Ini hari resmi sudah kita memasuki tahun 2018, dibarengi dengan hiruk pikuk suara kembang api dan terompet  ketika jarum jam menunjuk angka 12.00 malam tadi, yang menjadi penanda detik-detik awal tahun baru. Besar harapan, di tahun yang baru ini situasi dan kondisi negara kita selalu damai dan bersatu walaupun diprediksi suhu politik akan meningkat diakibatkan oleh kompetisi pilkada yang digelar di seantero Indonesia nantinya. Namun begitu, ada baiknya kita kembali membuka dan membolak-balikkan catatan lama mengenai kejadian-kejadian yang menjadi sorotan publik di sepanjang tahun 2017, barangkali catatan-catatan itu dapat memberikan kesan mendalam bagi kita untuk melewati 365 hari ke depan.Â
Ada begitu banyak kejadian dan isu yang menyita perhatian publik di tahun 2017, terutama yang menimpa publik figur dan orang tersohor di Indonesia baik itu politisi, artis, maupun ulama. Mereka diperbincang dan dipergunjingkan berhari-hari melalui dunia maya. Respon dan tanggapanpun berseliweran di mana-mana baik melalui postingan status, kolom komentar, berita maupun artikel-artikel. Tentu saja, mereka menjadi objek yang menarik bagi para kompasianer untuk dibahas dalam tulisan-tulisan mereka. Beraneka ragam respon publik tertuang dalam konten tulisan mereka baik yang pro maupun kontra. Oleh sebab itu, saya memberi label 'sosok fenomenal' bagi publik figur yang menjadi sorotan utama masyarakat baik yang pro maupun yang kontra di sepanjang tahun 2017, berikut di antaranya:
Pertama, Setya Novanto. Sosok yang akrab disapa  'Papa Setnov' oleh masyarakat ini, merupakan politisi yang pernah menjabat sebagai Ketua Umum Partai Golkar sekaligus sebagai Ketua DPR. Kasus korupsi E-KTP yang menimpanya disertai drama-drama ala Korea ketika ia menghindari kejaran KPK menjadikan sosok ini menempati peringkat pertama sosok fenomenal di tahun 2017.  Tak ayal berpuluh-puluh artikel  kontra terhadap Setnov ini ditulis oleh kompasianer. Mulai dari tulisan Inge Pratiwi yang mendedah mengenai langkah hukum apa saja yang dapat ditempuh KPK terkait dengan pelarian Setnov, maupun tulisan kompasianer Endro S Effendi yang membahas sisi 'lucu' dari drama yang dilakoni Setnov seperti tentang Fortuner yang menuntut tiang listrik demi tuannya  dan benjolan segede bakpao di kening Setnov akibat tragedi itu (Selengkapnya). Misteri dibalik kecelakaan Setnov juga tak luput dari perhatian jurnalis Aiman Witjaksono, melalui tulisannya ia mempertanyakan keabsahan kecelakaan setnov ini, apakah benar-benar tragedi maut atau hanya sekadar drama yang dibuat (?) (selengkapnya). Sosok kontroversial ini, kerapkali menunjukkan sikap aneh selama kasusnya bergulir, kemarin saja Setnov mendadak bisu ketika ditanyai hakim di muka pengadilan. Bagaimana kelanjutan kisah papa Setnov ini? kita tunggu saja episode berikutnya di tahun ini.
Kedua, Rina Nose. Sosok artis yang satu ini kerap muncul di layar kaca sebagai host dari acara kompetisi dangdut. Mendadak ia menjadi soroton publik di paruh akhir 2017 ketika ia memilih untuk melepas hijab yang telah ia kenakan beberapa tahun belakangan, karena ulahnya itu bahkan Ustadz Abdul Somad menyebut 'jelek' dan 'pesek' terhadap Rina Nose. Kasusnya ini, banyak menyita perhatian publik termasuk para kompasianer. Yeremias Jena, seorang akademisi, mendedah kasus Rina Nose melalui kupasan ilmu filsafat, menurutnya, Rina Nose sedang dalam proses penemuan jati diri melalui petualangan spritual (selengkapnya). Tulisan Yeremias Jena telah dibaca sebanyak 68389 kali sejak diterbitkan  pada November silam.
Tulisan Yeremias Jena ini, juga mendapat respon dari Imam Prasetyo melalui artikelnya Jilbab Rina Nose dan Hasutan Para Biawak, Prasetyo mengatakan bahwa betapa  terbatas dan lemahnya ilmu filsafat yang konon lahir dari negeri penyembah dewa-dewi di Yunani digunakan untuk menguji perintah langit termasuk perintah berhijab dalam Islam. Di sisi lain, Sunliensyar mengupas hal berbeda dari kasus Rina Nose ini, ia mengupas masalah antara Rina Nose dan Abdul Somad terkait dengan perkataan pesek dan jeleknya. Menurutnya, Rina Nose seharusnya mengambil sisi positif dari ceramah UAS, dan tidak layak Rina Nose merasa tersinggung sebab musabab kata jelek dan pesek itu, logikanya, apakah saya pantas marah kepada seorang gadis yang menilai saya jelek padahal faktanya memang demikian ? (selengkapnya).  Namun, kehebohan kasus Rina Nose di dunia maya hanya bertahan beberapa minggu saja.Â
Ketiga, Anis Baswedan. Akademisi dan mantan Mendikbud, sekaligus pemenang kontes Pilkada Jakarta dari rivalnya Ahok-Djarot yang digelar pada permulaan 2017 yang lalu, turut pula menjadi sosok fenomenal di mata publik pada tahun 2017 ini. Di mulai dari kata "pribumi' yang dilontarkannya saat pidato pasca-pelantikannya yang dinilai bernuansa negatif dan dapat memecah belah persatuan oleh sebagian pihak,  hingga masalah mengenai  kebijakannya di Tanah Abang dan penutupan Alexis yang juga cukup banyak dipertentangkan serta menjadi perhatian. Kompasianer Rahmad Kartolo, dalam tulisannya memaparkan tentang beberapa pihak yang melaporkan Anis ke Polisi karena diksi 'pribumi'-nya itu. Bahkan komponis ternama Ananda Sukarlan melakukan Walk Out pada sebuah acara sebagai unjuk protes terhadap kata 'pribumi' Anis.Â
Kritik lain, dikemukakan oleh Felix Tani terkait dengan kebijakan Anis di Tanah Abang seperti penempatan PKL di sepanjang  trotoar. Menurut Felix, kebijakan Anis ini tidak tepat, seharusnya Anis tinggal melanjutkan saja kebijakan-kebijakan yang telah dibuat Gubernur Ahok pada periode sebelumnya, dan tidak memulai kebijakan dari nol lagi (selengkapnya). Terlepas dari pro dan kontra kebijakan Gubernur Anis, kita berharap di tahun 2018 ini, Anis-Sandi dapat merealisasikan janji-janjinya selama pilkada kemarin, warga Jakarta hendaknya mekesampingkan atau menghilangkan 'emosi-emosi'  setelah kompetisi kemarin itu. Saya menaruh harapan besar kepada Anis-Sandi untuk memperbaiki Jakarta lebih baik dari sebelumnya.
Keempat, Anniesa Hasibuan. Seorang Designer ini, turut memenuhi gonjang-ganjing dunia keartisan terkait dengan penipuan jasa travel umroh yang dilakukannya. Dia beserta suaminya menarik perhatian publik dengan kehidupan mewahnya yang  ternyata diperoleh dari hasil menipu melalui travel umroh murah. Akademisi Giri Lumakto, dalam ulasannya mendedah fenomena menarik di balik kasus ini yakni fenomena simbol-simbol keagamaan dan kegiatan peribadatan yang dimanfaatkan oleh seseorang untuk meraup keuntungan yang tidak wajar, dengan kata lain simbol-simbol keagamaan yang suci malah dinodai dengan tindakan-tindakan kriminal (selengkapnya).
Demikianlah paparan saya terhadap sosok-sosok fenomenal di sepanjang tahun 2017, perihal apakah kategori yang saya buat ini terbilang objektif atau tidak saya serahkan kepada para pembaca untuk menilainya. Semoga berkenan !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H