Banjir hanya terjadi jika memang intensitas hujan yang tidak normal sehingga sungai-sungai meluap, dan itupun sebenarnya telah mereka antisipasi dari model rumah panggung yang mereka buat.
Penutup
Membangun infrastruktur fisik seperti membeton jalan desa/dusun boleh-boleh saja, asalkan dengan perencanaan yang tepat dan mempertimbangkan segala aspek termasuk aspek negatifnya. Jika toh membeton jalan desa sangat dibutuhkan dan diperlukan, maka harus dibarengi dengan perluasan selokan/drainase yang ada di desa. Sehingga mampu menampung air yang tak dapat terserap langsung oleh tanah tersebut.
Bagi saya, orientasi pembangunan di perdesaan tak harus selalu infrastruktur fisik yang kadangkala tak terlalu diperlukan masyarakat, atau hanya untuk memenuhi hasrat estetis saja agar menyamai perumahan perkotaan.Â
Hal ini sungguh sangat berbeda, kegiatan perekonomian di perdesaan umumnya adalah kegiatan pertanian sesuai dengan mata pencaharian penduduk, sehingga pembangunan bisa dilakukan untuk meningkatkan hasil pertanian masyarakat seperti pembangunan irigasi, perluasan lahan persawahan dan perbaikan jalan-jalan utama yang berkaitan dengan distribusi hasil pertanian.Â
Sementara penduduk perkotaan lebih pada kegiatan perdagangan, jasa dan lain sebagainya, sehingga infrastruktur jalan memang sangat diperlukan di sudut-sudut perumahan.
Dan yang terpenting adalah bagaimana membangun pola pikir dan mental masyarakat. Selama ini saya kira, pola pikir masyarakat perdesaan sudah digiring menjadi materialis, mereka menganggap rumah beton model rumah perkotaan/barat, mewah dan megah adalah lebih baik daripada rumah panggung nenek moyang mereka, padahal belum tentu memberikan rasa nyaman.Â
Toh apa gunanya rumah beton kalau selalu waswas saat hujan tiba. Apalagi di negara tropis seperti Indonesia yang musim hujannya bisa setengah tahun.
Saya kira, mari kita pertimbangkan kembali aspek kearifan lokal masing-masing daerah dalam kegiatan membangun infrastruktur. Kadang kala model Barat tidak selalu cocok dengan lingkungan Indonesia, karena dari segi iklim dan cuacanya saja sudah berbeda.
Saya jadi teringat dengan arsitektur Gereja Blenduk di Kota Lama Semarang. Gedung tersebut merupakan salah satu gedung bergaya indische tertua yang sangat megah, dibangun dengan dinding yang sangat tebal dan jendela minimalis.Â