Kemiskinan, salah satu problem belum terselesaikan di negeri ini, bukti ketika Tapera menjadi satu fenomena bisa dibilang realitas harus diterima oleh semua, terlebih gen z. Â Benar, karena ketidakmampuan generasi satu ini dalam membeli rumah pemerintah menerbitkan Tapera, berdasarkan logika ini secara tulus bisa dikatakan gen z miskin.
Kesejahteraan memang ada di mana-mana dalam gadget, tetapi sangat jauh dalam kehidupan sehari-hari generasi satu ini. Bukan cuma kesulitan membeli rumah, tetapi juga kesulitan persaingan mendapatkan pekerjaan menenggelamkan mereka.Â
Dari sini kita akan mencoba mengupas masalah rumit ini secara detail, kita akan dengan senang berusaha mengerti kesulitan dialami gen z, mengapa mereka begitu terjerembap dalam lubang kemiskinan, lantas kenapa dialami kemiskinan begitu melelahkan.
Lebih jauh lagi, kami akan memberikan contoh bermacam hal lebih baik untuk dihindari dalam mencapai kesejahteraan. Memang benar tidak menjamin keberhasilan, tetapi bisa dipastikan memperbesar peluang menuju ke sana.
Quarter life crisis
Memang benar semua generasi mengalami "quarter life crisis", sebuah fenomena di mana seseorang pada usia 20-an belum memastikan akan mengambil jalan hidup seperti apa. Mereka dilanda keraguan terkait jalan karier di tengah bermacam pilihan tersedia.
Di saat sama generasi ini menginginkan pencapaian luar biasa semacam mobil sport, atau tempat tinggal di tepi pantai. Namun, mereka juga merasa semua impian tidak memungkinkan dengan situasi ekonomi saat ini.
Selain itu, isolasi soal juga menambah masalah dalam "quarter life crisis" generasi ini, mereka mungkin memiliki sejumlah teman, tetapi kesulitan mendapatkan "teman baik". Beberapa dari mereka bahkan bukan "teman baik" untuk teman mereka sendiri.Â
Hal ini diperparah dengan perasaan berbeda dari lingkungan mereka tinggal, sikap semacam ini membuat mereka sulit diterima dalam sana. Di akhir, generasi ini mencari tempat pelarian di dunia online, mereka merasa lebih mudah bergaul di sana.
Tanpa keahlian
Kita semua tak bisa dibantah pernah merasa pintar, tetapi tidak merasa cukup untuk mengatasi suatu problem spesifik. Kalian cuma mengerti tentang semua teori, tetapi tidak dengan pengapilikasian dalam lapangan.
Benar, mungkin beberapa dari kita juga pernah merasa bisa karena membaca, tetapi realitas menunjukkan kalian kesulitan dalam mengingat hal-hal baru dipelajari. Ketersenjangan ini memang cukup tinggi, terlebih ketika kalian sendiri jarang belajar hal baru.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!