MENJADI GURU IDEAL DI ERA DIGITAL
OlehÂ
Asep Hafidz Tirmidzi
(Mahasiswa Program Pasca Sarjana UNINDRA)
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang memiliki keragaman budaya dan kekayaan alam didaratan maupun dilautan  yang sangat melimpah dengan berbagai permasalahannya yang multidimensi membutuhkan lahirnya kader-kader muda bangsa yang handal yang melek ilmu pengetahuan dan teknologi modern dan dipundak merekalah kejayaan masa depan bangsa ini dipertaruhkan, sedangkan penaggung jawab utama masa depan kader-kader muda bangsa tersebut berada di tangan guru, karena gurulah yang berinteraksi secara langsung dengan mereka dalam membentuk karakter dan kepribadian, memberikan pemahaman, melambungkan imajinasi dan cita-cita, membangkitkan semangat dan menggerakkan kekuatan mereka.
Para peserta didik akan membayangkan masa depannya, merencanakan sebuah impian dan cita-cita hidupnya dan memandang jauh kedepan, mengarungi luasnya samudra dan terbang setinggi-tingginya ke angksa laksana anak panah yang lepas dari busurnya, semuanya terjadi tidak bisa lepas dari peran seorang guru. Â Jika guru memiliki kekuatan yang besar, visi dan misi jauh kedepan maka peserta didiknya juga akan mampu melesat jauh kedepan. Namun jika guru tidak visioner, maka anak didiknya hanya akan melesat lemah bahkan gagal mencapai tujuan karena tidak menjadi pribadi yang tangguh sehingga tidak cukup kuat untuk menerjang segala rintangan yang dihadapi. Disinilah peran seorang guru dituntut menjadi busur yang kuat, visioner, dinamis dan powerfull sehingga mampu melesatkan bakat, potensi dan cita-cita tinggi peserta didiknya untuk mengarungi luasnya samudera dan tingginya angkasa menjadi pribadi yang mampu memberikan manfaat penuh bagi kemajuan peradaban umat manusia. Â
Jika guru yang hadir didalam kelas adalah mereka yang energic, interested, berwawasan luas, humoris, mampu menciptakan suasanan belajar yang kondusif dan mampu mengendalikan kelas maka kedatangan guru akan sangat dinanti oleh para peserta didik, karena yang keluar darinya adalah cahaya dan mutiara-mutiara yang berkilau yang suit diulang untuk yang kedua kalinya. Ia bagaikan pelita yang menerangi kegelapan, bintang yang menunjukkan impian dan purnama yang membawa keindahan, kedamaian dan ketenangan. Namun sebaliknya jika guru yang hadir adalah mereka yang tidak mampu mengemas mata pelajaran menjadi menu yang menarik dan selalu membuat peserta didiknya terbebani, maka kehadirannya bisa dibenci oleh para peserta didiknya yang diekspresikan dengan banyak hal yang tidak baik, seperti tidak memperhatikan penjelasan, tidur, mengantuk, berbicara dengan temannya, membuat gaduh atau bahkan mencari alasan keluar kelas.
Kekurangan profesionalisme guru, dan media pembelajaran yang belum sepenuhnya dapat terakses dengan baik merupakan kelemahan dalam mengeksplorasi potensi dari segi sumberdaya manusia maupun pengembangan materi pembelajaran, penguasaan platform pembelajaran maupun media sosialisasi dan informasi era kini belum banyak dikuasai, artinya masih membutuhkan upaya yang sangat serius dalam mendampingi dan memfasilitasi guru -- guru dalam menghadapi cepatnya perubahan alam dan perubahan zaman. Perubahan mindset terhadap pendekatan dan transformasi pembelajaran harus segera menyesuaikan perkembangan global dan digitalisasi teknologi informasi dan komunikasi (Margono, 2022). Untuk menjadi guru yang ideal yang mempu mengantarkan para peserta didiknya menuju masa depan gemilang di era digital ini, maka hal-hal dibawah ini patut dan perlu menjadi perhatian bersama:
1. Menguasai Materi PembelajaranÂ
Syarat utama menjadi guru yang ideal adalah menguasai materi pembelajaran, dengan menguasai materi kepercayaan diri terbangun dengan baik, tanpa rasa waswas dan bimbang terhadap pertanyaan peserta didik. Ketenangan bisa diraih dan kepuasan peserta didik bisa didapatkan. Dalam konteks ini, sudah seharusnya guru mengajarkan materi yang sesuai dengan keahliannya, sebagaimana kata pepatah "The Right Man On The Right Place", manausia yang benar ada ditempat yang benar artinya guru yang ideal adalah guru yang mengajar materi pelajaran yang menjadi bidang, bakat dan spesialisasinya. Jika seseorang yang ahli bahasa arab mengajar bahasa indonesia atau sebaliknya, maka hasil yang didapatkan tidak akan maksimal. Peserta didik tidak akan puas, dan kualitas peserta didik yang dihasilkan akan sangat rendah. Â Semangat mereka lemah, apalagi kalau kemampuan guru tersebut dibawah peserta didiknya, maka hal ini akan menjadi malapetaka bagi pendidikan. Saat ini banyak lembaga pendidikan yang menempatkan guru tidak pada bidang keahliannya dengan berbagai alasan, faktor kekerabatan yang penting bisa mengajar dan tidak menguasai materi yang akan diajarkan, yang penting mau belajar materi yang akan diajarkan, atau alasan lain seperti tidak menemukan guru yang sesuai dengan bidang keahliannya. Namun harus diperhatikan dalam konteks ini yang menjadi korban adalah peserta didik. Mereka tidak mendapatkan ilmu yang seharusnya didapatkan, demikian juga lembaga pendidikan. Kalau kualitas peserta didik tidak memenuhi standar, maka resiko terburuk gagalnya peserta didik dalam Ujian Akhir sangat besar. Apalagi pemerintah dari tahun ke tahun menaikan standar kelulusan peserta didik. Dalam konteks ini, seorang guru harus rajin dalam mendalami materi yang diajarkan, tidak hanya mengandalkan modal awal yang dimiliki. Tantangan dunia global yang semakin dinamis, kompetitif dan akseleratif menuntut seorang guru untuk beradaftasi dengan pembaruan-pembaruan yang ada, meningkatkan pendalaman materi dan mampu membuat teori-teori baru yang progresif dan akan lebih hebat lagi ketika guru mengajar tidak membawa lagi buku pelajaran yang akan diajarkan. Â Â Materi yang akan diajarkan sudah diluar kepala, dikuasai betul, sehingga tidak membutuhkan lagi buku pelajaran. Hal ini secara psikologis akan menambah keyakinan peserta didiknya tentang kedalaman ilmu seorang guru. Guru betul-betul dituntut untuk memiliki kompetensi dalam satu bidang tertentu, terus melakukan kajian dan pengembangan materi yang dikuasai. Selain itu bisa juga menghilangkan beberapa materi yang dirasa sudah usang, out of date, memperjelas dan memperluas materi-materi yang penting dan menambahkan hal-hal baru sesuai dengan tuntutan global. Â Salah satu dosen penulis yang memiliki keilmuan yang medalam saat penulis menempuh program sarjana di UNINDRA adalah Dra Hj Nuraini, MA, beliau lulusan amerika dan saat itu mengampu mata kuliah Kurikulum Pendidikan. Ketika mengajar beliau jarang membawa buku, beliau hafal betul mater-materi yang akan disampaikan kepada mahasiswanya, penuturannya mengalir dengan enak, indah dan berkelas. Wibawanya sangat tinggi dihadapan para mahasiswa, penampilannya tenang, murah senyum dan senantiasa mendorong mahasiswanya untuk lebih banyak belajar dan mengembangkan keilmuan dengan menugaskan seluruh mahasiswanya untuk melakukan observasi implementasi kurikulum pendidikan langsung ke sekolah -- sekolah wilayah di DKI Jakarta, sehingga mahasiswapun mendapatkan ilmu yang lebih mendalam.
2. Membuat atau Menyediakan Platform Pembelajaran Digital
Sangat penting bagi peserta didik mendapatkan informasi yang up to date sesuai perkembangan zaman, karena guru bukan lagi satu-satunya sumber belajar. Cara fasilitasi, komunikasi dan melek teknologi tidak dapat dielakkan lagi dan semestinya dikuasai. Fasilitasi informasi menggunakan platform teknologi, kreasi aplikasi maupun media sosial. Komunikasi dengan internet saat ini menjadi gaya hidup sehari-hari, tanpa pendampingan orang dewasa bisa jadi akan berdampak negatif terhadap peserta didik dikemudian hari, maka dari itu guru harus mampu menanamkan etika, sikap dan regulasi dalam menggunakan media digitalisasi teknologi. Guru harus mampu menyediakan berbagai platform, aplikasi, media komunikasi yang mudah diakses, dipahami dan dapat diimplementasi serta dirasakan oleh peserta didik secara langsung. Hal ini diharapkan mampu menumbuhkan sikap mandiri yang disertai dengan kolaborasi, menumbuhkan kreatifitas pengguna, memahami etika, ketaatan dalam mengimplementasikan etika dan aturan kepantasan menggunakan media sosial seperti Whatsapp, Youtube, Google Workplace dan lain sebagainya. Memberi nama atau membuat tema/topik dalam mengenal dan mengaplikasikan teknologi digital menjadi penting yang dapat dimulai dari bangku sekolah dasar sampai menengah. Menamai suatu tema atau topik pembelajaran harus mudah diingat oleh peserta didik, terkait pengetahuan aplikasi yang dikuasai harus sejalan dengan fase perkembangan mentalnya. Aplikasi terintegrasi teknologi kekinian harus sudah melekat pada peserta didik level sekolah menengah serta etika penggunaannya. Guru harus dapat mendemonstrasikan, mempresentasikan, mensosialisasikan hasil rekayasa media dan teknologi digital melalui media sosial maupun aplikasi dan dapat diinformasikan secara virtual, rekaman youtube, workplace maupun cloud yang sewaktu-waktu dapat dibuka kembali oleh peserta didik. Membuka kembali hasil rekam digital, youtube maupun drive cluod menjadi sesuatu hal yang harus diulang agar memberikan pemahaman secara utuh dan komprehenship. Merayakan hasil proses mengenal, memahami dan mengimplementasikan hasil transformasi teknologi dalam bentuk pameran karya teknologi informasi dan komunikasi. Setidaknya hasil modifikasi dari peserta didik yang telah ditanamkan oleh guru sejak usia dini sebagai persiapan sampai fase dasar dan menengah. Penguatan etika dan relgulasi tentang pengguna media sosial, workplace maupun adopsi aplikasi harus difasilitasi, didampingi, dievaluasi terus menerus secara berkesinambungan dan konsisten. Dengan pendampingan oleh guru atau orang dewasa di era digitalisasi teknologi sekarang ini diharapkan dapat menghasilkankan peserta didik yang siap memasuki era pengembangan 4.0 dan mampu menjawab tantangan kehidupan global yang tiada batas.
3. Berwawasan Luas
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terjadi setiap saat akibat revolusi ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang berjalan dalam hitungan detik, segala sesuatu yang terjadi di berbagai belahan dunia dapat diakses secara langsung dengan mudah melalui berbagai media, televisi dan internet. Seorang guru sedapat mungkin mengikuti perubahan informasi ini sehingga cakrawala berpikirnya menjadi luas, mendunia dan up to date. Membiasakan diri dengan membaca majalah, koran, buku dan berbagai artikel diinternet akan sangat bermanfaat bagi seorang guru. Peserta didik pasti merasa bangga memiliki guru yang berpengetahuan dan berpengalaman luas, cakrwala pemikiran yang mendalam dan hal-hal baru yang segar yang berhubungan dengan materi yang akan diajarkan. Hal-hal baru yang selalu disampaikan seorang guru akan menjadi daya tarik bagi peserta didiknya untuk tetap semangat mengikuti pelajaran dikelas, sehingga mereka dapat memahami dengan baik penjelasan gurunya sampai membekas dihati. Itulah salah satu manfaat memiliki wawasan dan pola berpikir yang luas. Salah satu Dosen penulis yang mempunyai wawasan cukup luas selama penulis menempuh program sarjana UNINDRA adalah Dr Hendro Prasetyono, beliau mengajar Manajemen Pendidikan dan Perilaku Organsasi. Ketika mengajar, beliau menyapaikan materi dengan efektif dan sistematis. Wawasan yang luas membuat para mahaiswa semakin penasaran dengan penuturan beliau. Pengalamannya diberbagai forum ilmiyah dan organisasi lintas sektoral sering disampaikan kepada para mahasiswanya membuat mahasiswa semakin antusias mengikuti kuliahnnya. Literasi yang kuat, mobilitas yang tinggi dan relasi sosial yang luas membuatnya energik, terbuka dan memiliki pemikiran yang luas. Teknik mengemas materi dan menjelaskannya yang santai dan penuh variasi cukup membuat mahasiswa penasaran untuk bertanya dan beliau menjawab dengan sangat memuaskan setelah memberikan kesempatan kepada mahasiswa yang lain untuk menjawab. Â
4. Komunikatif
Menyapa dan memberikan sedikit perhatian akan membuat seorang guru lebih mudah diterima oleh peserta didiknya dibanding dengan guru yang egois yang hadir hanya untuk memberikan suatu materi pembelajaran, setelahnya pulang, yang penting datang, mengajar sampai jam pelajaran usai dan kemudian pulang. Ketika seorang guru bertanya tentang suatu hal, apapun topiknya kepada peserta didiknya, mereka akan merasa diperhatikan sehingga guru dianggap sebagai bagian penting dari mereka. Disinilah pentingnya guru berkomunikasi dengan peserta didiknya, menyapa, menanyakan kabarnya atau kondisinya, menyakan ihwal keluarganya dan lain sebagainya. Komunikasi semacam ini sangat penting sebagai pendekan psikologis terhadap peserta didik. Acceptability seorang guru menjadi faktor penting untuk keberhasilan kegiatan belajar mengajar didalam kelas. Jika peserta didik tidak menyukai, tidak senang dengan gurunya, maka psikologis guru dalam mengajar akan terganggu. Peserta didik yang tidak senang akan melakukan hal-hal yang tidak disukai gurunya, sehingga pertahanan guru tidak kuat dan akan memunculkan hal-hal yang tidak diinginkan, seperti perasaan marah, bertidak diluar batas kewajaran dan tindakan lain yang tidak bertanggungjawab. Rasa ingin disayangi dan dicintai merupakan kebutuhan yang esensial, karena akan mempengaruhi sikap mental peserta didik. Banyak dari mereka mengalami prustasi dalam hidupnya, ternyata tidak mendapatkan kasih sayang dari orang tua, guru dan sekitarnya (Rahman, 2022) Â Salah satu dosen penulis yang komunikatif selama penulis menempuh program sarjana di UNINDRA adalah Bapak Iramdan, M.Pd, beliau mengajar mata kuliah Sejarah Pemikiran Ekonomi dan SPJD PGRI, Â cara beliau mengajar sangat ramah, suka menanyakan hal-hal lain diluar materi kuliah yang berhubungan dengan mahasiswanya, jika bertemu diluar perkuliahan seperti di mesjid atau dijalan, beliau malah lebih akrab dan seperti tidak ada jarak antara mahasiswa dan dosen. Â Â Â Â Â
5. Dialogis
Membuka ruang dialog interaktif dua arah atau lebih antara guru dengan peserta didik adalah sangat penting untuk menggali bakat dan potensi peserta didik. Pikiran peserta didik menjadi berkembang dan gurupun menjadi semangat untuk mengembangkan materi. Peserta didik bertanya guru menjawab dan kemudian ditanggapi lagi oleh peserta didik yang lainnya. Oleh karenanya dalam metode dialog interaktif ini guru tidak boleh merasa yang paling benar, paling pintar dan paling tahu segala masalah. Guru tidak perlu langsung menjawab semua pertanyaan peserta didiknya lebih baik dilempar dulu kepada para peserta didik yang lain, biar mereka berdiskusi terlebih dahulu sehingga peserta didik merasa dihargai pendapatnya dan kelas menjadi lebih hidup. Disamping itu, eksplorasi dan elaborasi pemikiran peserta didik akan meningkat tajam dan memiliki kesiapan mental yang baik serta percaya diri dalam mengemukaan pendapat dan ide-idenya dihadapan forum terbuka. Dalam hal ini guru hanya memberikan tambahan, catatan dan wawasan yang lebih meyakinkan dan memantapkan jawaban yang ada, kemudian mengakhirinya dengan memberikan pertanyaan pancingan yang menggugah peserta didik untuk lebih banyak membaca dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi. Disinilah salah satu letak keberhasilan guru dalam membangkitkan semangat belajar peserta didiknya. Salah satu dosen penulis yang sering menerapkan metode dialog interaktif selama penulis menempuh program sarjana di UNINDRA adalah Bapak Hamzah Robbani, M.M, beliau mengajar mata kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM), Dosen yang low profile ini menerapkan metode dialogis interaktif ketika mengajar, para mahasiswa dilatih menjadi pribadi yang kritis, analitis, responsif dan progresif. Berbagai argumentasi dan pendapat mahasiswa diadu, sehingga melahirkan kompetisi terbuka yang menarik, suasana ruang kelas menjadi lebih hidup, para mahasiswa menjadi semangat mengejar ketertinggalan dan silih berganti menyampaikan pendapat didalam forum, akhirnya bermunculan gagasan-gagasan baru, wacana-wacana baru dan ide-ide baru sehingga intelektual dan intelegensi mahasiswa semakin berkembang dan kelas menjadi lebih produktif. Â Â Â
6. Menggabungkan Teori dan Praktik
Peserta didik sering merasa bosan jika materi pembelajaran hanya dipenuhi dengan teori yang monoton tanpa ada praktik. Praktik sangat diperlukan sebagai media untuk melekatkan pemahaman materi pada ingatan peserta didik. Praktik bisa turun secara langsung ke lapangan atau sekedar ke laboratorium. Jika materi pembelajarannya berhubungan makhluk hidup peserta didik bisa diajak keliling ditaman sekolah untuk meneliti tumbuhan atau binatang sesuai dengan materi yang disampaikan, kemudian mereka diminta mengulas hasil penelitiannya di depan kelas ditambahkan dengan penjelasan dari guru dan peserta didik yang lain, kemudian hasilnya dilaporkan atau disusun secara tertulis. Dengan melakukan praktikum, ilmu pengetahuan dapat berkembang dengan pesat dan peserta didik akan terlatih untuk menerapkan dengan benar llmu pengetahuan yang dipelajarinya. Peserta didik akan bertanya kepada guru atau rekannya sesama peserta didik kalau belum bisa mempraktikan materi pembelajarannya dengan baik dan benar sehingga mereka tidak ketinggalan dengan peserta didik lain yang sudah bisa. Praktik menjadi sebuah keharusan pada materi-materi khusus yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari seperti praktik ibadah, praktik bisnis online, praktik bertani, berkebun dan lain sebagainya. Dalam kegaiatan praktik ini peserta didik akan terdorong untuk mengembangkan materi yang disampaikan. Salah seorang dosen penulis yang sudah familiar menerapkan metode ini saat penulis menempuh program sarjana di UNINDRA adalah Bapak Suprapto, M.Pd beliau mengampu mata kuliah Aplikasi Kewirausahaan, beliau selalu menuntut mahasiswanya untuk mempraktikan Business Plant (Rencana Usaha) yang telah disusun oleh masing-masing kelompok mahasiswa mulai dari perencanaan proses produksi pengemasan sampai pemasaran dengan baik dan benar sampai dengan menghasilkan uang. Sampai saat ini penulis masih dapat mengingat dengan baik tahapan pelaksanaan praktik kewirausahaan tersebut dan sudah di implementasikan secara nyata. Â Â Â Â
7. Utamakan Skala Prioritas
Mempelajari suatu ilmu harus setahap demi setahap dari satu, dua, tiga dan seterusnya. Materi yang disampaikan seorang guru kepada peserta didiknya harus urut, tidak loncat-loncat. Guru harus arif dan bijaksana ketika sedang mengajar, jangan memberikan semua pengalaman dan ilmu kepada peserta didiknya dalam satu kesempatan. Berikanlah sedikit demi sedikit secara bertahap agar peserta didik dapat menerimanya dengan baik sebab jika diberikan sekaligus tentu akan mudah hilang dan dilupakan. Â Bagi seorang guru yang muslim bisa mengambil pelajaran dari proses diturunkannya Al-Quran, mengapa Al-Quran diturunkan dalam kurun waktu 22 tahun, tidak langsung sekaligus 30 Juzz dalam satu waktu? tentunya hal ini untuk memudahkan Rasulullah Saw dan para sahabatnya untuk mengerti dan memahami secara bertahap ajaran yang Allah turunkan melalui Al-Quran. Belajar dari peristiwa diturunkannya Al-Quran ini, seorang guru harus bisa menyampaikan materi secara aktual dan kontekstual agar peserta didik tertarik untuk memahami dan mengkaji secara mendalam. Seorang guru harus mengetahui mana materi yang menjadi prioritas untuk segera disampakan dan mana yang disampaikan sebagai pelengkap. Disinilah kearifan seorang guru dalam memberikan penjelasan dari materi-materi pembelajaran secara bertahap, sehingga dapat diterima dan dipahami dengan baik oleh peserta didik. Materi pembelajaran yang tidak mendesak dan tidak begitu penting bisa dijadikan dasar untuk tidak disegerakan, bahkan bisa ditunda ataupun tidak dilaksanakan, sehingga penting sekali lagi yang namanya skala prioritas pembelajaran mana materi yang harus diutamakan maupun ditunda atau didihilangkan. Salah seorang dosen penulis di UNINDRA yang memegang prinsip ini adalah Bapak Hardian Mursito, MM beliau mengampu mata kuliah Statistika Inferensial. Dalam proses belajar mengajar beliau senantiasa menerapkan metode ini, pelan-pelan dan bertahap, tidak tergesa-gesa atau terlalu semangat. Pelan-pelan bukan berarti lambat, karena mahasiswa pun tidak suka ketinggalan materi, mereka membutuhkan materi yang cukup, sesuai target kurikulum. Bertahap namun mengena dan hasilnyapun cukup dahsyat, semua mahasiswa bisa memahami dengan baik materi yang disampaikan. Disinilah pentingnya seni dalam mengajar dan kecerdikan guru dalam memilih materi yang menjadi prioritas yang membutuhkan penjelasan lebih mendalam. Â
8. Memiliki Variasi Pendekatan
Guru harus menguasai beberapa model dan pendekatan pembelajaran dalam melaksanakan proses belajar mengajar, agar pembelajaran berjalan tidak monoton dan selalu segar. Jangan sampai seorang guru hanya fanatik dengan satu pendekatan saja karena siswa akan mudah merasa bosan dan lelah, akibat pembelajaran berlangsung secara monoton, tidak menarik dan hanya menjadi beban pikiran. Dalam kesempatan tertentu seorang guru bisa saja menggunakan pendekatan dialog interaktif dan dikesempatan lainnya bisa juga menggunakan pendekatan ceramah atau mengintegrasikan beberapa pendekatan seperti ceramah dan praktik. Â Dalam mengimplementasikan banyak pendekatan ini jangan sampai peserta didik merasa dilecehkan atau dianaktirikan. Jika membentuk kelompok diskusi untuk peserta didik, guru harus cermat. Jangan mengelompokkan peserta didik berdasarkan kecerdasan, yang kurang pandai menjadi satu kelompok dan yang kemampuannya diatas rata-rata menjadi kelompok lainnya. Hal ini akan memicu kecemburuan dan tidak efektif bagi aktivitas pembelajaran. Kelompokkan mereka secara random dengan mempertimbangkan minat dan bakat. Dan kenali peserta didik yang cendrung menyukai diskusi masalah agama, sosial, budaya, ekonomi, pendidikan dan lain-lain. Dengan demikian peserta didik akan merasa dihargai dan bakatnya akan dengan mudah tersalurkan. Itulah pentingnya seorang guru menguasai sebanyak mungkin pendekatan pembelajaran yakni agar mampu beradaptasi dengan semua peserta didiknya yang memilik latar belakang yang berbeda-beda. Salah seorang dosen penulis yang memiliki multi pendekatan dalam mengajar selama penulis menempuh program sarjana di UNINDRA adalah Dr. Indah Purnamasari, M.Pd, beliau mengajar mata kuliah Strategi Belajar dan Pembelajaran. Beliau adalah sosok visioner dan kreatif dalam mengembangkan materi pembelajaran. Dalam pembelajaran banyak metode yang beliau terapkan, seperti ceramah, dialog interaktif, student center, teori-praktik dan pendekatan-pendekatan lainnya. Â Ketika memberikan kuliah beliau tidak segan-segan keliling kelas dari satu sudut ke sudut lainnya untuk memotivasi mahasiswa agar menyampaikan ide atau opini dari setiap materi yang beliau sampaikan sehingga kelas menjadi lebih aktif, lebih menyenangkan dan lebih produktif. Â
9. Fokus terhadap Materi Pembelajaran
