Mohon tunggu...
H. H. Sunliensyar
H. H. Sunliensyar Mohon Tunggu... Penulis - Kerani Amatiran

Toekang tjari serpihan masa laloe dan segala hal jang t'lah oesang, baik jang terpendam di bawah tanah mahoepun jang tampak di moeka boemi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Catatan Terakhir, Menyikapi Klaim Kepemilikan atas Gunung Kerinci

20 Februari 2018   20:15 Diperbarui: 21 Februari 2018   07:17 1067
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gunung Kerinci dari Sudut Pandang yang lain, dok. tabloidwisata.com

Setelah saya menyimak tanggapan ke tiga dari Ghiovani atas artikel-artikel saya, sangat jelas bahwa Giovani tidak memahami dan membaca baik-baik apa yang saya ungkapkan. Sehingga di dalam tanggapan ke tiganya hanya sekedar daftar-daftar pertanyaan dan asumsi-asumsi tak berdasar yang ditujukan kepada tulisan saya, bukan untuk memperjelas atau menanggapi kritik dari tulisan saya sebelumnya. Tanggapan ke tiga Giovani  dalam tulisannya sudah jauh dari topik pembahasan yang sebenarnya (lihat di sini).

Oleh sebab itu, ada beberapa hal yang harus saya klarifikasi dan saja tekankan lagi dalam tulisan saya berikut ini:

Pertama, dalam artikel tanggapan ke tiganya, Giovani mengemukakan:

"Pertanyaan saya kepada saudara hafiful dan pembaca, letak Gunung Berapi di Kerinci apakah disebelah mudik atau disebelah hilir jika dibandingkan dengan Gunung Marapi Pariyangan Padang Panjang ? Seterusnya saudara Hafiful berpendapat bahwa masalah hulu dan hilir berhubungan dengan sungai lantas mempertanyakan sungai mana yang berhulu di Marapi dan berhilir ke Gunung kerinci ? Terminologi ini dapat kita terima jika ditilik dari asal usul penamaanya, tapi bertolak belakang jika status mudik dan hilir dipergunakan untuk penunjukan wilayah."

Pertanyaan ini sesungguhnya harus dijawab sendiri oleh Giovani, karena dia yang mengemukakan adanya sebuah toponim "Gunung Berapi Hilir". Oleh sebab itu, Giovani seharusnya mengklarifikasi pendapatnya dari data-data pembanding seperti data etnografi dan data geografis untuk menguatkan adanya toponim "Gunung Kerinci Hilir" di masa lalu serta untuk memperkuat interpretasinya. Bukannya malah balik bertanya.

Jikalau Giovani mempertanyakan pendapat saya apakah Gunung Berapi Kerinci berada di sebelah hilir atau mudik dari Gunung Marapi di Pariangan, maka sudah sangat jelas saya ungkapkan dalam artikel ke tiga saya bahwa istilah hilir dan mudik tidak bisa disandangkan untuk membedakan ke dua gunung ini, soalnya ke dua gunung tersebut tidaklah terhubung oleh aliran sungai. Istilah hilir dan mudik sejatinya muncul sebagai penamaan wilayah dan tempat karena  wilayah dan tempat tersebut dilalui oleh sungai-sungai yang saling terhubung. Bahkan, jikapun kita berada di Lubuk Gadang sendiri, posisi Gunung Kerinci tetaplah di Mudik/Hulu karena Batang Sangir yang mengalir ke sana berhulu di kaki Gunung Kerinci. 

Nah, saya ada sedikit joke, Gunung Berapi Hilir sebenarnya adalah Gunung Berapi/Merapi di Yogyakarta, karena dari ke tiga gunung yang menggunakan kata "api", Gunung Merapi Yogyakarta lah  yang letaknya paling hilir (Note: kalau kita berasumsi Hilir adalah wilayah di Selatan,  seharusnya juga ada istilah Minangkabau Hilir, padahal Selatan tidak selalu berada di Hilir).

Gunung Kerinci dari Sudut Pandang yang lain, dok. tabloidwisata.com
Gunung Kerinci dari Sudut Pandang yang lain, dok. tabloidwisata.com
Kedua, Giovani mengatakan bahwa

"Perkataan yang menyangkut bahwa Tambo-Tambo itu hanyalah dongeng adalah sesuatu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, saya melihat sebagai sesuatu yang sangat kontradiktif dalam diri penulis, yang bersangkutan mengutip banyak tambo-tambo kerinci bahkan persoalan "YDP Marajo Bungsu Bagumbak Putih Bajanggut Merah" yang tidak jelas naskahnya secara spesifik menuliskan demikian juga dikutip"

Tulisan ke tiga saya sama sekali tidak menyatakan tambo adalah dongeng-dongeng yang tidak dapat dirujuk, ini agaknya ilusi dari Giovani setelah membaca tulisan ke tiga saya. Saya menyatakan bahwa baik dari segi isi dan kevalidan, tambo dan naskah piagam berbeda sama sekali. Saya kira, Giovani tak dapat membedakan tambo dan  piagam.

Tambo bisa saja isinya pandangan subjektif dari komunitas adat tempatan mengenai batas-batas ulayatnya sehingga kadangkala bentrok/kontradiktif dengan tambo dari wilayah adat lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun