DORTMUND, KAMIS -- Taktik visioner Gareth Southgate dalam memasukkan Ollie Watkins berhasil mengantarkan kemenangan 2-1 pada menit akhir (90+1') atas Belanda dalam semi final Pesta Bola Eropa, Kamis (11/07/2024), di Signal Iduna, Jerman.Â
Skema menuju gol kemenangan Inggris atas "Oranye" agak terlihat sejak pergantian visioner menit 81', mulai dari Watkins menggantikan kapten Harry Kane, diiringi dengan Cole Palmer menggantikan Phil Foden. Kedua pemain ini terlihat sangat siap menghancurkan "mimpi juara" tim Belanda.Â
10 menit setelah pergantian fenomenal ini, skema gol secara nyata terlihat, Palmer mengirim umpan mengagumkan ke sisi kanan pertahanan Belanda. Watkins sigap mengambil bola, meski dijaga Stefan de Vrij, tetapi pemburu gol Aston Villa ini dengan cerdas menyentuh, memutar, dan mencetuskan tembakan keras menuju gawang, terlampau keras untuk dihentikan oleh kiper Bart Verbruggen.
Gol fenomenal ini merobohkan asa Belanda dalam mengulangi keberhasilan menjuarai Piala Eropa Jerman 1988. Sementara, gemah gempita mengelilingi penggemar Inggris, mereka semua tak bisa dipungkiri kompak melihat visi "football coming home" dalam momen ini.
Kemenangan tipis ini mengirim "the Three Lions" ke final kedua secara beruntun sejak kegagalan pada edisi sebelum ini, kontra Italia dalam Pesta Bola Eropa 2020. Sekarang, pasukan Gareth Southgate akan berhadapan dengan La Furia Roja di final.Â
Benar, narasi semacam ini tak bisa dipungkiri tengah tersebar secara signifikan menghantui berbagai media bola di seluruh dunia. Tak bisa dibantah Gareth cukup visioner dalam pertandingan tadi pagi, tetapi sebagian besar tak terbantahkan karena jasa Ronald Koeman, manajer kelahiran Zaandam ini tak bisa dipungkiri telah mengarahkan laskar "Oranye" ke jalan yang salah.Â
Lini pertahanan tak memberikan perubahan
Kita semua tahu kekuatan benteng tim Belanda, mereka tak bisa dibantah telah diberkahi semua komposisi terkuat urusan bertahan. Namun, bersama Ronald Koeman, tim ini cuma memainkan beberapa nama saja, bukan berarti mereka buruk, tetapi setiap pemain butuh merasakan persaingan.
Terlebih, kontra Inggris dengan Ollie Watkins, pemburu gol Aston Villa ini tak bisa dipungkiri dianugerahi kecepatan macam setan, sangat mengagumkan dalam berlari mengisi celah pertahanan. Tentu, hal ini sulit dihadapi oleh bek-bek besar.
Benar, Ronald Koeman sama sekali tidak membuat perubahan dalam pertahanan, Legenda Barcelona ini tetap memainkan Virgil van Dijk dan Stefan de Vrij sebagai benteng terakhir depan gawang. Sekarang, kita semua tahu bagaimana Belanda selesai, mereka berdua tak bisa dibantah tersiksa dengan bola cepat hingga gol fenomenal tercipta.
Lebih jauh lagi, kita semua tahu kualitas dalam bangku cadangan tim Belanda, pemain seperti Matthias de Ligt, Micky van de Ven, atau bahkan menggeser Denzel Dumfries selalu bisa menjadi pilihan, tetapi Ronald Koeman memilih diam dan dikalahkan.
Selain itu, kekakuan lini pertahanan macam ini bisa menjadi ancaman tersendiri untuk jangka panjang tim "Oranye", mungkin tim ini tak pernah kekurangan nama-nama mentereng untuk mengisi pos-pos pertahanan, tetapi jelas generasi baru ini akan minim pengalaman kala pemain-pemain ini secara nyata dibutuhkan.
Bagaimanapun, mengikuti filosofi menyerang ala Belanda, mungkin karena hal ini Ronald Koeman cukup tak acuh dalam mengatur lini pertahanan. Benarkah demikian, lantas seberapa apik lini serang tim Belanda?
Lini serang ga karuan bersama Koeman
Sepanjang turnamen ini, tak bisa dipungkiri satu-satunya hal positif dari lini serang Belanda adalah keberhasilan Cody Gakpo dalam menjadi top skor turnamen. Akreditasi jasa Koeman untuk memungkinkan hal ini memang agak meragukan, tetapi rumit sekali jujur dalam menemukan prestasi Legenda Barca ini terkait lini depan.
Sama seperti lini pertahanan, permainan lini serang Ronald Koeman juga monoton, memang benar beberapa nama sempat dirotasi, tetapi khusus untuk Memphis Depay, mantan pemain Manchester United selalu berada di sana, meski bermain buruk sepanjang turnamen berjalan.
Lebih jauh lagi, mengutip dari media Belanda, Koeman cuman mengatakan, karena mereka sering membantunya di luar lapangan. Benar, manajer "Oranye" ini bisa dibilang kehilangan akal mengatakan hal semacam ini kepada media, bagaimana bisa memainkan olahraga dalam level tertinggi, tetapi masih menggunakan perasaan personal, harus dikatakan sangat tidak profesional.Â
Tidak berhenti di sini, puncak kecerobohan Ronald Koeman terjadi dalam pertandingan semifinal kemarin. Terlebih, ketika menggantikan Memphis Depay karena cedera dengan Joey Veerman (menit 35').
Tidak ada masalah dalam menggantikan pemain berbeda posisi, tetapi mengapa harus menggantikan pemain depan dengan pemain tengah, pembenaran macam apa harus diberikan Ronald Koeman, langkah ini terlampau tidak masuk akal.Â
Terlebih, manajer 61 tahun ini telah mencoba skema ini dalam babak grup, memainkan trio lini tengah Joey Vermaan, Tijjani Reijders, dan Jerdy Schouten bersamaan, tiga pemain dengan tipe sama, dan Koeman sendiri mengerti komposisi semacam ini tidak berjalan baik, karena hal ini skema permainan berubah.Â
Lantas berlandaskan hal apa Koeman harus kembali dengan skema "sampah" ini dalam pertandingan terpenting, sepanjang turnamen berjalan.
Lebih jauh lagi, Ronald Koeman bisa dibilang telah melecehkan lini serang tim Belanda, terlalu banyak kepentingan dan ego dalam diri sendiri, juga keterbatasan dalam eksplorasi kemampuan setiap pemain bisa menjadi dua alasan utama pria Belanda ini berhenti dari kursi kepelatihan.Â
Setelah semua, dengan permainan dini hari tadi, tim Belanda memang pantas merasakan kekalahan, mereka kalah dalam segala hal, termasuk penguasaan bola. Pertahanan tim ini cuma terlalu mudah dirobek, sementara lini serang kurang menggigit dalam transisi.Â
Tak bisa dipungkiri telah tersedia "pekerjaan rumah" terlampau besar setelah ini. Tentu, akan jauh lebih baik menjalani semua tanpa Ronald Koeman.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H