Bundesliga sudah berakhir, setelah mengamankan gelar juara, Bayer Leverkusen tidak merasa puas, dan terus tak terkalahkan hingga mencatatkan diri sebagai tim pertama tanpa kekalahan sepanjang kompetisi berjalan pada (18/05/2024).
Dengan catatan segemilang ini, harus dikatakan bukan salah Bayern Munchen, tetapi boleh jadi memang Leverkusen melampaui standard juara musim ini. Mereka mencatatkan salah satu poin tertinggi dalam sejarah (90).
Catatan poin Leverkusen musim ini (90), cuma kalah dari Munchen 2012-13 (91).
Leverkusen satu ini bukan cuma menang, tetapi juga bermain bagus dengan pola menakjubkan dalam membangun serangan. Mereka memulai serangan dari kiper, perlahan ke depan, memanfaatkan semua pemain dalam skema, selalu mengincar gol, tipikal sepakbola modern.
Leverkusen mencatatkan tiga nama pemain sekaligus dalam daftar teratas, untuk urusan umpan sukses dalam permainan terbuka, Jonathan Tah (96,42), Granit Xhaka (92,72), dan Edmond Tapsoba (92,7).
Selain itu, Leverkusen juga tim dengan semangat tinggi, tak terhitung berapa kali mereka berhasil menang atau gagal kalah pada menit terakhir. Pembagian menit bermain yang merata juga cukup berpengaruh akan hal ini, sebab per hari ini, tidak ada pemain yang tidak puas dimasukkan pada menit (80+).
Mereka mendapatkan filosofi bermain, semangat juang tinggi, dan hasil pantas dalam setiap permainan. Ketiga faktor signifikan untuk memenangkan pertandingan, berhasil diamankan dengan maksimal, dan di sini semua akan dijabarkan.Â
Mendukung filosofi bermain
Dibandingkan dengan membahas filosofi bermain, di sini kita akan membicarakan tentang bagaimana Leverkusen mendukung eksistensi dari filosofi tersebut, karena sudah terlalu tersebar pembahasan terkait filosofi, tetapi tidak dengan cara mendukung filosofi bermain.
Mendukung filosofi bermain merupakan sama penting dengan filosofi itu sendiri, karena tanpa dukungan memadai permainan di atas lapangan tidak akan maksimal, hasil akan jauh lebih sulit untuk didatangkan.
Sebagai perbandingan, Arsenal merupakan salah satu tim dengan filosofi terbaik, mereka selalu menghibur pada setiap pertandingan, tetapi tanpa dukungan terhadap filosofi bermain, tim ini selalu berada di sana, tetap menjadi nomor dua di semua kompetisi.
Pemain semacam Eddie Nketiah, Reiss Nelson, Pablo Viera, Jakub Kiwior, hingga kegagalan mendatangkan striker dalam dua musim belakangan. Beberapa faktor ini bisa dijadikan sebagai contoh di mana manajemen tidak mendukung filosofi bermain tim. Mereka tidak menaruh usaha lebih untuk memaksimalkan potensi permainan setiap pemain.
Hal ini jauh berbeda dibandingkan dengan Leverkusen, mereka mendatangkan, juga mengeluarkan pemain sama cepat untuk memungkinkan ruang ganti nyaman dan aman, juga hasil maksimal setiap pertandingan.
Salah satu contoh terbaik adalah ketika mereka mendatangkan versi terbaik Granit Xhaka selama bermain di Arsenal, yang kini menjadi salah satu kepingan penting dalam tim. Salah satu pemain dengan menit bermain tertinggi selama musim ini (92%), dengan kemungkinan menjadi kesebelasan utama lebih tinggi (94%).
Dengan angka setinggi ini, bisa dipastikan setiap Leverkusen bermain akan selalu tersedia Granit Xhaka di atas lapangan.Â
Ini merupakan contoh kecil dari sedemikian tepat, keputusan manajemen tim, mereka bukan cuma menjual dan membeli pemain, tetapi juga memastikan pemain ini bisa bersatu dalam permainan, dan mendukung filosofi yang sudah dibangun.
Semangat juang tinggiÂ
Kalau kita takjub dengan Real Madrid yang hampir selalu berhasil memutarkan keadaan pada momen tersulit, maka Leverkusen bisa dibilang sebuah alternatif lain. Mereka selalu bisa memutarkan keadaan, bahkan di pertandingan biasa atau pertandingan yang tidak harus dimenangkan.
Terbaru, mereka berhasil menahan imbang AS Roma (2-2) pada leg ke-2 liga Eropa, dengan hasil tersebut Leverkusen lolos dengan agregat (4-2). Benar, mereka sungguhan bisa lolos jika skor masih 2-1, tetapi menolak untuk kalah dalam suatu pertandingan. Gol diletuskan oleh Josip Stanisic pada menit 90+7.
Gol Stanisic merupakan gol ke-17 Leverkusen sepanjang musim ini pada menit (90+).
Dibalik gol ini, Stanisic sendiri bukan pemain langganan bermain dalam tim, dia mencatatkan menit bermain (42% dari total pertandingan Leverkusen). Namun, justru dengan memasukkan pemain semacam ini drama memutar balikkan keadaan dimulai, mereka selalu berusaha lebih keras dalam mendobrak gawang ketika diberi kesempatan.
Semua ini tak lepas dari peran signifikan Xabi Alonso sebagai manajer, dia memberikan menit bermain dengan begitu adil hingga setiap pemain merasa termotivasi untuk memberikan lebih, semangat semacam ini yang secara tidak langsung menuntun kepada hasil di atas lapangan.Â
Secara keseluruhan, perjuangan tidak berhenti di sini, masih ada partai final liga Eropa pada Kamis (23/05/2024). Memang benar jika berjalan normal Leverkusen menjadi unggulan, tetapi semua masih bisa terjadi dalam sepakbola, dan Alonso paham betul terkait hal ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H