Mohon tunggu...
H. H. Sunliensyar
H. H. Sunliensyar Mohon Tunggu... Penulis - Kerani Amatiran

Toekang tjari serpihan masa laloe dan segala hal jang t'lah oesang, baik jang terpendam di bawah tanah mahoepun jang tampak di moeka boemi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Melacak Hubungan Sejarah Budaya Korea dan Nusantara di Masa Lampau

17 Januari 2018   16:36 Diperbarui: 18 Januari 2018   17:03 6364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketiga, budaya dan doktrin konfusionisme. Kuatnya pengaruh China di Korea sejak awal dinasti Joseon, telah menjadikan doktrin konfusionisme sebagai landasan moral dalam kehidupan sosial dan politik bangsa itu. Kehadiran konfusionisme yang dipegang teguh oleh penerus Dinasti Joseon membuat merosotnya pengaruh Budhisme yang berjaya pada era Goryeo serta menjadi penghalang masuk pengaruh Katolik dan agama lainnya ke negara ini. 

Saking konservatifnya bahkan di abad ke 19 M, ada gerakan anti Katolik yang didukung oleh pihak kerajaan, di mana penduduk Korea baik dari strata rendah hingga kaum bangsawan (baca: Yangban) akan di hukum mati ketika ketahuan menganut Katolik atau bahkan hanya karena membaca dan mempelajari buku-buku yang berasal dari Barat. 

Di sisi lain jikalau melihat dari kuliner orang Korea, terlihat miskinnya kandungan rempah-rempah seperti lada, cengkeh, kayu manis, kemiri dan lain sebagainya. Makanan favorit mereka umumnya dibuat dengan cara fermentasi. Ketidakbutuhan mereka akan rempah sebagai bahan makanan untuk menghangatkan tubuh dan keberadaan tanaman ginseng sebagai  alternatif-- mereka punya cara mengolah makanan sendiri, untuk bertahan di musim dingin -- menjadikan mereka tidak perlu berlayar mengharungi bahari demi mencari butir rempah-rempah yang melimpah di Nusantara.

Di samping itu, perihal absennya orang Korea dalam catatan asing di Nusantara, barangkali jikalau kita melihat dari perspektif bangsa non Korea di masa lalu (penduduk lokal, Arab, Eropa, India), akan susah membedakan antara orang Tionghoa dan orang Korea secara fisik dan kultural, apalagi jika orang Korea mengatasnamakan dinasti Ming ketika kontak dengan pedagang asing.

Oleh sebab itu, walaupun kenyataannya orang Korea hadir dalam jalur dagang rempah Nusantara, tetapi catatan asing mungkin saja menyamakan mereka dengan orang-orang dari dinasti Ming (Tionghoa). Hal ini makin menyulitkan melacak hubungan sejarah Korea dan Nusantara di masa lalu.

***

Sebagai pengakhir kata, ada baiknya para arkeolog dan keramolog Indonesia  mulai mempelajari keramik dan tembikar yang diproduksi oleh bangsa Korea dari berbagai masa. Kajian ini sangat berguna untuk melacak hubungan sejarah dan kebudayaan ke dua bangsa ini, sehingga dapat memperkokoh jalinan kerja sama antarbangsa. Mana tahu, keramik-keramik yang awalnya diklaim keramik China, sesungguhnya merupakan keramik Korea yang memiliki persamaan ciri. Kajian keramologi  di Indonesia saat ini, terbatas pada objek keramik China, Eropa, Jepang dan keramik dari Asia Tenggara Daratan seperti Thailand dan Vietnam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun