Mohon tunggu...
Hadenn
Hadenn Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Football and Others

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Membongkar "Ilmu Kaya" dari Orang Tua Berkecukupan (3/3)

23 Juni 2024   09:55 Diperbarui: 23 Juni 2024   10:00 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang pelari akan cenderung lebih berakselerasi ketika dilatih oleh mantan atlet lari, atau seseorang mengerti akan cara berlari ketimbang seseorang bukan dari kedua golongan tersebut. Hal sama terjadi dalam kehidupan, seorang anak akan cenderung bisa mengerti konsep finansial kala diajarkan seseorang berhasil dalam urusan finansial.

Dikarenakan urusan semacam finansial ini bisa dibilang intim, pelajaran pertama datang dari orang tua. Di sini juga perbedaan mendasar dibuat, bagaimana perbedaan ekonomi dari masing-masing orang tua mempengaruhi anak mereka.

Selain itu, tak bisa dipungkiri orang tua berkecukupan akan cenderung lebih cakap memberikan pelajaran terkait hal ini, sama seperti logika seorang pelari.  Mereka akan mengajarkan semua pengetahuan sebisa mungkin tanpa merasa keberatan.

Lebih jauh lagi, di sini kita akan membongkar tentang ini semua, jalan ditempuh oleh orang tua berkecukupan untuk mengajarkan anak mereka tentang uang, cara mereka dalam membuat ekonomi rumah tangga bertahan dan berkelanjutan. 

Prioritaskan mempekerjakan uang 

Sebagian besar dari kita tak bisa dibantah pernah mendengarkan promosi semacam "jangan bekerja untuk uang, biarkan uang bekerja untuk kita". Kutipan ini tidak salah, bahkan orang tua berkecukupan bisa dibilang hampir selalu mengimplementasikan hal ini terhadap anak mereka.

Orang tua berkecukupan membiarkan si anak membeli buku bacaan, atau mengikuti kelas perkuliahan tanpa batasan. Mereka mempekerjakan uang untuk membeli masa depan lebih baik, mengeluarkan untuk menghasilkan lebih besar di masa depan.

Sementara itu, orang tua miskin mengajarkan si anak menukarkan waktu dengan uang, mereka cenderung menghasilkan uang dengan cara semacam ini ketimbang menginvestasikan untuk hal-hal berguna dalam jangka panjang. Tak bisa dipungkiri pendekatan semacam ini membuat orang tetap miskin.

Orang tua miskin merasa butuh uang dalam jumlah besar untuk berinvestasi, sedangkan orang tua berkecukupan selalu mencari titik-titik kecil untuk menambah pendapatan pasif mereka. Dua pendekatan berbeda untuk direnungkan. 

Mengatasi masalah

Kita semua tahu mengatasi masalah merupakan jalan tercepat dalam memperoleh kesejahteraan, karena ini orang tua berkecukupan selalu mengajarkan bermacam-macam cara dalam mengatasi masalah kepada anak mereka. 

Sebagai contoh kita bisa sebutkan orang paling sejahtera di dunia mulai dari Elon Musk, Mark Zuckerberg, dan Jeff Bezos, mereka semua memperoleh kesejahteraan karena berhasil mengatasi masalah mendasar dalam kemanusiaan. 

Semakin besar masalah kemanusiaan diselesaikan, semakin besar pula kembalian diperoleh.

Hal ini sangat berbeda dengan mendapatkan gaji, karena hal ini bisa dibilang mengatasi masalah orang lain. Kalian mengerjakan satu hal terus-terusan, dan memang akan memperoleh penghasilan secara simultan, tetapi bukan semacam ini jalan ditempuh untuk mendapatkan kesejahteraan sungguhan.

Benar, orang tua miskin cenderung mengajarkan anak mereka untuk mendapatkan gaji bulanan sebesar mungkin, mereka menanamkan pemikiran menjadi seorang pekerja terbaik ketimbang seorang bos yang terbiasa dengan permasalahan mendasar dalam kemanusiaan.

Jalan menggunakan hutang

Orang tua miskin cenderung menutup semua jalan untuk anak mereka dalam berhutang, mereka sungguhan menggunakan segala cara, bahkan memasukkan agama untuk menutup jalan ini.  Padahal, kita semua tahu pinjaman tidak selalu buruk.

Begitu pun kata orang tua berkecukupan, mereka mengajarkan si anak tentang dua macam hutang; baik dan jahat. Orang tua berkecukupan terus terang tentang hutang jahat bisa membuat si anak sengsara, tetapi hutang baik bisa berkata lain.

Orang tua berkecukupan selalu mengajarkan si anak untuk membuat pinjaman baik, dalam artian mereka harus mengerti jalan ditempuh untuk menghasilkan uang lebih besar dari uang sudah dipinjam. Karena hal ini bank senang meminjamkan uang kepada mereka, orang tua berkecukupan bisa menjelaskan dengan jelas bagaimana uang ini akan dikembalikan. 

Begitulah cara orang membangun gedung pencakar langit. Mereka tidak mengeluarkan uang sendiri untuk membangun gedung, bahkan untuk tanah. Semua didanai dengan pinjaman. Bank yakin bahwa mereka [pengembang] mampu menjual atau menyewakan gedung tersebut dan mau mengambil risiko bersama mereka. 

Prinsip 80/20

Sebagian besar dari kita boleh jadi pernah mendengar tentang prinsip 80/20, di mana 80 persen hasil datang dari 20 persen usaha. Prinsip ini cukup terkenal dalam dunia bisnis, di mana pendapatan perusahaan datang dari 20 persen pelanggan mereka. 

Begitu juga dengan dunia pendidikan, 20 persen pelajar paling giat menghasilkan total 80 persen jawaban benar ketika ujian. Karena hal ini orang tua berkecukupan jarang mendorong anak mereka menaruh fokus pada sekolah, sebab menaikkan peringkat dari 5 ke 1 secara sederhana membutuhkan usaha terlalu besar, akan jauh lebih baik dialokasikan untuk hal lain lebih berguna.

Orang tua berkecukupan melihat nilai guna lebih besar, mereka merasa terdapat bermacam kegiatan di luar sana lebih bermanfaat ketimbang buku dan ujian di bangku sekolah. Konsep semacam ini pertama kali ditemukan dalam buku "The 4-Hour Workweek" oleh Tim Ferriss. 

Dengan demikian, perbedaan pola asuh ini tak bisa dipungkiri dapat berdampak signifikan pada masa depan keuangan si anak. Karena hal ini menjadi suatu hal mendesak untuk menanamkan pemikiran terbaik guna membantu si anak mengarungi masa depan mereka.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun