Mohon tunggu...
H. H. Sunliensyar
H. H. Sunliensyar Mohon Tunggu... Penulis - Kerani Amatiran

Toekang tjari serpihan masa laloe dan segala hal jang t'lah oesang, baik jang terpendam di bawah tanah mahoepun jang tampak di moeka boemi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Beberapa Catatan Penting Mengenai Klaim Kepemilikan atas Gunung Kerinci (Tanggapan)

19 Februari 2018   20:58 Diperbarui: 20 Februari 2018   05:46 2759
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

ketiga, Ghiovani mempersoalkan tentang istilah Puncak Indrapura. Memang dalam tulisan sebelumnya, agaknya saya tidak menggunakan diksi yang tepat sehingga menghasilkan pembacaan yang keliru. Saya mengatakan bahwa istilah Puncak Indrapura diganti dengan istilah Gunung Kerinci oleh Pihak Belanda, namun bukan berarti pula istilah 'Puncak Indrapura' tidak lagi digunakan selanjutnya (saya tidak pernah menyebut istilah puncak Indrapura tak lagi digunakan di masa selanjutnya), istilah Puncak Indrapura tetap digunakan bahkan hingga tahun 1922, namun sejak tahun 1933 penggunaan istilah Puncak Indrapura dan Gunung Berapi agaknya semakin berkurang karena nama Gunung Kerinci yang lebih dipopulerkan.

Keempat, ada empat pertanyaan Ghiovani tentang wilayah di kawasan Gunung Kerinci kepada saya. Namun secara singkat akan saya jawab bahwa Sepengatahuan saya, wilayah sehiliran Batang Sangir (Sebalik Gunung) bahkan sampai di Kubang Gajah banyak yang menjadi area perladangan dari masyarakat Kerinci, dan tentu saja wilayah ini melampaui posisi geografis dari Gunung Kerinci sendiri. Lagi pula, di kawasan di sebalik Gunung itu banyak yang dijadikan area transmigrasi.

Kelima, Ghiovani mempersoalkan pernyataan saya yang membawa nilai-nilai adat tentang masyarakat Minangkabau mengenai Gunung Kerinci. Dalam hal ini, saya sejatinya tidak mengkritisi tentang masalah pembukaan jalur baru atau pemberian nama apapun itu, tetapi mengkritisi 'laku dan perangai' dari pemkab tetangga. Kalau masalah prilaku tentu arahnya ke norma dan nilai-nilai budaya.

Status Gunung Kerinci saat ini, masih dipersoalkan posisi geografisnya walaupun jika dilihat dari Google maps, Gunung Kerinci dimiliki oleh dua wilayah administratif.

Di sisi lain,pengelolaan Gunung Kerinci berada di tangan TNKS sejak tahun 1996. Oleh sebab itu, jikalau nilai-nilai musyawarah masih dipegang teguh sesuai dengan adat Minangkabau maka alangkah baiknya dilakukan koordinasi, musyawarah dengan berbagai pihak seperti tokoh masyarakat,tokoh adat, antar pemkab yang masih bersangkut paut dengan Gunung Kerinci ini. Bukan malah mengambil keputusan sepihak saja, seolah-olah menguasai Gunung Kerinci seluruhnya.  Apalagi tapal batas antar kedua provinsi dan kabupaten ini masih menjadi polemik. 

Sayangnya, Ghiovani membawa-bawa latar belakang pendidikan saya dalam tulisannya. Padahal persoalan ini sama sekali tak terkait isu arkeologi, murni pendapat pribadi saya dari berbagai referensi yang telah saya baca. Hal ini sangatlah tidak etis dan sama sekali tidak mencerminkan nilai-nilai luhur masyarakat Timur.

Sebagai penutup, lagi-lagi Ghiovani menyebut Gunung Kerinci sebagai milik bersama antar wilayah adat tanpa sumber yang jelas. Data-data tembo yang diungkapkannya sama sekali tidak  menyebutkan Gunung Kerinci sebagai bagian dari wilayah dari Rantau XII Koto maupun Kerajaan Alam Surambi Sungai Pagu.

Referensi:

  • Veth, P.J.1881. Reizen En Onderzoekingen Der Sumatra-Expeditie, Uitgrust Door Het Aardrijkskundig Genootschap, 1877-1879,DerdeDeel Volksbeschrijving En Taal, Leiden, E.J. Brill.
  • Voorhoeve, P. 1941, Tambo Kerintji: Disalin dari Toelisan Djawa Koeno, Toelisan Rentjong dan Toelisan Melajoe jang Terdapat pada Tandoek Kerbau, Daoen Lontar, Boeloeh dan Kertas dan Koelit Kajoe, Poesaka Simpanan Orang Kerintji, P.Voorhoeve, dengan pertolongan R.Ng.Dr. Poerbatjaraka, toean H.Veldkamp, controleur B.B., njonja M.C.J. Voorhoeve, Bernelot Moens, goeroe A. Hamid. Lihat di sini
  • Tambo Sungai Pagu (lihat di sini atau di sini)
  • Tambo Rantau XII Koto (lihat di sini)
  • Tanggapan artikel Hafiful Hadi Oleh Giovani (lihat di sini)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun