Mohon tunggu...
H. H. Sunliensyar
H. H. Sunliensyar Mohon Tunggu... Penulis - Kerani Amatiran

Toekang tjari serpihan masa laloe dan segala hal jang t'lah oesang, baik jang terpendam di bawah tanah mahoepun jang tampak di moeka boemi

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Tertolong Berkat JKN-KIS, Kisah Seorang Mahasiswa di Kala Sakit

22 Desember 2018   22:20 Diperbarui: 22 Desember 2018   23:05 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
IIustrasi: Seseorang sedang menunjukkan kartu JKN-KIS miliknya. Sumber: Suaramerdeka.com

Sepenggal sabda dari Rasulullah yang melekat dalam ingatan saya adalah "ingat lima perkara sebelum lima perkara" dan satu di antara lima perkara itu adalah "sehat sebelum sakit". Ya, nabi-pun telah mengingatkan  bahwa tidak selalu manusia dalam kondisi bugar, sehat dan fit, adakalanya diuji dengan musibah sakit.  Oleh karena itu, pastilah kita semua pernah merasakan sakit tersebut, seringan-ringannya sakit karena dicubit, "kejedot" pintu dan lain sebagainya. Namun, ada kalanya kita diuji dengan sakit yang agak berat sehingga perlu diobati ke puskesmas atau ke rumah sakit.

Saya sendiri pernah merasakan hal tersebut beberapa tahun yang lalu saat saya masih berstatus mahasiswa strata satu. Sebagai seorang mahasiswa, sudah barang tentu saya ingin  selalu dalam kondisi sehat dan fit. Apalagi saya yang sedang menempuh semester akhir di mana skripsi tengah digarap. Namun sakit memang tak dapat diprediksi kedatangannya. Justru banyak mahasiswa--tidak hanya saya-- yang jatuh sakit ketika di semester akhir. 

Tekanan psikologis "diuber-uber" deadline ketemu dosen, ditambah pola makan yang tidak teratur menyebabkan tubuh lebih mudah terjangkit penyakit dan itu lah yang menimpanya saya.  Pada suatu waktu saya tumbang, karena penyakit maag yang kambuh. 

Serangan penyakit itu seolah datang bertubi-tubi. Tak hanya penyakit maag, ternyata gigi bungsu saya juga sedang tumbuh dan hal tersebut sungguh sangat menyakitkan karena bagian gusi yang terluka membengkak dan infeksi. Apalagi ketika itu, saya jauh dari kampung halaman, jauh dari orangtua dan kerabat dengan kondisi keuangan yang menipis. Itu semua semakin menambah sakit yang saya derita. Namun untunglah, ada kartu JKN-KIS yang menolong saya.

Dengan tekad yang kuat untuk segera sembuh, saya pergi ke puskesmas terdekat dengan menunjukkan kartu JKN-KIS tersebut.  Tidak begitu lama diantrian, saya segera dipanggil dan diperiksa oleh dokter yang sedang bertugas.

Setelah diperiksa, saya didiagnosa terkena maag akibat mengalami stress dan pola makan yang tidak teratur. Begitu pula dengan gusi saya yang sedang bengkak dan infeksi diakibatkan oleh gigi bungsu yang sedang tumbuh. Namun yang sangat mengejutkan saya, ternyata terdapat jaringan tumor jinak  yang disebut epulis di bagian gusi sebagai dampak lain dari tumbuhnya gigi bungsu tersebut. 

Saya kemudian diberi beberapa obat-obatan secara gratis, dan dokter menyarankan saya untuk kembali ke puskesmas setelah bengkak pada gusi menghilang. Katanya, ia akan membuat rujukan ke rumah sakit untuk saya agar jaringan epulis itu segera diangkat. Hal ini karena, di puskesmas tidak tersedia layanan untuk tindakan bedah. 

Selang beberapa hari kemudian, penyakit maag saya sudah sembuh dan bengkak di gusi sudah menghilang. Segera saya kembali ke puskesmas tersebut. Tak perlu waktu lama, surat rujukan saya sudah selesai dibuat dan hari itu juga saya menuju ke rumah sakit yang ditunjuk. 

Awalnya saya kira urusan bagi pemilik kartu JKN-KIS di rumah sakit cukup ribet, tetapi prasangka saya keliru. Layanannya tidak ribet sama sekali, cuma memang  diperlukan kesabaran yang lebih. Soalnya di rumah sakit banyak sekali pasien yang menggunakan kartu JKN-KIS sehingga antriannya cukup panjang dan lama. Namun demikian, kita mesti sadar diri bahwa tidak hanya kita yang harus dilayani, banyak pasien JKN-KIS lain yang kondisinya mungkin lebih parah dan segera mendapatkan tindakan medis. Tidak mengapa kita berkorban waktu menunggu sedikit lebih lama, "nyambi-nyambi" menuai pahala.

