Mohon tunggu...
H. H. Sunliensyar
H. H. Sunliensyar Mohon Tunggu... Penulis - Kerani Amatiran

Toekang tjari serpihan masa laloe dan segala hal jang t'lah oesang, baik jang terpendam di bawah tanah mahoepun jang tampak di moeka boemi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Persamaan antara Dokter dan Arkeolog

24 Oktober 2018   12:28 Diperbarui: 25 Oktober 2018   07:26 1067
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokter, jujur saja saya memiliki kekaguman dengan profesi yang satu ini. Dengan tampilan jas putihnya yang begitu rapi, mereka dengan senang dan tabah hati mengobati pasien-pasiennya. Melayani dengan senyuman, hilir-mudik di lorong-lorong RS (maksudnya Rumah Sakit bukan RS yang lain), berjaga siang dan malam untuk para pasiennya. 

Saya tahu betul jikalau menghadapi manusia tak sama dengan menghadapi benda-benda arkeologis. Apalagi manusia yang sedang mengalami kesakitan. Ada memang tipe pasien yang sabar, ada lagi yang rewel dan lain sebagainya. Yang tentu saja tidak mudah dihadapi, dan memerlukan perlakuan khusus masing-masing.

Saya sendiri dua kali berhadapan secara intens dengan dokter. Ya tentu saja untuk pengobatan. Terkadang berhadapan dengan dokter adalah sesuatu yang tidak dikehendaki, karena memang tidak ada yang mau ditimpa sakit.  Akan tetapi, harus dilakukan kalau mau memperoleh kesembuhan. Memang benar, kesembuhan itu dari Tuhan tetapi banyak diantaranya melalui tangan-tangan para dokter.

Pasien sedang berkonsultasi dengan dokter, ilustrasi. Sumber. Alodokter.com
Pasien sedang berkonsultasi dengan dokter, ilustrasi. Sumber. Alodokter.com
Pintar dan cantik (atau ganteng bagi pria) adalah  dua hal yang didentikkan dengan profesi dokter. Bagaimana tidak? Lihat saja di toko-toko buku, buku-buku tentang kedokteran menduduki salah satu peringkat tertebal --juga paling mahal sih--di antara buku referensi yang lain, mengalahkan buku-buku fisika, teknik, apalagi buku-buku humaniora. 

Bayangkan saja, seorang dokter harus memahami isi buku beratus-ratus halaman tebalnya serta dengan bahasa ilmiah yang susah dicerna. Ini tentu saja memerlukan IQ di atas rata-rata. 

Kalau variabel cantik/ganteng yang diidentikkan kepada para dokter ini sangat relatif. Namun untungnya saya, selalu ketemu dengan dokter muda yang cantik saat ke rumah sakit. Apalagi RS di sekitar kampus saya. Rasanya sudah sembuh duluan sebelum diobati (hehe), seraya berharap bisa jadi jodoh di masa depan (aamiinn). 

Salah satu tokoh di bidang ilmu kedokteran yang saya kagumi adalah Ibnu Sina. Tabib kenamaan, alim dan ahli filsafat di abad pertengahan. Ketika Barat masih mengandalkan ritual magic dalam pengobatan. Ibnu Sina telah melakukan tindakan bedah dalam mengobati pasiennya. Dia adalah salah satu peletak dasar-dasar ilmu kedokteran di dunia Barat.

Singkat kata, profesi dokter merupakan profesi yang sangat mulia dan tidak mudah, diperlukan kesabaran yang amat dan kecerdasan ditambah dengan beaya yang banyak untuk menjadi dan berprofesi sebagai dokter. 

Dokter dan arkeolog tentu saja profesi yang sangat jauh berbeda. Jikalau dokter tampil dengan setelan jas putih yang rapi, maka arkeolog justru sebaliknya. Terkesan kurang rapi bahkan mendekati "nyentrik".

Menurut saya, banyak di antara arkeolog yang kurang suka dengan tampilan formal. Mungkin karena mereka ditempa oleh jiwa petualangan, menjelajahi alam seraya menemukan sisa-sisa peradaban kuna, seperti di film-film Indiana Jones.

Arkeolog sedang ekskavasi di lapangan (www.jns.org)
Arkeolog sedang ekskavasi di lapangan (www.jns.org)
Dan lagi, jikalau dokter berkutat dengan manusia, maka arkeolog berkutat dengan benda-benda. Benda bukan sembarang benda tetapi benda tinggalan manusia yang hidup di masa lampau.

Menghadapi benda-benda mati tentu saja tidak sama dengan menghadapi benda hidup. Bagaimanapun kita memperlakukan benda mati, mereka tidak akan merespon balik. Dalam praktiknya, para arkeolog memiliki prosedur sendiri dalam memperlakukan benda-benda kuno tersebut. 

Namun dibalik perbedaan yang cukup jauh di antara kedua profesi tersebut. Ada pula sedikit persamaannya. Dua kata kunci untuk memahami persamaan tersebut adalah "menemukan (discovering)" dan "kepedulian (careless)". 

Dokter selalu berusaha "menemukan" penyakit pasiennya, sehingga dapat didiagnosa dan dilakukan pengobatan yang tepat. Sementara itu, arkeolog selalu berusaha untuk menemukan benda-benda kuno melalui serangkaian ekskavasi (penggalian) guna untuk mengungkap peradaban kuno. 

Tentu saja dua profesi ini sama-sama memiliki sifat "kepedulian" meskipun pada dua objek yang berbeda. Dokter sangat peduli akan kesehatan pasiennya dan mengusahakan mereka sembuh seperti sedia kala.

Sementara itu, arkeolog sangat peduli pada peninggalan-peninggalan kuno, sedapat mungkin mereka melakukan konservasi dan preservasi, agar benda-benda kuno tersebut terawat dan dapat disaksikan oleh generasi mendatang. 

Manakah dua profesi ini yang paling baik? Bagi saya, tak ada satupun profesi yang tidak baik, semuanya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Semua profesi ikut andil dalam memajukan bangsa. Tinggal kita memilih yang sesuai dengan passion kita. 

Selamat Hari Dokter Nasional!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun