Mohon tunggu...
Hafidz Febrian
Hafidz Febrian Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - mahasiswa

senang belajar dalam bermain

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Membangun Pendidikan Inklusi: Kesadaran dan Menerima Perbedaan terhadap Peserta Didik Tuna Rungu

26 Juni 2023   17:32 Diperbarui: 26 Juni 2023   17:34 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Abstrak

Pelayanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) dahulu sebatas penyediaan layanan pendidikan dengan sistem segregrasi, hingga akhirnya pada saat ini munculah pemikiran baru dalam bidang pendidikan, dimana anak berkebutuhan khusus (ABK) memerlukan suatu bentuk pendidikan yang mengikutsertakan mereka didalam berbagai kegiatan dengan masyarakat luas. Layanan pendidikan yang dimaksudkan adalah mampu memasukkan, mengelola, dan merespon segala kebutuhan ABK tanpa adanya bentuk diskriminasi. Maka diterapkanlah pendidikan inklusif di sekolah reguler, agar ABK dapat ikut serta mengoptimalkan kemampuannya bersama dengan anak-anak pada umumnya. Pendidikan inklusif pada dasarnya sebagai upaya untuk mememenuhi kebutuhan pendidikan untuk semua anak dengan fokus pada pribadi mereka yang rentan terhadap diskriminasi. Dengan pendidikan inklusif diharapkan pendidikan bagi semua anak dapat terlaksana bukan hanya sebagai slogan tetapi dengan sungguh-sungguh mengayomi seluruh anak tanpa terkecuali. Semua sekolah harus menerima keberagaman setiap peserta didiknya tanpa memandang perbedaan dari segi fisik, emosi, sosial, agama, ekonomi, dan sebagainya. Untuk itulah, pendidikan yang terselenggara hendaknya memberikan jaminan bahwa setiap anak akan men dapatkan pelayanan dalam mengembangkan potensinya, yang sejalan dengan ideologi sistem pendidikan nasional. Pendidikan inklusif bertujuan untuk memberikan kesempatan pendidikan yang setara bagi semua siswa, termasuk peserta didik dengan kebutuhan khusus. Salah satu kelompok peserta didik yang sering menghadapi tantangan adalah peserta didik tuna rungu. Artikel ini membahas pentingnya membangun kesadaran dan menerima perbedaan terhadap peserta didik tuna rungu dalam konteks pendidikan inklusi di sekolah dasar. (kata kunci : tuna rungu, anak berkebutuhan khusus, pendidikan inklusif)

Pembahasan

1. Tantangan Peserta Didik Tuna Rungu dalam Konteks Pendidikan Inklusi

Peserta didik tuna rungu menghadapi berbagai tantangan dalam pendidikan inklusi di sekolah dasar. Mereka mengalami kesulitan dalam berkomunikasi secara verbal dan mengakses informasi melalui pendengaran. Hal ini memerlukan pendekatan yang berbeda dan pemahaman yang mendalam terhadap kebutuhan mereka.

Tantangan yang dihadapi oleh peserta didik tuna rungu dalam konteks pendidikan inklusi dapat beragam. Berikut ini adalah beberapa tantangan umum yang sering dihadapi oleh peserta didik tuna rungu dalam lingkungan inklusi di sekolah dasar:[1]

 

  1. Komunikasi: Peserta didik tuna rungu menghadapi kesulitan dalam berkomunikasi secara verbal karena kehilangan pendengaran. Mereka mungkin menghadapi hambatan dalam memahami dan menggunakan bahasa lisan, memperhatikan instruksi dan diskusi kelas, serta berinteraksi dengan teman sebaya. Hal ini memerlukan pendekatan komunikasi alternatif yang efektif, seperti bahasa isyarat, pembacaan bibir, atau penggunaan alat bantu pendengaran.
  2. Akses ke Informasi: Peserta didik tuna rungu mungkin kesulitan mengakses informasi yang disampaikan melalui suara atau percakapan lisan. Ini dapat mempengaruhi pemahaman mereka tentang materi pelajaran, instruksi, dan komunikasi interpersonal. Mereka membutuhkan aksesibilitas informasi yang memadai melalui visual, teks, atau media yang dapat dilihat atau dirasakan.
  3. Sosialisasi dan Interaksi: Peserta didik tuna rungu mungkin mengalami kesulitan dalam berinteraksi sosial dengan teman sebaya karena perbedaan komunikasi. Mereka dapat merasa terisolasi atau tidak termasuk dalam kegiatan sosial atau kelompok diskusi. Hal ini memerlukan pendekatan inklusif dalam pembentukan lingkungan sosial yang memungkinkan peserta didik tuna rungu untuk terlibat secara aktif dan merasa diterima oleh teman sebaya mereka.
  4. Kurikulum dan Penilaian: Kurikulum yang tidak mempertimbangkan kebutuhan khusus peserta didik tuna rungu dapat menjadi tantangan dalam pendidikan inklusi. Mereka membutuhkan penyesuaian dan modifikasi dalam materi pelajaran, metode pengajaran, dan evaluasi. Kurikulum yang sensitif inklusi dan fleksibel harus dikembangkan untuk memastikan bahwa peserta didik tuna rungu dapat mengikuti kurikulum secara efektif.
  5. Dukungan Khusus: Peserta didik tuna rungu mungkin memerlukan dukungan khusus, seperti bantuan pendengaran, penerjemah bahasa isyarat, atau guru pendamping, untuk membantu mereka dalam proses pembelajaran dan partisipasi aktif di kelas. Menyediakan dukungan ini membutuhkan sumber daya dan pemahaman yang tepat dari pihak sekolah.
  6. Kesadaran dan Penerimaan: Tantangan yang paling mendasar adalah kesadaran dan penerimaan dari siswa dan staf sekolah terhadap peserta didik tuna rungu. Memastikan bahwa seluruh komunitas sekolah memiliki pemahaman yang baik tentang kebutuhan dan potensi peserta didik tuna rungu, serta menerima mereka sebagai anggota setara dalam lingkungan sekolah, sangat penting dalam pendidikan inklusi.