Setelah saya mengurus administrasi sesuai prosedur umum (berkasnya terdiri dari ktp, kk, dan surat rujukan), saya menunggu untuk dipanggil kembali oleh petugas. Kalau tidak salah saat itu saya mendapat nomor antrian ke-38. Kurang lebih satu jam saya menunggu sambil duduk manis di ruang ber-ac ditemani "gadget" dan sesekali menoleh ke televisi. 

Tak terasa, nama saya sudah dipanggil kembali. Saya diberi beberapa berkas dan kemudian disuruh menuju bagian klinik gigi dan mulut sambil ditunjukkan arah ruangannya oleh petugas. Untung saja, di bagian klinik gigi dan mulut tak banyak orang yang mengantri. Hanya ada dua orang pasien yang sedang menunggu di depan. Setelah beberapa puluh menit, nama saya panggil oleh perawat, "Pak Hafiful!?", panggilnya. Dengan segera saya masuk ke dalam ruangan dan kemudian ditanya keluhannya oleh sang dokter gigi. Saya bilang bahwa ada epulis yang tumbuh di gusi bagian belakang dan  sudah diperiksa di Puskesmas seminggu yang lalu. 

Kemudian, saya disuruh berbaring di kursi khusus yang biasanya ada di klinik-klinik gigi untuk diperiksa kembali. Dan ternyata memang benar, ada jaringan epulis di gusi saya. Dokter  kemudian bertanya lagi, "apakah jaringannya mau diangkat sekarang dek?", "tentu saja dok", jawab saya. Segeralah dokter itu melakukan tindakan medis.

Awalnya saya diberi bius lokal di sekitar jaringan epulis, kemudian jaringan epulis itu dipotong dan bekas lukanya dijahit. Setelah itu, saya diberi obat-obatan dan disarankan selama seminggu tidak boleh makan-makanan yang pedas dan minuman hangat karena dapat memperlambat kesembuhan luka gusi tersebut. Dan juga. saya disuruh agar datang kembali seminggu kemudian untuk diperiksa lagi dan diangkat benang jahitnya.

Alhamdulillah setelah proses itu semua, saya sudah sembuh total. Jaringan epulis dan maag tidak kambuh lagi. Dan yang sangat melegakan adalah saya tidak dikenakan biaya apapun saat itu dan saya sangat dimudahkan dalam berbagai hal selama proses pengobatan.

Semua itu berkat kartu JKN-KIS. Kebetulan ketika itu, saya masih menjadi tanggungan orangtua  yang berstatus PNS (dulu JKN-KIS khusus PNS) sehingga iuran bulanan JKN sudah dipotong dari gaji beliau secara otomatis. Coba bayangkan bila saya tidak memiliki  Kartu JKN-KIS, selain memikirkan kesembuhan, saya juga harus memikirkan biaya berobat, sementara saya jauh dari orangtua. Pasti sangat ribet dan "berabe" urusannya, kata orang Betawi.

Banyak yang mengeluh bahwa ikut JKN-KIS berarti harus mengantri lebih lama di rumah sakit. Bagi saya, mengantri itu tak hanya di rumah sakit loh ya, di mana-mana kita harus mengantri jika memang anyak orang yang harus dilayani saat itu.  Apalagi di rumah sakit, yang harus melayani ratusan pasien tiap harinya. Oleh karenanya, kita harus memiliki kesabaran ekstra. Untuk mengantisipasi antrian yang cukup lama, sebaiknya kita datang lebih awal atau minta ditemani oleh kerabat atau teman terdekat jika memang kondisi tubuh kita sedang lemah.

Bercermin dari kejadian di atas, saya sadar bahwa sakit bisa datang kapan saja. Waktunya tak terprediksi sama sekali. Kata orang, bila ingin sehat hiduplah dengan pola teratur.

Pernyataan ini di satu sisi bisa benar dan di satu sisi juga bisa salah.  Seperti yang menimpa saya, saya tidak dapat menahan tumbuhnya gigi bungsu yang mengakibatkan timbulnya jaringan epulis di gusi. Proses alamiah itu, tak dapat dihindari dengan pola hidup yang teratur. Oleh karena kedatangannya yang tak terprediksi itulah, kita wajib mempunyai JKN-KIS. Kita tak perlu mengkhawatirkan lagi soal biaya jika penyakit datang tiba-tiba. Akhir tulisan, bila sakit datang menyerang, kartu sakti JKN segera tunjukkan! 

Salam sehat!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun