Alqur'an dan Kepurbakalaan
Beberapa tahun belakangan, kita dikagetkan oleh berita bagaimana kelompok ektrimis ISIS melakukan penghancuran terhadap situs makam-makam nabi di wilayah Suriah dan Irak, Kejadian serupa-pun pernah terjadi di Indonesia berupa perusakan makam dengan alasan ideologi tertentu. Jikalau mereka melandasi motivasi mereka untuk merusak situs purbakala itu dengan alasan perintah agama, tentu hal tersebut merupakan pemikiran yang sangat keliru. Islam sebagai agama rahmat bagi sekalian alam merupakan agama yang 'sangat ramah' terhadap benda purbakala begitu pula dengan teladan dari nabi Muhammad SAW beserta sahabatnya.
Secara eksplisit memang Alquran tidak memerintahkan untuk menjaga atau melestarikan benda purbakala atau cagar budaya, akan tetapi Alquran secara tegas melarang prilaku merusak dalam bentuk apapun. Sebagaimana yang tertulis dalam surat Al-Baqarah (60) "....dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan". Larangan merusak di sini sesungguhnya tidak hanya merusak alam saja, tetapi juga larangan merusak tinggalan budaya manusia terdahulu. Bukankah di dalam Alqur'an banyak dikisahkan mengenai manusia/kaum terdahulu untuk menjadi pelajaran dan peringatan bagi orang beriman?Â
- "....Maka ceritakanlah kisah-kisah agar mereka berfikir (Al-A'raf: 176)"
- "Sungguh, pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang yang mempunyai akal (Yusuf: 111)
- "Demikianlah kami kisahkan kepadamu (Muhammad) sebagian kisah (umat) yang telah lalu, dan sungguh, telah kami berikan kepadamu suatu peringatan (Alqur'an) dari sisi kami (Thaaha: 99)"
Di antara kisah-kisah yang diceritakan dalam Alquran seperti kisah Fir'aun dan jenazahnya yang terawetkan (surat Yunus: 92), kisah Haman dan bangunan tingginya yang terbuat dari tanah liat yang dibakar (Alqashash: 38), kisah penduduk Iram (kaum Aad) dengan bangunan-bangunannya yang tinggi (Alfajr:7-8) dan berbagai kisah lainnya.
Dari perspektif ini, benda purbakala atau cagar budaya (artefak, struktur, bangunan, kawasan) memiliki posisi penting dalam Alquran. Pertama, benda purbakala sebagai bukti fisik sementara Alquran sebagai bukti tertulis akan kebenaran mengenai kisah-kisah umat terdahulu yang diceritakan oleh Tuhan. Kedua, benda purbakala sebagai bahan kajian, penelitian dan pembelajaran dalam rangka peningkatan keimananan. Melalui penelitian terhadap tinggalan purbakala itu, manusia masa kini dapat mempelajari apa sesungguhnya yang terjadi pada manusia terdahulu sehingga mereka mengalami kehancuran dan kemunduran, dari sinilah kita dapat memetik hikmah dari apa yang terjadi di masa lalu sebagai bahan instropeksi di masa kini.
Ketiga, benda purbakala sebagai objek untuk dijaga kelestariannya sebagaimana Allah melarang untuk berbuat kerusakan apapun di muka bumi, dan Allah menyuruh menggali pengetahuan dari sisa budaya manusia terdahulu (......Bepergianlah di bumi lalu lihatlah bagaimana kesudahan orang-orang dahulu........ QS. Arrum: 42). Sebagai 'media' memetik hikmah Tuhan, sudah selayaknya umat Islam menjaga kelestarian tinggalan benda purbakala dalam bentuk apapun rupanya.
Sebelum melangkah jauh mengenai kisah nabi dan sahabatnya, ada baiknya kita pahami dulu apa itu benda purbakala. Menurut KBBI purbakala diartikan sebagai zaman dahulu sekali; zaman kuno; dahulu kala,jadi benda purbakala adalah benda kuno atau benda yang berasal dari zaman dahulu kala, di mana ilmu yang khusus mempelajari benda purbakala ini adalah ilmu arkeologi. Bila definisi benda purbakala menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) dibawa pada era 1400 tahun yang lalu semasa kehidupan Nabi Muhammad tentu saja benda purbakala dalam perspektif mereka adalah benda-benda yang usianya jauh lebih tua, berasal dari zaman pra-kenabian Muhammad atau pra-Islam di Jazirah Arab (Timur Tengah). Maka dalam hal ini, Ka'bah merupakan salah satu 'benda purbakala' pada masa kenabian Muhammad karena dibangun oleh nenek moyang Muhammad sendiri yaitu Nabi Ibrahim dan Ismail.
Klan Bani Hasyim, klan dari Nabi Muhammad SAW dan keluarganya merupakan klan yang bertugas menjaga Ka'bah secara turun temurun di Tanah Mekkah. Salah satu kisah terkenal mengenai peranan keluarga Nabi Muhammad dalam menjaga Ka'bah adalah kisah upaya sang kakek nabi Abdul Muthalib melakukan mediasi dengan Abrahah dalam upaya melindungi Ka'bah dari serangan Abrahah dan pasukannya dari Yaman.
Namun niat Abrahah berhasil digagalkan ketika Allah mengirim burung ababil untuk membasmi pasukan tersebut (kisah ini diabadikan dalam Alqur'an surat Al-fiil), Muhammad sendiri lahir pada tahun ketika peristiwa serangan pasukan bergajah tersebut. Nabi Muhammad-pun turut serta dalam renovasi Ka'bah ketika Ka'bah rusak akibat terjangan banjir. Muhammad ketika itu dipercaya oleh klan-klan bangsa Quraisy untuk meletakkan kembali Hajar Aswad pada posisinya. Peristiwa ini terjadi ketika lima tahun sebelum masa kenabian.
Kisah lain yang menceritakan mengenai Nabi Muhammad dan benda purbakala adalah ketika terjadinya peristiwa Isra' Mi'raj pada sekitar tahun ketiga atau pertama sebelum Hijriah. Peristiwa Isra' Mi'raj merupakan kisah perjalanan nabi Muhammad dari Mekkah menuju Baitul Maqdis di Palestina dilanjutkan dengan dinaikkannya Muhammad dari Baitul Maqdis menuju Sidratul Muntaha di langit ke tujuh dalam waktu kurang dari satu malam. Boleh dikatakan bahwa perjalanan Muhammad dari Mekkah menuju Baitul Maqdis di Palestina merupakan sebuah perjalanan ziarah atau napak tilas kebudayaan.Â
Dikisahkan dalam perjalanannya dari Mekkah ke Palestina itu, Nabi Muhammad berhenti di tempat-tempat/ tinggalan 'purbakala' yang berkaitan dengan nabi-nabi pendahulunya yaitu (1) di Bukit Thursina (Gunung Sinai) tempat di mana Musa menerima perintah Tuhan, (2) di Baitul Lahm (Bethlehm) tempat di mana nabi Isa dilahirkan, dan (3) Baitul Maqdis (Al-Quds) tempat suci di mana nabi Sulaiman juga membangun kuil peribadatan di sana.
Akhlak Nabi Muhammad SAW dan Sahabatnya Umar bin Khatab terhadap 'situs kepurbakalaan' pada zamannya hendaknya dapat dijadikan teladan kita terutama umat Islam di Indonesia dalam menjaga dan melestarikan tinggalan purbakala. Allah sendiri melarang prilaku perusakan dalam bentuk apapun dan menyuruh kita mengambil hikmah pelajaran dari sisa-sisa arkeologis tinggalan kebudayaan manusia di masa lalu.
Arkeologi untuk Islam dan Islam untuk Arkeologi
Dewasa ini tinggalan-tinggalan kebudayaan Islam telah menjadi objek kajian arkeologis dalam rangka untuk mengetahui sejarah perkembangan kebudayaan Islam serta prilaku umat Islam di masa lalu. Kajian-kajian arkeologi Islam seperti perkotaan pada masa Kesultanan Islam, jalur-jalur perdagangan pada masa-masa Kesultanan Islam, arsitektur Islam, perilaku penguasa kerajaan Islam terutama aspek sosial dan politik di masa lalu dan lain sebagainya.Â
Di Indonesia penelitian arkeologi Islam misalnya terkait tata perkotaan pada masa Kesultanan Mataram Islam, persebaran nisan Aceh (batu aceh) di Nusantara, sistem perdagangan dan pertukaran di Kesultanan-kesultanan Islam Nusantara, kajian-kajian terhadap naskah-naskah kuna kesusastraan masa Islam, arsitektur masjid Kuna Nusantara, makam raja-raja beragama Islam dan lain sebagainya. Tokoh-tokoh yang menggeluti bidang arkeologi Islam di Indonesia di antaranya Uka Tjandrasasmita, Hasan Muarif Ambary, dan Inajati Adrisijanti.
Sumbangsih dunia Islam secara khusus untuk dunia arkeologi sendiri masih belum terlalu kelihatan eksistensinya. Beberapa negara mayoritas Islam di dunia memang turut aktif menjaga kelestarian situs-situs purbakala, misalnya saja di Mesir walaupun pada masa penjajahan banyak terjadi penjarahan terhadap tinggalan kebudayaan Mesir kuna. Di Indonesia, kegiatan pelestarian tinggalan-tinggalan arkeologi Islam juga telah banyak dilakukan beberapa di antaranya mendapatkan dana dari OKI (Organisasi Konferensi Islam) seperti pemugaran masjid Demak pada tahun 1970-an. OKI juga sangat aktif menjalin kerja sama dengan UNESCO dalam rangka melestarikan warisan kebudayaan Islam.
Namun sayangnya, gejolak politik di negara-negara Islam terutama di Timur Tengah telah berdampak sangat buruk terhadap kelestarian warisan budaya Islam. Banyak makam dan bangunan kuno warisan Islam dilaporkan telah dirusak dan dihancurkan oleh kelompok ekstrimis Islam sendiri apalagi terhadap situs-situs pra-Islam. Yang jelas bahwa motivasi mereka dalam penghancuran warisan kepurbakalaan tersebut sesungguhnya tidaklah dilandasi oleh ajaran keagamaan, Islam sangat melarang perilaku merusak dan menganjurkan menjaga tinggalan kepurkalaan sebagai media untuk memetik hikmah.
Sebagai penutup, umat Islam di Indonesia diharapkan turut aktif dalam menjaga kelestarian situs dan benda-benda kepurbakalaan yang ada di Indonesia, tidak hanya sebatas dengan tinggalan arkeologi Islam semata melainkan tinggalan arkeologi secara keseluruhan sebagai warisan dari nenek moyang bangsa Indonesia. Sebagaimana anjuran Alqur'an dan teladan nabi dan sahabat. Nabi Muhammad sendiri turut serta dalam pelestarian Ka'bah tinggalan nenek moyangnya Ibrahim dan Ismail.Â
Umat Islam di Indonesia bisa menjadi contoh bagi umat Islam lain di dunia dalam menjaga warisan kepurbakalaan. Pemerintah Indonesia sendiri telah membuka ruang yang sangat besar dalam upaya penelitian dan pelestarian cagar Budaya melalui lembaga-lembaganya seperti PUSLIT ARKENAS (Pusat Pengembangan dan Penelitian Arekologi Nasional), Balai Arkeologi, BPCB (badan Pelestarian Cagar Budaya) serta pengembangan terhadap 400 museum lebih yang ada di Indonesia.
"Persembahan untuk Hari Purbakala ke 104"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H