Namanya memang tak sepopuler tempat-tempat wisata lain di Indonesia, tapi saya yakin anda pernah mendengar nama Kerinci ini. Ya, salah satu gunung berapi aktif tertinggi di Indonesia berada di sini, nama gunung tersebut dinamakan persis dengan nama wilayah tempat berdirinya yakni Gunung Kerinci.
Kerinci, merupakan sebuah kabupaten yang berada di Ujung Barat Provinsi Jambi sekaligus berbatasan dengan provinsi tetangganya yaitu Sumatera Barat, berjarak sekitar 450 Km dari Kota Jambi, untuk mencapainya Anda perlu naik minibus sekitar 8 Jam lebih dari Kota Jambi, tapi tak perlu khawatir, Anda juga bisa menggunakan pesawat terbang, baru-baru ini sebuah maskapai penerbangan membuka rute baru untuk ke sana.
Kabupaten Kerinci saat ini, telah menjadi branding parawisata dari Provinsi Jambi. Karena memang wilayah ini menyuguhkan tempat wisata alam yang sangat menakjubkan. Selain menyuguhkan Gunung Kerinci yang menjadi salah satu arena favorit bagi penggemar hiking, di sini juga terdapat Danau Gunung Tujuh, yaitu danau yang berada di ketinggian sekitar 2000 mdpl dan dikelilingi oleh tujuh buah gunung. Adalagi Danau Kaco yang memiliki warna sangat biru, dan Danau Lingkat yang berwarna kehijauan. Selain itu, Anda disuguhkan rawa eksotis yang dinamakan Danau Bento oleh masyarakat, di sana Anda dapat menyaksikan burung-burung liar yang dilindungi. Di sekitar Danau Bento, juga terdapat hamparan kebun teh terluas di Indonesia yang dibuat oleh Belanda sekitar tahun 1930-an. Oleh sebab itu, kata pesona memang layak dialamatkan untuk menggambarkan keindahan Kerinci.
1. Lebih dari separuh wilayahnya menjadi Kawasan Taman Nasional
Kabupaten Kerinci hanya memiliki luas wilayah sekitar 3328, 14 Km persegi sehingga menjadi salah satu kabupaten dengan luas terkecil di Provinsi Jambi, dan sekitar 52% dari luas wilayahnya menjadi kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), selebihnya digunakan sebagai areal permukiman, persawahan, perkebunan, dan hutan produksi oleh masyarakat.
Keberadaannya yang dikelilingi Taman Nasional menjadikan wilayah ini menyimpan banyak tempat wisata alam yang menarik, ada puluhan air terjun dan danau yang tersembunyi di dalam hutan yang masih belum dieksplor hingga kini. Perlu juga diketahui bahwa TNKS, merupakan situs warisan alam yang dilindungi oleh UNESCO sejak tahun 2002. Oh ya, TNKS selain menjadi tempat perlindungan bagi flora dan fauna langka seperti harimau Sumatra, badak, gajah, tapir, kelinci sumatra, TNKS juga menjadi objek penelitian alam oleh para peneliti dunia, salah satunya adalah mengenai "hewan sejenis ape" yang disebut uhang pandak oleh masyarakat. Konon hewan berbulu seperti monyet ini memiliki tinggi sekitar 80 -100 cm berjalan dengan kaki layaknya manusia, tetapi posisi kakinya terbalik.
Anda mungkin tidak akan menemukan nama "Danau Jawa" jikalau anda menelusuri seluruh danau yang ada di Pulau Jawa, atau "Gunung Batak" jikalau anda berkunjung di pedalaman Sumatera Utara tempat bermukimnya etnis Batak. Tetapi anda akan menjumpai keunikan ini jikalau berkunjung ke Kerinci. Selain nama kabupatennya "Kerinci' di sini juga terdapat gunung dan danau yang bernama Kerinci---danau Kerinci berada di tengah-tengah wilayah Kerinci---selain itu, penduduk asli wilayah ini menyebut diri mereka sebagai Uhang Kinci atau Uhang Kincai yang berarti orang Kerinci, para antropolog-pun menyebut mereka sebagai suku/etnis Kerinci. Hal yang menarik bukan?
Asal usul nama Kerinci sendiri masih diperdebatkan, ada yang menyebut berasal dari bahasa Tamil "kurinji" yaitu nama sejenis bunga yang hanya ada di dataran Tinggi, ada pula yang menyebut berasal dari kata "kunci". Menurut legenda masyarakat setempat, kondisi geografis kerinci yang dikelilingi perbukitan terjal dan hutan lebat menjadikan wilayah ini sulit dimasuki oleh orang luar, seolah-olah "terkunci" untuk dimasuki orang asing, begitu katanya. Namun yang jelas wilayah ini telah disebutkan dalam naskah kuna sejak abad ke 14, penjelasannya pada poin berikutnya.
"Menhir" dalam ilmu arkeologi adalah sejenis tugu batu yang didirikan untuk tujuan pemujaan terhadap arwah leluhur. Menhir menjadi salah satu ciri dari kebudayaan megalitik yang berkembang pada masa prasejarah, lazimnya menhir-menhir yang ada di Indonesia bahkan di dunia didirikan secara vertikal.
Namun, uniknya menhir-menhir yang ditemukan di wilayah Kerinci diposisikan rebah (horizontal) di mana pada pada ujung dan pangkal menhir itu umumnya memiliki relief manusia, manusia kangkang, wajah manusia, binatang ataupun lingkaran konsentris. Para arkeolog masih belum mengetahui alasan mengapa menhir-menhir itu malah diposisikan rebah oleh manusia Kerinci masa lampau. Menhir-menhir yang tersebar di wilayah Kerinci telah diteliti oleh arkeolog asing, Dominik Bonatz, yang berasal dari Jerman. Umumnya megalit Kerinci berbentuk silindris ataupun kerucut.
Uli Kozok, seorang filolog asal Jerman pada tahun 2006 yang lalu mengemukakan temuan fenomenal hasil penelitiannya. Sebuah naskah kuno yang berasal dari abad ke 14 M, disimpan sebagai pusaka oleh masyarakat adat Kerinci di Dusun Tanjung Tanah. Naskah ini ditulis pada kertas daluang (terbuat dari kayu), menggunakan aksara Sumatera kuno yang masih serumpun dengan aksara Jawa Kuno- disebut pula dengan aksara kawi/pascapallawa---Naskah ini ditulis menggunakan bahasa Melayu Kuno, berisi tentang undang-undang Kerajaan yang dianugrahkan oleh Maharaja Dharmasraya kepada para Dipati yang berkuasa di Kerinci. Dalam naskah inilah wilayah Kerinci disebut dengan nama Silunjur Bumi Kurinci.
Keunikannya adalah biasanya naskah-naskah kuna yang berasal dari periode klasik di Indonesia, mengalami penyalinan-penyalinan ulang seperti kasus Kitab Negarakertagama, walaupun kontainnya berisi kisah mengenai Majapahit, tetapi media penulisannya (lontar) justru berusia jauh lebih muda. Berbeda dengan naskah kitab Undang-undang Tanjung Tanah, media tulis maupun kontainnya berasal dari periode yang sama sekitar abad ke 14 M, hal ini diketahui dari uji karbon terhadap sampel daluang dari naskah itu sendiri. Saya berharap naskah ini nantinya turut diakui oleh UNESCO sebagai memory of the world.
Jikalau Anda sering melihat atraksi budaya yang menyuguhkan kekebalan seperti tidak luka kena pisau, keris dan berbagai senjata tajam lainnya, maka umumnya hal tersebut dilakukan oleh para pria, tentu hal tersebut merupakan hal yang biasa-biasa saja karena memang pria identik dengan kekuatan dan maskulinitas. Luar biasanya di Kerinci, atraksi kekebalan tersebut justru dilakukan oleh para perempuan.
Dalam sebuah tarian magis yang disebut niti naek maligai, kita dapat menyaksikan bagaimana perempuan-perempuan Kerinci melakukan hal-hal ekstrim seperti menari di atas api, menginjak pecahan kaca, menari di atas sebutir telur, dihunus dengan pedang, tetapi hal-hal tersebut tak menimbulkan bekas luka sedikitpun.
Menurut kisahnya, tari magis yang dipertunjukkan ini sebenarnya berasal dari ritual naek mahligai. Ritual ini adalah ritual penyempurnaan keilmuan bagi ahli spiritual dalam kepercayaan Kerinci kuno yang disebut dengan balian salle, umumnya balian salle dijabat oleh perempuan-perempuan berdasarkan garis keturunan. Perempuan dalam masyarakat Kerinci memang menduduki posisi penting sebagai pelaksana ritual, sekaligus sebagai dukun. Selain itu, sebagian besar orang-orang dari luar Kerinci, menilai gadis-gadis Kerinci umumnya memiliki paras yang cantik. Benarkah?
Kalimat di atas sebenarnya adalah anekdot lucu yang umumnya hanya diketahui oleh masyarakat di sekitar Kerinci. Soalnya adalah orang Kerinci biasanya menggunakan kata "kayo" atau "kaya' untuk menyapa tamu dan orang-orang yang dihormati, karena "kayo atau 'kaya' dalam bahasa Kerinci berarti "Anda" atau "tuan". Sangat berbeda jauh artinya dari bahasa Melayu yang umum digunakan di Jambi atau bahasa Minangkabau yang umunya digunakan di Sumatera Barat, Kaya atau kayo justru memiliki arti banyak harta. (Haf)
Semoga artikel ini bermanfaat, dan bisa menjadi referensi anda untuk berwisata di tahun 2018.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H