaki Gunung Kerinci. Sumber: google map
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa awal peternakan kerbau di Kerinci di mulai pada sekitar  4300 tahun yang lalu (sekitar 2281 SM-Sebelum Masehi) sejalan dengan migrasi Austronesia ke kepulauan Asia Tenggara. 

Sementara itu, hasil analisis NPPs dan Pollen menunjukkan keberadaan padang rumput hingga sekitar 3200 tahun yang lalu (sekitar 1200 SM) di sekitar area tersebut yang dimanfaatkan sebagai lahan pengembalaan.

Lebih lanjut, peningkatan pollen Poaceae sekitar 2500 tahun yang lalu (sekitar tahun 500 SM)  mengindikasikan awal mula budidaya padi  di lahan rawa tersebut sejalan dengan penurunan padang rumput. 

Akan tetapi fase ini hanya berlangsung selama beberapa abad. Sekitar tahun 100 SM atau empat abad kemudian terjadi penurunan pertanian padi dan lahan tersebut kembali dimanfaatkan sebagai lahan pengembalaan.

Gambar 3. Kerbau-kerbau liar di sekitat Danau Bento. Dok. Arista Bayu
Gambar 3. Kerbau-kerbau liar di sekitat Danau Bento. Dok. Arista Bayu
Temuan ini menunjukkan bahwa domestikasi hewan kerbau telah dilakukan oleh nenek moyang para penutur Austronesia sejak 4300 tahun yang lalu yang diteruskan dengan pertanian padi pada lahan basah beberapa milenium setelahnya. Meskipun pertanian padi tersebut hanya berlangsung beberapa abad. 

Indikasi pertanian padi penutur Austronesia pada pertengahan millenium pertama Sebelum Masehi tampaknya juga berkaitan dengan temuan lain yakni situs penguburan Tempayan Siulak Tenang yang berlokasi sekitar 20 km ke arah Barat Daya dari Danau Bento. Situs penguburan ini diduga dibuat oleh komunitas Austronesia yang menghuni kawasan tersebut pada abad-abad akhir Sebelum Masehi (Budi Santosa, 2015). 

Bagaimanapun juga hasil kajian Setyaningsih dkk ini telah memperkaya khazanah ilmu arkeologi dan  membuka sedikit misteri awal mula pertanian padi yang dilakukan oleh nenek moyang kita. 

Referensi

Budisantosa, 2015. Kubur Tempayan di Siulak Tenang, Dataran Tinggi Jambi dalam Perspektif Ekonomi, Sosial dan Kepercayaan. Forum Arkeologi Vol. 8, pp. 1-10

Setyaningsih, Christina dkk, 2019. "First Palaeoecological Evidence of Buffalo Husbandry and Rice Cultivation in the Kerinci Seblat National Park in Sumatra, Indonesia". Journal of vegetation history and archaeobotany, Springer, pp. 1-16

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun