Dulu aku pikir kuliah penting! Ternyata tidak.
Memang kenapa kau berpikir seperti itu?
Yah! Lihat aku sekarang, sudah sarjana, dan menyesal. Padahal, dulu aku pengen betul diajar dalam perguruan tinggi.
 Nah! Ini peran masuk kampus, mengubah caramu dalam berpikir.Â
Mengambil dari dialog kecil di pos ronda stasiun Emtek kemarin, ketika bapak-bapak tanggung dan jempolan bapak-bapak berbicara.
Kita semua tahu guna menyongsong Indonesia Maju 2045 dibutuhkan sumber daya manusia yang terpelajar, luhur, adaptif, dan kolaboratif. Dengan ini cita-cita untuk menjadi berdikari dan memimpin poros selatan bisa segera terlaksana.Â
Berbagai kebijakan dari pemerintah pusat sudah digulirkan guna memungkinkan cita-cita mulia tersebut, termasuk penerapan program Wajib Belajar 12 tahun. Program ini dimaksudkan untuk mengangkat kualitas pendidikan, sehingga bisa cakap menanggapi kebutuhan industri.
Meski begitu, sebagai bagian dari pelajar tak bisa dipungkiri kita berharap lebih, bukan kepada program pemerintah, tetapi kepada diri kita sendiri. Ketika program diwajibkan 12 tahun, pasti kita berharap bisa meneruskan hingga 16 atau mungkin 18 tahun (lulus S2).
Sudah menjadi kebutuhan biologis manusia untuk menjadi unggul dibandingkan yang lain, ketika orang lain mendapatkan 80, tentu kita berharap untuk mendapatkan 85, 86, 87,88 .... Selalu berharap lebih tinggi, dan perasaan ini sangat bisa dipahami.Â
Secara alami manusia akan selalu berharap mendapatkan lebih.
Maka dari itu, ulasan ini dibuat, guna memberikan pandangan lain terkait pendidikan. Sebuah opini yang mungkin akan membuat diri sendiri menuntut lebih, juga beraksi lebih untuk kebaikan diri sendiri.
Kuliah penting untuk tiap orang.
Sebelum ini, kita harus bisa menerima sebuah fakta di mana kita semua orang biasa, termasuk sebagai penulis sendiri juga penulis biasa. Biasa di sini tidak jelek, tetapi juga tidak bagus, tepat berada di tengah-tengah pemikiran manusia secara umum.
Sekarang, kita harus berpikir sebagai orang miskin, terbawah dalam peradaban, bukan cuma soal material, tetapi juga pemahaman akan kehidupan. Meski begitu, kita tidak miskin pertanyaan di sini, selalu ada rasa ingin tahu berlebih.
Lalu, mengapa orang kaya hampir selalu berkuliah, mengambil pendidikan tertinggi yang sering dikatakan tidak penting.
Dari sini boleh jadi si Miskin mulai mencari seribu alasan untuk melindungi argumen, dan mereka pasti akan menemukan alasan itu. Sebuah alasan di mana mereka merasa aman untuk tidak mengambil pendidikan tinggi.
Sementara itu, ketika kita berpikir sebagai orang kaya, kita tahu benar kegunaan dari mengambil pendidikan tinggi. Kita sungguhan mengerti semua biaya dikeluarkan hari ini akan selalu kembali lagi nanti, tidak ada investasi bodong untuk edukasi, terutama dalam mengubah jalan berpikir seseorang.
Mengapa kuliah
Mengerti benefit masuk dalam perguruan tinggi memang agak rumit, terutama ketika tidak ada hati lurus untuk menempatkan diri dalam ruang tersebut. Bagaimanapun, esensi terpenting dari kuliah adalah ketika kita menikmati semua terjadi di dalam sana.
Selain itu, perguruan tinggi sendiri selalu bisa menjadi sumber ilmu pengetahuan yang bisa diandalkan, juga merupakan satu hal yang bisa membuat mesin pencarian Google menjadi pecundang. Benar, perguruan tinggi selalu bisa menghadirkan jurnal-jurnal yang tidak memungkinkan untuk diakses secara individual.
Tak berhenti di sana, perguruan tinggi juga pasti memberikan ruang untuk membaca jurnal, selalu akan ada perpustakaan di sana. Benar, perpustakaan milik perguruan tinggi, cenderung lebih spesifik, juga lebih lengkap dibandingkan perpustakaan daerah, atau bahkan nasional.Â
Perguruan tinggi juga tempat berkumpul semua kalangan, kita bisa mengenal berbagai macam orang, mulai dari kelas terbawah hingga teratas dalam peradaban. Mereka berkumpul di sini, saling mengenal dengan satu tujuan bersama, bukan kah konsep ini cukup indah dinikmati oleh semua.
Dengan demikian, sebagai mahasiswa sendiri kami tidak sepakat dengan perguruan negeri sebagai kebutuhan tersier, ini bukan kemewahan tapi kebutuhan untuk menjaga peradaban. Setiap anak berhak untuk menggerogoti bangku perguruan tinggi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H