Mohon tunggu...
Hadenn
Hadenn Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Football and Others

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Carlo Ancelotti, Mengubah Tim Transisi Mencapai Glorifikasi!

2 Juni 2024   18:10 Diperbarui: 3 Juni 2024   10:30 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Benar, tanpa bermaksud merendahkan Dortmund atau Munchen, tetapi Man City bisa dibilang hambatan terbesar dalam memenangkan si Kuping Besar, mereka bermain begitu mendominasi hingga dibutuhkan adu penalti untuk melengserkan tim ini dari kompetisi.

AFP/GLYN KIRK 
AFP/GLYN KIRK 

Dalam pertandingan paruh pertama di Bernabeu, kedua raksasa bermain luar biasa, saling serang sejak menit pertama. Pertandingan berakhir sama kuat, sama-sama berhasil mencetak tiga gol. 

Paruh kedua di Etihad, Man City dengan sempurna mendominasi, tetapi Real Madrid berhasil mencuri keunggulan melalui Rodrygo, meski kemudian dibalas oleh Kevin de Bruyne. Kedua tim sama kuat hingga adu penalti, dan Andriy Lunin tampil sebagai pahlawan pada pertandingan kali ini, dua penyelamatan krusial melalui titik putih. 

Dari semua narasi ini, kita semua mengerti Real Madrid tidak memiliki sistem jelas, mereka beradaptasi terhadap situasi, kemudian selalu bersedia mengambil kendali kala kesempatan terbuka datang. Real Madrid cenderung mendominasi ketika bisa, tetapi ketika tidak memungkinkan, mereka tidak memaksa bermain dengan bola.

Permainan seperti ini mungkin sederhana, tetapi sungguhan dibutuhkan para pemain tengah cerdas untuk mengerti momen, kapan harus bertahan dengan rapat, kapan harus transisi, juga kapan harus bermain mendominasi dengan bola.

Sebagai contoh, Jude Bellingham dalam pertandingan biasa akan bermain sebagai nomor 10 berada di belakang Vini Jr dan Rodrygo, tetapi kala tim diharuskan bertahan dia selalu bermain rapat dalam formasi 4-4-2 di sisi kiri, memberikan penjagaan ganda terhadap penyerang kanan lawan. Kemudian, Jude akan kembali sebagai nomor 10 dalam transisi, dia harus sangat cepat berada di sana sehingga skema penyerangan tidak terbuang sia-sia. 

Terlepas dari semua, perubahan skema 4-4-2 menjadi 4-3--1-2 memang cuma transisi biasa, bukan pertama kali dalam dunia sepakbola. Akan tetapi, jalan ditempuh Carlo Ancelotti dalam membuat skema sederhana menjadi luar biasa tentu pantas diapresiasi, terlebih cara beliau dalam mengubah karakter tim.

Secara keseluruhan, jalan ditempuh Carlo Ancelotti dalam mengubah tim transisi mencapai glorifikasi patut diberikan apresiasi, beliau bukan cuma mengganti cara pemain bermain, tetapi juga jalan berpikir di atas lapangan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun