Sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa lepas dari interaksi dengan sesamanya. Agar interaksi itu berlangsung dengan baik, diperlukan adanya komunikasi termasuk dalam hal menyapa orang lain.Â
Di Indonesia, kata sapaan sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini karena masyarakat hidup dalam norma-norma dan tradisi yang masih berlaku hingga kini. Salah menyapa bisa berakibat fatal.Â
Bayangkan saja bila kata sapaan yang seharusnya digunakan untuk perempuan digunakan untuk menyapa seorang laki-laki atau kata sapaan untuk yang lebih muda digunakan untuk menyapa orangtua. Bisa heboh dunia persilatan. Kita akan dicap sebagai orang yang tidak punya sopan santun.Â
Menurut Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemdikbud, kata sapaan adalah kata yang digunakan untuk menegur sapa orang yang diajak berbicara (orang kedua) atau menggantikan nama orang ketiga.
Dalam Bahasa Indonesia, kata sapaan terbagi lagi dalam beberapa jenis yaitu nama diri, sapaan kekerabatan (kakak, adik, ibu, bapak, om, tante dan lain sebagainya), kata nama (tuan, nyonya), gelar kepangkatan, kata nama pelaku (hadirin, peserta, penonton), dan kata ganti persona kedua.
Selain kata sapaan yang berlaku umum, terdapat pula kata sapaan yang berlaku khusus yang digunakan oleh tiap-tiap etnis di Indonesia.
Hal ini karena kata sapaan sangat terikat dengan adat-istiadat dan norma kesantunan masyarakat setempat. Orang Batak mengenal istilah "partuturan" yaitu adat istiadat dalam bertutur sapa dan berinteraksi sosial berdasarkan sistem kekerabatan. Begitu pula dengan Orang Kerinci di Jambi, yang akan didedah secara khusus dalam artikel ini.
Lain di Batak, lain pula di Kerinci. Di Kerinci, adat istiadat bertutur sapa dikenal dengan istilah tutou tabano. Tutou berasal dari kata tutur yang berarti ucapan, kata atau panggilan. Sedangkan kata tabano diduga berasal dari Bahasa Sanskerta "Bano" yang berarti amat baik. Sehingga tuto tabano dapat didefinisikan sebagai ucapan atau panggilan yang amat baik.
Orang Kerinci sangat memperdulikan masalah tuto ketika berinteraksi dengan orang lain. Hal ini karena, tutou tabano menjadi bagian dalam adat kesantunan dan sebagai "penjelas" serta untuk mengetahui hubungan kekerabatan (tikap lampit). Terlebih lagi orang Kerinci merupakan masyarakat komunal yang hidup secara berkelompok berdasarkan sistem matrilineal.Â
Pentingnya tuto tabano tertuang dalam pepatah adat mereka "ilang tutou tabano, ilang kato bakami" (Jikalau hilang tuto tabano, maka hilanglah perkataan "kami");"ilang tuto, ilang sanak" (jikalau hilang tutur, maka hilanglah saudara).
Di Kerinci sendiri, tuto tabano dapat berbeda-beda antarwilayah adat. Hal ini karena tiap wilayah adat memiliki dialek dan bahasa tersendiri sehingga mempengaruhi tuto tabano yang digunakan, meskipun terdapat pula persamaan yang masih bisa ditelusuri. Karena penulis dibesarkan dalam"budaya" masyarakat Kerinci dari wilayah Barat laut (mudik), maka tuto tabano yang dijelaskan mengikuti adat istiadat wilayah tersebut. Tuto tabano terbagi menjadi kata ganti orang kedua dan sapaan kekerabatan.Â