Sigaret Kretek Tangan Sebagai Komoditas
Badan pusat statistik (BPS) mencatat, selama tahun 2022 Indonesia memproduksi sebanyak 225.700 ton tembakau. Meskipun terjadi penurunan dari tahun sebelumnya., Jumlah ini masih sangat besar membuat indonesia bertengger di nomor enam  negara dengan produksi tembakau terbanyak di dunia. Produk dari tembakau ini kemudian diproduksi menjadi produk jadi seperti sigaret kretek mesin (SKM), Sigaret Kretek Tangan (SKT), Sigaret Putih mesin (SPM), dan berbagai produk lainya. Dilansir dari Kementrian Keuangan Indonesia (Kemenkeu), produksi rokok mencapai 323,9 miliar batang pada tahun 2022.
Dengan produksi rokok yang mencapai jumlah tersebut, penerimaan negara dari Cukai Hasil Tembakau (CHT) mencapai Rp198,02 triliun mulai dari 1 Januari hingga 14 Desember 2022. Angka ini menunjukkan peningkatan sebesar 4,9% dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai Rp188,81 triliun. Sejak tahun 2021, alokasi CHT melalui Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) dibagi dengan pembagian sebesar 25 persen untuk sektor kesehatan, 50 persen untuk kesejahteraan masyarakat, dan 25 persen untuk penegakan hukum. Jawa timur sendiri karena produksi tembakau yang paling tinggi mendapatkan DBHCHT paling tinggi. Data terakhir dilansir dari Kemenkeu pada tahun 2020 Jawa timur mendapatkan 1.937,9 miliar. Sebagian besar dana ini kembali kepada para petani tembakau untuk menunjang panen di masa berikutnya.
Sigaret sendiri adalah produk tembakau yang terdiri dari tembakau yang telah dihancurkan dan dibungkus dengan kertas secara manual, tanpa mempertimbangkan penggunaan bahan pengganti atau tambahan lainnya dalam produksinya. SKT adalah jenis sigaret yang dicampur dengan cengkih, baik yang asli maupun tiruan, tanpa memperhatikan jumlahnya, dan proses produksinya mencakup pelintingan, pemasangan filter, pengemasan untuk penjualan eceran, serta pemasangan pita cukai, semuanya dilakukan tanpa menggunakan mesin.
SKT sebagai komoditas mencerminkan warisan budaya dan sejarah yang kaya, sambil memberikan dampak ekonomi yang signifikan. Sejak ditemukan dan dikembangkan di Indonesia, SKT telah menjadi lambang keahlian manusia dalam mengolah tembakau dan cengkih menjadi rokok yang memiliki karakteristik unik. Sebagai salah satu jenis rokok yang sangat terkenal, SKT menggunakan unsur tradisional seperti cengkih, menciptakan aroma dan rasa khas yang membedakannya dari jenis rokok lainnya. Proses pembuatan SKT yang masih dilakukan secara manual oleh perajin rokok menyoroti keahlian tradisional yang diwariskan dari generasi ke generasi. Selain itu, SKT memiliki nilai sejarah yang signifikan karena menjadi bagian integral dari budaya merokok di Indonesia, membentuk identitas yang melekat pada masyarakat setempat.
Dari perspektif ekonomi, SKT memegang peran penting. Produksi SKT memberikan sumber pendapatan bagi ribuan petani tembakau dan perajin rokok, mendukung ekonomi lokal, dan menyumbang pada pendapatan negara melalui pajak rokok. Di pasar global, SKT menjadi daya tarik bagi para penikmat rokok yang mencari pengalaman merokok yang autentik dan unik.
Kondisi Kesejahteraan Daerah
Berdasarkan laporan BPS, tiga provinsi utama yang menjadi penghasil tembakau terbanyak mencakup Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Jawa Tengah. Jawa Timur, sebagai produsen tembakau terbesar, menghasilkan sekitar 100.600 ton pada tahun 2022, diikuti oleh NTB dan Jawa Tengah dengan produksi masing-masing sebanyak 55.700 ton dan 53.700 ton. Namun, ironisnya, sebagian besar kabupaten yang merupakan produsen tembakau cenderung memiliki Upah Minimum Kabupaten (UMK) rendah dan tingkat kemiskinan yang tinggi.
Salah satu contoh daerah penghasil tembakau terbesar di Jawa Tengah adalah Kabupaten Rembang dan Kabupaten Kebumen. Rembang, sebagai salah satu produsen tembakau terkemuka, menghasilkan sekitar 9.942 ton tembakau pada tahun 2022. Namun, kenyataannya, Rembang juga menduduki peringkat ketujuh di antara kabupaten-kabupaten dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Jawa Tengah, mencapai 15,8 persen. Pendapatan UMK Rembang juga termasuk dalam 10 terendah, hanya sebesar Rp2.015.927 per bulan.
Fenomena serupa tidak hanya terjadi di Jawa Tengah, tetapi juga di daerah penghasil tembakau lainnya. Meskipun tembakau bukan satu-satunya faktor yang berkontribusi pada situasi ini, optimalisasi pemanfaatan tembakau, baik dalam penjualan hasil baku, peningkatan kualitas dan kuantitas panen, atau bahkan pengembangan produk-produk hasil tembakau, dapat membantu memperbaiki kondisi ekonomi di daerah tersebut.
Cukai Tembakau dan Kesejahteraan Petani Tembakau
Peningkatan tarif cukai hasil tembakau yang mulai berlaku pada 1 Januari 2022 menjadi langkah pemerintah dalam mengatasi tantangan ekonomi di sektor tembakau. Kementerian Keuangan menaikkan rata-rata tarif cukai hasil tembakau sebesar 12 persen, dengan pengecualian untuk SKT yang mendapatkan kenaikan maksimum 5 persen. Meskipun demikian, para petani tembakau menghadapi dilema, terutama terkait dengan dampak langsung kenaikan tarif cukai terhadap harga jual tembakau. Selain itu, alokasi DBHCHT yang masih belum optimal memberikan tantangan tersendiri bagi petani dalam mendapatkan manfaat yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Oleh karena itu, penting untuk melibatkan petani dalam proses alokasi dan pemanfaatan DBHCHT agar tepat sasaran, dapat mendukung produksi tembakau, dan meningkatkan kesejahteraan petani tembakau.