Guru harus konsentrasi penuh pada satu target, satu arah dan satu tujuan dalam mengajar sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah disusun, lakukan pembelajaran secara efektif dan efisien sehingga target pembelajaran bisa tercapai. Jangan sampai karena terlalu bersemangat dan keasyikan bicara, guru terlena menyampaikan hal-hal diluar pokok bahasan, lupa dengan tujuan dan target pembelajaran yang semestinya. Ketika seorang guru mengajar dan terlalu semangat menuturkan pengalaman pribadinya atau hal-hal lain yang tidak ada hubungannya dengan materi yang disampaikan maka tujuan dari pembelajaran tersebut menjadi terabaikan bahkan terbengkalai. Oleh sebab itu seorang guru diharuskan menyusun RPP terlebih dahulu sebelum mengajar, menentukan target dan evaluasi pembelajaran. Hal ini dimaksudkan sebagai rambu dan tolak ukuran bagi guru agar tidak melenceng keluar dari tujuan pembelajaran sehingga menjadi pengingat kelalaian yang bisa saja datang sewaktu-waktu tanpa disadari oleh seorang guru. Disamping itu guru juga dianjurkan memiliki buku catatan pribadi yang memuat materi yang telah disampaikan, pertanyaan-pertanyaan peserta didik yang belum terjawab atau belum maksimal jawabannya dan hal-hal lain yang terkait dengan materi pembelajaran yang disampaikan. Setidaknya guru bisa melihat catatan-catatan penting tersebut sebelum mengajar, menelaahnya lalu mempersiapkan materi pembelajaran yang akan disampaikan. Salah seorang dosen penulis yang sangat fokus dalam memberikan materi kuliah saat penulis menempuh program sarjana di UNINDRA adalah Bapak Kapidin, MM, beliau mengampu mata kuliah Manajemen Produksi, kalau mengajar beliau sangat fokus, penjelasan-penjelasan yang disampaikan mengalir dengan deras, ulasan materinya sangat detail, tidak melebar kemana-mana dan para mahasiswapun mampu mencerna dengan baik materi yang disampaikan. Â Â Â Â Â
10. Perhatikan Kondisi Psikologis Peserta Didik
Guru harus mengerti dan memahami kondisi psikologis peserta didiknya, sedapat mungkin mengajar secara alami, berikan materi bak air yang mengalir secara perlahan namun mampu menjangkau hal-hal yang sulit. Â Jangan pernah menekan dan memaksa peserta didik untuk memahami dan menyelesaikan tugas atau target tertentu sampai mereka merasa kesulitan untuk memenuhinya. Kalau ini terjadi makan akan berefek negatif bagi perkembangan psikologisnya. Jika peserta didik dikasih target terlalu tinggi dengan melakukan penekanan atau bahkan pemaksaan diluar batas kemampuan mereka maka kegiatan belajar mengajar tidak akan berjalan sebagaimana mestinya. Idealisme seorang guru harus diiringi dengan kearifan, kebijaksanaan dan kecermatan. Dalam membangkitkan semangat belajar anak, guru harus pandai berimprovisasi, merekayasa suasana, sehingga tanpa terasa dan secara tidak langsung anak didik justru berinisiatif untuk meminta tambahan materi atau melanjutkan pelajaran. Inisiatif datang dari peserta didik bukan dari guru, disinilah letak keberhasilan guru dalam membangkitkan semangat belajar peserta didiknya. Â Improvisasi turut serta ikut bergabung bersama inovasi dalam membuat pembelajaran di sekolah menjadi kreatif, inovatif, hidup, berkarakter, inspiratif, penuh cinta dan kasih sayang yang tulus serta menyenangkan (Direktorat Jenderal SD, 2019). Salah seorang dosen penulis yang memiliki pendekatan ini selama penulis menempuh program pascasarjana di UNINDRA adalah Bapak Dr. Heru Suparman M.Pd, beliau mengampu mata kuliah Teori dan Prinsip Pendidikan. Pembawaannya yang santai, teratur dan sangat ramah ketika beliau mengajar dan dengan pendekatan psikologis yang hebat, beliau mampu menggugah semangat belajar para mahasiswa. Mahasiswa diberikan waktu yang cukup panjang untuk menyelesaikan tugas-tugas perkuliahan dan tulisan ini merupakan tugas perkuliahan dari beliau yang sejak pertemuan pertama sudah disampaikan kepada mahasiswa untuk diselesaikan dua minggu sebelum pelaksanaan UAS, tidak ada penekanan atau pemaksaan, konsisten, arif dan bijaksana dalam mendidik membuat beliau menjadi figur yang melekat dihati para mahasiswanya.
11. Mengupgrade Pengetahuan dan Keterampilan
Guru harus berkemauan meng-upgrade pengetahuan, keterampilan maupun sikap kepribadian sebagai pendidik maupun profesional. Guru dikatakan gagal dalam pembelajaran manakala persiapan dan pelaksanaan pembelajaran kurang sesuai dengan perangkat program pembelajaran yang telah disusun dan dilaksanakan. Tugas dan tanggung jawab seorang guru secara umum membuat perangkat program pembelajaran yang tujuannya agar dapat melaksanakan pembelajaran, penilaian proses dan analisis hasil pembelajaran termasuk menyusun program pembelajaran, pengayaan maupun remidial dengan baik dan benar. Penyusunan program ajar harus mempertimbangkan aspek-aspek krusial yang dapat dicerna oleh peserta didik sebagai suatu pengalaman belajar. Pelaksanaan pembelajaran harus fokus pada tujuan tertentu yang semestinya dicapai dalam tingkat maksimal. Oleh karenanya, evaluasi merupakan hal yang tepat untuk memperbaiki kekurangan dan komponen pembelajaran yang dibuat atau disiapkan guru harus sesuai dengan perkembangan era kekinian. Hasil evaluasi pada proses pembelajaran sebagian besar adalah masih terdapatnya materi pembelajaran esensial yang belum tersampaikan atau belum menyentuh substansi nyata yang harusnya melekat pada pengalaman belajar peserta didik. Sedangakan evaluasi dalam penilaian hasil belajar masih ditandai adanya kekurang tepatan dalam merumuskan tujuan pembelajaran yang semestinya. Adapun Evaluasi dari analisis hasil pembelajaran belum mencerminkan seberapa besar tujuan pembelajaran tercapai dan tindak lanjut apa yang harus dilaksanakan berikutnya. Demikian juga dengan remidial dan pengayaan hanya diartikan secara bias dan hanya untuk memenuhi kriteria capaian minimal yang harus diraih peserta didik. Oleh karenanya penguatan pembelajaran bagi setiap guru adalah sebuah keharusan.
12. Humoris Namun Serius
Humor bukanlah tujuan, hal ini tidak lain hanya sekedar alat untuk menyegarkan pikiran dan menghilangkan kepenatan pikiran peserta didik. Jika peserta didik belajar dari pagi pukul 07.00 sampai siang pukul 13.00, tentu beban pikirannya untuk mengikuti pelajaran-pelajaran akhir sangat berat. Guru yang ideal adalah mereka yang memiliki watak yang dinamis, kompetitif tapi juga humoris. Dengan selera humor yang tinggi seorang guru dapat memecahkan suasana tegang, bosan dan letih peserta didiknya. Seorang guru bisa memberikan humor-humor yang mendidik yang dapat menggugah semangat belajar, memberikan motivasi dan inspirasi peserta didik agar memiliki keinginan kuat untuk menjadi pribadi yang berkarakter, beakhlak mulia dan peduli dengan lingkungan sosialnya. Â Akan tetapi, walaupun demikian guru tidak boleh berlebih-lebihan dalam mengeluarkan selera humornya, apalagi sampai mengganggu lingkungan belajar disekitarnya.
Guru adalah singkatan dari ungkapan digugu dan ditiru. Artinya guru adalah orang yang harus ditaati dan diikuti. Guru merupakan perencana, pelaksana sekaligus sebagai evaluator pembelajaran di kelas, maka peserta didik merupakan subjek yang terlibat langsung dalam proses untuk mencapai tujuan pendidikan (Koswara, 2008). Dua belas indikator guru idal di era digital diatas cukup penting untuk diimplementasikan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan menggugah semangat generasi muda terus belajar sehingga mereka siap menghadapi tantangan global di era digital. Â
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H