Pemerintah daerah juga diharapkan bisa satu suara dengan pemerintah pusat untuk menciptakan program bersama dan berkelanjutan. Misalnya, melalui program Bulan Cinta Laut yang digagas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Selain itu, komitmen pengurangan plastik perlu berakar dari setiap pribadi. Pilihan untuk dengan kesadaran penuh menolak kemudahan yang ditawarkan plastik adalah keputusan sesaat yang memiliki dampak berkelanjutan. Usaha pribadi dapat dimulai dengan menekan penggunaan plastik sekali pakai.
Sebagai pekerja seni, membuat film juga bisa dijadikan media untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terkait isu plastik. Melalui film dokumenter Pulau Plastik (2021), sebagai contoh, penonton secara terang-terangan diajak menelusuri jejak sampah plastik hingga masuk ke dalam piring kita.
Melalui sampah plastik yang ditemukan di pantai, pesisir, dan laut tak lepas dari plastik yang telah diproduksi dan dibuang sembarangan puluhan tahun lalu. Beberapa jenis plastik ramah lingkungan juga masih terdiri dari komponen sulit terurai.
Secara global, serial Netflix Broken berjudul Recycle Sham, mereka juga menarasikan tentang pilihan daur ulang tidak selalu berdampak baik. Daur ulang plastik bisa menimbulkan masalah lain, seperti masalah kesehatan, pencemaran lingkungan, dan pemborosan energi.
Dalam konteks kesehatan, misalnya, Human Rights Watch berhasil memaparkan dengan jelas bahwa bahan kimia dalam debu dan asap selama proses daur ulang membahayakan pekerja di sana, juga kesehatan masyarakat sekitar.
Bukan cuma dari kacamata lingkungan, persoalan sampah plastik di laut turut berdampak pada ketahanan pangan nasional. Seperti kita tahu kontaminasi plastik dan mikroplastik di laut akan mengganggu ekosistem dalam sana, bahkan berpotensi mematikan ekosistem.
Padahal, laut berpotensi besar menjadi penopang pangan di masa mendatang. Laporan The 2022 Edition of The State of World Fisheries and Aquaculture -- Towards Blue Transformation mengatakan laut bisa menjadi penopang ketercukupan pangan dunia.
Populasi dunia yang terus bertambah mendorong lonjakan produksi makanan akuatik sebesar 15% pada tahun 2030. Hal ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan protein sehat dan bergizi. Ketergantungan manusia terhadap laut pun semakin tinggi. Di Asia, makanan akuatik menjadi sumber protein hewani utama, menyumbang separuh dari total kebutuhan. Hal serupa juga terjadi di Indonesia.
Semua juga berkorelasi dengan jumlah tangkapan produk laut di Indonesia yang terus meningkat setiap tahun. Pada tahun 2020, angka tangkapan mencapai 6,43 juta ton, naik 7,5% dibandingkan dengan dekade 2010-an. Bahkan, jika dibandingkan dengan empat dekade lalu, produksi bahan pangan akuatik Indonesia dari laut telah melonjak hampir empat kali lipat.
Kenaikan ini menunjukkan peran penting laut dalam menyediakan sumber protein bagi masyarakat. Namun, peningkatan eksploitasi laut juga perlu diimbangi dengan upaya menjaga kelestarian ekosistemnya. Praktek penangkapan ikan yang berkelanjutan dan pengelolaan sumber daya laut yang bertanggung jawab menjadi kunci untuk memastikan kelestarian laut dan keberlanjutan produksi makanan akuatik di masa depan.