Kakek dan Nenek dalam bahasa Kerinci disebut sebagai Nyantan dan Tino. Orangtua dari Nyantan dan Tino disebut sebagai Muyang, orangtua dari muyang disebut sebagai Piyut.
Generasi di atas piyut disebut sebagai tentah. Orang Kerinci jarang bertemu dengan generasi kelima di atas mereka yang masih hidup sehingga disebut sebagai tentah yang berasal dari kata Nyantan Entah (kakek yang tidak diketahui lagi).
Anak dari saudara perempuan ayah atau saudara laki-laki ibu yang berlawanan gender dengan kita disebut Pubisan atau Suku Duwo. Sementara itu, yang memiliki kesamaan gender disebut sebagai Ipa(r).
Saudara-saudara satu generasi yang lebih tua dari kita baik laki-laki dan perempuan dipanggil berdasarkan urutan lahirnya saja. Namun generasi saat ini, sudah banyak yang menggantinya dengan istilah abang (untuk laki-laki) atau uni (untuk perempuan).
Suami dari datung dipanggil sebagai mamak begitu pula sebaliknya istri dari mamak dipanggil sebagai datung. Suami dari saudara perempuan istri kita disebut sebagai Luway atau Duway. Istilah ini juga berlaku bagi umum bagi uhang semendo (para suami) lain yang istrinya satu generasi dengan istri kita dalam sebuah suku atau klan.
Larangan Menyebut Nama
Di Kerinci ada semacam larangan untuk menyebut nama seseorang secara langsung sebagai salah satu adat kesopanan. Biasanya, penyebutan nama secara langsung berlaku bagi mereka yang belum menikah, sesuai dengan pepatah adat "kcik benamo, gedang bagela" (kecil bernama, besar bergelar).Â
Bila seseorang sudah menikah maka yang disebut adalah nama suami atau istrinya misalnya Laki Si Anu atau Bini Si Anu. Bagi yang sudah memiliki anak atau cucu biasanya dipanggil disertai dengan nama anak atau cucu mereka yang paling tua. Misalnya Indouq Ali (Ibunya Ali), atau Nyantan Fatimah (Kakeknya Si Fatimah).
Para orangtua yang sudah uzur (setingkat nyantan, tino dan muyang) dipanggil dengan nama aliasnya. misalnya Hangtuo tinggi (didasarkan pada postur tubuhnya yang tinggi), Hangtuo Gundok (didasarkan pada posturnya yang gemuk) dan lain sebagainya.
Sayangnya, generasi Kerinci saat ini sudah banyak meninggalkan tutou tabano dalam interaksi sosial mereka. Banyak pula kata sapaan yang diganti dengan istilah yang lebih modern seperti om, tante, umi dan lain sebagainya.
Hal ini menyebabkan hilangnya tradisi dan bergesernya standar-standar kesopanan masyarakat Kerinci. Padahal ini semua perlu dilestarikan sebagai jatidiri orang Kerinci.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H