Sebenarnya sejumlah lembaga pemerintah, pendidikan/kajian, maupun entitas swasta, sudah merencanakan, merancang, menyempurnakan dan menerbitkan berbagai dokumen terkait peta jalan maritim negeri yang bertolak dari latar belakang dan lingkup kepentingan masing-masing. Maka tantangannya bukanlah ketiadaan, namun terseraknya berbagai arahan.Â
Setiap negara perlu fokus dalam menentukan visi maritim untuk menjadi ekosistem yang terintegrasi yang membentengi kepentingan bangsa. Setiap regional atau forum multilateral juga perlu fokus memandang luas di anjungan kapal untuk menuju ke tujuan pelabuhan yang sama, meski dapat melintasi berbagai rute pelayaran yang berbeda.
Masalah Bersama: Perubahan Iklim
Komunitas maritim berada di garis depan risiko ancaman perubahan iklim. Bukan hanya karena bahaya pasang air laut, badai, gelombang panas, tetapi juga ancaman laten: naiknya level permukaan air laut.Â
Pelabuhan memegang fungsi penting dalam perdagangan global, karena sekitar 80 persen volume perdagangan dunia diangkut via transportasi laut. Disrupsi pada operasional pelabuhan mempengaruhi distribusi yang mengancam ekonomi lokal. Morat-maritnya ekonomi mikro akan diderita terlebih dahulu oleh masyarakat kecil (sosial) yang lalu memapar risiko perambahan alam (lingkungan), serta stabilitas pemerintahan (tata kelola). Alias ujung-ujungnya ESG.
Mercusuar Arah itu Bernama ESG
Tantangan perubahan iklim menjadi alarm yang membangunkan kesadaran global untuk bersama mewujudkan keberlanjutan. Satu Pelindo yang mengusung visi 'Menjadi pemimpin ekosistem maritim terintegrasi dan berkelas dunia' membuat  Pelindo berada dalam perlintasan yang strategis untuk mengajak serta para pemangku kepentingan dalam komunitas maritim.Â
Visi Pelindo juga sangat berkaitan erat dengan Prinsip ESG. Pemilihan diksi 'ekosistem' memberikan konteks bahwa aspek pengelolaan pelabuhan tak bisa lepas dari aspek lingkungan sebagai 'habitatnya' dan juga 'komunitas' maritim sebagai aspek sosialnya. Tata Kelola yang Baik (Good Corporate Governance/GCG) bukan hanya amanah regulasi namun landasan keberlanjutan bisnis.Â
Kerangka kerja ESG memiliki banyak titik temu dengan Konsep Triple Bottom Line (3BL) dan 3 bidang prioritas Program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) yang diarahkan oleh Kementerian BUMN. Prinsip ESG sebagai kerangka kerja sangat potensial sebagai panduan arah perusahaan.
Konsep 3BL, yang terdiri dari "people, profit, planet" menekankan bahwa kesuksesan bisnis juga harus diukur berdasarkan dampak positifnya pada manusia (kesejahteraan sosial), keuntungan (kinerja finansial), dan planet (kelestarian lingkungan).Â
Selain itu, ketiga bidang prioritas Program TJSL membuka ruang untuk eksekusi implementasi kerangka kerja ESG: lingkungan sebagai wujud loyalitas pada pelestarian Tanah Air, pendidikan untuk turut mencerdaskan bangsa, serta pengembangan UMK sebagai wujud keberpihakan pada pelaku usaha kecil mitra membangun perekonomian negeri. Syahdan, semakin sahih Prinsip ESG untuk dijadikan mercusuar arah masa depan pelabuhan Indonesia yang berkelanjutan.