Mohon tunggu...
Hadenn
Hadenn Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Football and Others

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Pilihan

Menelusuri Bermacam Jalan Menuju Kesejahteraan dalam "Ekonomi Baru"

24 Juni 2024   17:19 Diperbarui: 24 Juni 2024   17:51 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Justinus Lhaksana (Youtube/KuY Entertaiment)

Ekonomi baru merupakan bentuk ekonomi dari setiap era terkini, menaruh fokus pada pembaharuan terhadap era sebelumnya. Perubahan semacam ini telah bergerak sejak lama, dan akan bergerak semakin cepat dengan perkembangan informasi dan teknologi.

Menelusuri kembali ratusan tahun lalu, suatu perusahaan bisa meraup keuntungan maksimal dari rempah-rempah, kemudian era berubah ke tambang sebagai energi menjadi komoditi paling seksi, lantas hari ini semua orang berpikir untuk memaksimalkan potensi digital dalam genggaman.

Satu hal menarik di era ini adalah semua orang bisa bergabung, berbeda dengan tambang atau rempah di mana cuma beberapa orang bisa bermain dalam lapangan, ekonomi baru berlandaskan digital bisa diikuti oleh semua orang.

Batasan bergabung dalam permainan ekonomi tergerus menjadi semakin kecil.

Meskipun, tak bisa dibantah akan sangat sulit untuk menemukan kesejahteraan semacam ekonomi berlandaskan tambang, atau bahkan rempah, tetapi ekonomi baru ini tak bisa dipungkiri jauh lebih adil. Dan, di sini kita akan dengan senang menelusuri bermacam jalan  dalam memenangkan "ekonomi baru" ini. 

Opini autentik berharga

Sebelum memulai semua ini kalian harus mengerti semua informasi merupakan komoditas, dan opini autentik terkait suatu hal tak bisa dibantah sangat berharga, termasuk opini diri kalian sendiri, memang benar mungkin tidak untuk hari ini. 

Namun, kita juga mengerti telah beredar ratusan band di luar sana, sudah mengudara jutaan lagu cinta di angkasa, tetapi mengapa cuma satu band atau satu lagu paling menggambarkan kisah kita. Ini merupakan opini autentik.

Memang tak bisa dibantah belum ada orang bisa menemukan nilai dari opini autentik kita, tetapi ini semua terjadi karena kita tidak tersedia di sana, mereka bahkan tidak pernah mendengar opini autentik kita. 

Lebih parah lagi, kalau kita lebih sibuk mengurusi orang asing ketimbang mencoba menjangkau mereka untuk mendengar opini autentik kita.

Bersamaan dengan itu, kita semua sadar opini autentik tidak bisa ditiru, dan mungkin benar tersedia bermacam opini autentik lebih baik dari kita, tetapi ciri khas tidak bisa ditirukan, tidak ada orang lain lebih baik dari diri kalian sendiri dalam mengantarkan opini autentik. Ini merupakan fenomena sama seperti Justinus Lhaksana. 

Tak bisa dibantah coach Justin bukan komentator sepakbola dengan opini terbaik, dia sendiri bahkan bukan pelatih bola. Akan tetapi, beliau bisa menjadi komentator bola termahal, dan ini semua karena opini autentik, cara beliau dalam menjelaskan sesuatu terkait hal-hal terjadi dalam lapangan. 

Benar, ketika komentator bola lain menaruh fokus dengan apresiasi terhadap semua pemain di atas lapangan. Di lain sisi, coach Justin mungkin juga turut mengapresiasi, tetapi dibungkus dengan komedi, juga sudut pandang lain di mana cuma kakek-kakek umur goban bisa memikirkan terkait hal tersebut.

Memperdagangkan penggemar

Dari poin pertama kita bisa mengerti, ketika semua orang mulai mengatur standar, bahkan ketika siniar, makanan, hingga kopi mulai terasa sama, di sini merupakan tempat untuk semua autentisitas berdiri sendiri. 

Benar, ketika rasa autentik mulai terjaga, kita bisa berbicara mengenai penggemar, sekumpulan orang tulus dengan niatan baik dan kesengajaan menebalkan dompet kalian.

Hal menarik di sini adalah tidak butuh menjadi Raffi Ahmad untuk mapan, kalian cuma butuh 1000 penggemar setia untuk bisa berhenti bekerja, butuh 10.000 penggemar loyal untuk memungkinkan hidup nyaman, dan 100.000 untuk bisa menjadi bebas secara finansial.

Tentu, perjalanan ini semua tidak mudah, terlebih semua orang bisa bergabung kapan saja dalam lapangan, dan tak bisa dipungkiri setiap orang memiliki perjuangan tersendiri. Karena inilah masa tengah kita hadapi, di mana setiap orang akan berkreasi atau berkonsumsi.

Menjadi dosen periklanan

Sejahtera di tengah dunia digital ini mudah, bahkan ketika status kita sendiri cuma orang biasa, kita masih bisa membeli jasa iklan media sosial untuk memperkenalkan diri sendiri dengan dunia luar sana.

Benar, kita cuma perlu membeli iklan senilai 1 rupiah, lantas memastikan akan kembali 2 rupiah dalam dompet. Tentu, hal semacam ini cuma memungkinkan dilakukan oleh seorang ahli dalam beriklan.

Kita semua memahami menjadi seorang ahli bukan hal mudah, tetapi begitu juga dengan bertahan dalam lubang kemiskinan. Ketika kalian memiliki semua masa hari ini untuk menjadi seorang ahli dalam bidang ini, lantas mengapa mengatakan tidak.

Bagaimanapun, kemampuan semacam ini juga tetap akan bertahan hingga akhir zaman, bahkan lukisan mahal juga butuh pemasaran tepat. 

Secara keseluruhan, "ekonomi baru" memang cukup berbeda dari ekonomi lama, tetapi justru di sini tempat kita semua belajar bersama. Belajar tentang berargumen, berdagang audiens, hingga periklanan media sosial, dan tepat ketika tiga ini berhasil dikuasai, bisa dibilang sudah aman itu kesejahteraan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun