Banyak di antara mereka yang keluar hutan untuk menjadi peminta-minta. Tak banyak pula yang harus mengubah kepercayaan dan adat mereka demi sedikit bantuan yang menyejahterakan.Â
Kasus ini terjadi beberapa tahun belakangan, banyak Orang Rimba yang secara sukarela menjadi muslim demi mendapatkan kartu identitas dan menerima bantuan dari pemerintah.Â
Kasus ini semakin meningkat saat meluasnya program dakwah ke pedalaman. Bahkan Ustadz Abdul Shomad dalam kunjungannya ke Sarolangun, Jambi beberapa waktu yang lalu memualafkan puluhan Orang Rimba.
Perlulah dicermati dari sisi kesejarahan, bahwa eksistensi Orang Rimba di Jambi sudah ada sejak ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu.
Oleh sebab itu, mereka ini telah menjalin hubungan dengan orang-orang Melayu yang notabene beragama Islam bahkan dengan Kesultanan Jambi sejak ratusan tahun yang lalu.Â
Sebagaimana yang dicatat oleh Veth dalam sebuah ekspedisi di Jambi di awal abad ke-19 M maupun yang dimuat oleh Andaya (2018) dalam tulisannya tentang tentang Kesultanan Jambi bahwa relasi antara Temenggung (kepala suku Anak Dalam) dan pihak Kesultanan berlangsung secara harmonis.Â
Veth dan rombongan bahkan beberapa kali bertemu dengan kepala suku Anak Dalam/Orang Rimba atas bantuan pihak Kesultanan. Andaya juga mencatat bahwa Sultan-sultan Jambi menganugerahi para pemimpin anak Dalam/orang Rimba dengan barang barang mewah seperti kain, keris dan tombak.
Bagaimanapun juga Orang Rimba telah berjasa mengamankan wilayah Kesultanan Jambi yang berada di hutan belantara serta membantu Sultan Jambi berperang melawan musuh.Â
Di sini timbul pertanyaan mengapa Kesultanan Jambi sebagai negara Islam tidak mengislamkan suku Anak Dalam/Orang Rimba di masa lalu? Tampaknya leluhur kita di masa lalu memiliki sikap yang lebih bijak dibandingkan dengan kita saat ini. Orang Rimba dibebaskan menjalankan tradisi dan kepercayaannya bahkan para pendakwah pun tidak utus untuk mengislamkan mereka.
Kita harus belajar dari masa lalu, bagaimana para leluhur kita menjalin relasi dengan Orang Rimba. Membantu Orang Rimba tidak berarti harus memusnahkan tradisi dan kepercayaan mereka yang telah eksis selama berabad-abad. Akan tetapi, membiarkan mereka hidup bebas sebagaimana keinginan mereka.Â
Tidak membiarkan para kapitalis merongrong tanah ulayat mereka demi ribuan liter minyak kelapa sawit yang kitapun turut mengkonsumsinya tiap hari. Bayangkan, demi nafsu syahwat kaum hedonis dan materialistis mereka harus kehilangan adat dan tradisi. Bumi ini bukan milik kita saja, mari saling berbagi tempat.