 

Dalam menghadapi tantangan ini, penting untuk melibatkan kolaborasi antara guru, tenaga pendidik, ahli pendidikan inklusi, orang tua, dan peserta didik tuna rungu itu sendiri. Dengan pemahaman yang mendalam, dukungan yang tepat, dan lingkungan yang inklusif, peserta didik tuna rungu dapat mengatasi tantangan mereka dan meraih kesuksesan dalam pendidikan inklusi di sekolah dasar.

 

2. Membangun Kesadaran tentang Tuna Rungu

 

Kesadaran adalah langkah pertama dalam membangun pendidikan inklusi yang berhasil bagi peserta didik tuna rungu. Membangun kesadaran tentang tuna rungu memerlukan pemahaman yang mendalam tentang kondisi mereka, metode komunikasi alternatif yang efektif, serta tantangan dan potensi yang mereka miliki.

 

Berikut adalah beberapa strategi yang dapat digunakan untuk membangun kesadaran tentang tuna rungu di sekolah dasar:[2]

 

  • Pelatihan Guru dan Tenaga Pendidik: Guru dan tenaga pendidik perlu menerima pelatihan yang khusus mengenai tuna rungu, termasuk pemahaman tentang metode komunikasi alternatif, strategi pengajaran yang efektif, dan penggunaan alat bantu pendengaran.
  • Kurikulum yang Sensitif Inklusi: Menyertakan konten yang relevan tentang tuna rungu dalam kurikulum dapat membantu meningkatkan pemahaman siswa tentang kondisi tersebut dan mempromosikan penerimaan.
  • Kolaborasi dengan Orang Tua dan Ahli Tuna Rungu: Melibatkan orang tua dan ahli dalam mendukung pendidikan peserta didik tuna rungu dapat memperkuat pemahaman dan dukungan dalam lingkungan sekolah.
  • Menerima Perbedaan dan Menciptakan Lingkungan Inklusif

 

3. Setelah membangun kesadaran

langkah selanjutnya adalah menerima perbedaan dan menciptakan lingkungan inklusif di sekolah dasar. Beberapa strategi yang dapat digunakan adalah:[3]

 

  • Penggunaan Metode Pengajaran yang Beragam: Menyesuaikan metode pengajaran untuk memfasilitasi pembelajaran peserta didik tuna rungu dengan memanfaatkan visual sentuhan, dan bantuan pendengaran yang tersedia.
  • Peningkatan Aksesibilitas Fisik: Menyediakan lingkungan yang ramah bagi peserta didik tuna rungu, seperti fasilitas yang dapat diakses dan papan informasi visual.
  • Pembangunan Kesadaran dan Empati di Kalangan Siswa Lain: Mendorong siswa lain untuk memahami dan menerima peserta didik tuna rungu melalui kegiatan sosialisasi, diskusi, dan kerjasama.

 

Kesimpulan

 

Membangun kesadaran dan menerima perbedaan terhadap peserta didik tuna rungu dalam konteks pendidikan inklusi di sekolah dasar adalah penting untuk menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dan memberikan kesempatan yang setara bagi semua siswa. Dengan melibatkan guru, tenaga pendidik, orang tua, dan ahli, serta menerapkan strategi yang sensitif inklusi, kita dapat membantu peserta didik tuna rungu merasa diterima, berkembang, dan belajar dengan baik di sekolah dasar. Melalui upaya kolektif, kita dapat menciptakan pendidikan inklusi yang memberdayakan dan memajukan setiap peserta didik, tanpa memandang perbedaan yang ada.

Referensi

Agung, Salamah1, Khoirunisa, Arini Nurhidayah2 , dan Suryaningsih, Siti3. 2022. TANTANGAN GURU SEKOLAH LUAR BIASA PADA PEMBELAJARAN IPA DI ABAD 21. Jakarta : ALOTROP, Jurnal Pendidikan dan Ilmu Kimia.

Bakri, Maskuri. 2020. Implementasi Pendidikan Inklusi dalam Membangun Mental Toleran Berbasis Pendidikan Agama Islam di Sekolah Dasar Negeri 06 malang. Malang : FIKROTUNA; Jurnal Pendidikan dan Manajemen Islam.

Jamaludin, Gilang Maulana1 , Maksum, Arifin2 , Nurhasanah, Nina3 . 2022. MENANAMKAN KARAKTER TOLERANSI DI SEKOLAH DASAR INKLUSI MELALUI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL. Majalengka : Seminar Nasional Pendidikan, FKIP UNMA.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun