Di tengah konten toleransi antar agama gencar dikonsumsi selama ramadan, bahkan untuk beberapa konten bisa mengubah kehidupan tokoh agama secara signifikan, tetapi justru tak bisa dipungkiri konten terkandung di sana masih sangat dibatasi.Â
Terlebih, agama lain selain Kristen, sulit ditemukan di luar sana, terutama tentang Yahudi, semenjak minim pengikut dalam sana.
Dari sini kami dengan senang memutuskan, untuk mengetahui lebih lanjut tentang agama mendominasi Nobel penghargaan ilmu pengetahuan. Terutama bagaimana mereka memandang permasalahan, juga mungkin kesalahpahaman yang harus dihentikan di sini.
Lebih jauh lagi, tak ada kesalahan di sana untuk saling mengetahui, bahkan menurut pandangan Islam kita semua diciptakan untuk saling mengenal satu sama lain, tertulis jelas dalam alquran.Â
Terlebih, penganut Yahudi juga hidup berdampingan dengan kita di sini, tak kurang dari 5000 penganut berkumpul dalam satu komunitas di Sumatera diakui, juga dilindungi oleh negara.
Mukjizat dan rasionalitas
Kita semua tahu konsep mukjizat merupakan peristiwa luar biasa, di mana tuhan memberikan keistimewaan untuk para utusan-Nya.
Namun, di sini menurut pandangan rabbi Musa bin Maimun lebih menekankan tentang rasionalitas untuk mendampingi konsep mukjizat. Mereka mempercayai tuhan tidak akan pernah melanggar sifat, yang ia tetapkan, cuma untuk mengistimewakan utusan yang di akhir memang manusia.Â
Lebih jauh lagi, mukjizat dalam Yudaisme memang masih dipahami sebagai peristiwa di luar hukum alam, tetapi tetap tidak bertentangan dengan hukum alam. Mereka lebih mendorong umat untuk mencari makna dan pesan spiritual di balik peristiwa tersebut, bahkan hingga hari ini para filsuf dan sarjana Yahudi masih berdiskusi dan berdebat tentang interpretasi mukjizat dalam kitab suci, ini menunjukkan tradisi intelektual dan rasionalitas sangat dijunjung tinggi di sini.
Misal, kisah 'manna' (makanan dari langit) yang diberikan Tuhan kepada Bani Israel, Â selama perjalanan mereka di padang gurun. Â Peristiwa ini bisa dilihat sebagai mukjizat. Namun, para komentator Yahudi juga bisa menawarkan penjelasan rasional.
Manna bisa dikatakan sejenis lumut yang tumbuh secara ajaib di padang gurun, yang memenuhi kebutuhan gizi bangsa Israel. Â Penjelasan ini tak terbantahkan tidak mengurangi keajaiban dalam peristiwa tersebut, tetapi justru menunjukkan bagaimana Tuhan bisa memberikan nikmat melalui proses alamiah.
Spiritualitas YahudiÂ
Dari sini menurut pandangan Yahudi Sefardi, agama ini berpusat pada tindakan dan perilaku individu, terlebih untuk menjalani hidup sesuai dengan ajaran kitab suci (ajaran Taurat) dan hukum-hukum Yahudi (halakha).
Di samping itu, ajaran ini juga menekankan hubungan pribadi antara individu dengan Tuhan, terlebih tentang doa sebagai praktik penting yang memungkinkan seseorang untuk berkomunikasi dengan Tuhan, mencurahkan isi hati, juga memohon ampunan serta petunjuk.
Terpenting di antara semua, spiritualitas Yahudi mendorong keseimbangan antara iman dan akal budi. Terlebih, dorongan kuat untuk mempertanyakan, belajar, dan mendiskusikan ajaran agama mereka. Diskusi dan pemikiran kritis ini tidak dilihat sebagai ancaman terhadap iman, tetapi justru sebagai cara untuk memperdalam pemahaman dan memperkuat keyakinan.
Kerasukan dan Makhluk Gaib
Tradisi Yahudi memiliki sejarah panjang dan kaya dengan cerita tentang kepemilikan, yang kita tahu sebagai kerasukan dan makhluk gaib. Cerita-cerita ini telah berkembang selama berabad-abad, juga mencerminkan berbagai pengaruh tentang budaya dan agama dalam sana.
Dalam Yudaisme, konsep kepemilikan atau kerasukan dipandang cukup berbeda dibandingkan dengan kebudayaan lain. Di sini lebih menekankan semua sebagai penyakit fisik, gangguan metal, atau perilaku aneh. Rabbi lebih menyarankan untuk mendatangi psikolog dibandingkan dengan pemurnian rohani.
Di lain sisi, konsep gaib memiliki cukup banyak kesamaan, di mana malaikat, serta jin masih ditugaskan sama dengan kebudayaan lain. Meski, Yahudi memiliki Golem, salah satu Legenda atau cerita rakyat yang diciptakan untuk melindungi umat dari penganiayaan.
Pandangan tentang Akhirat
Berbeda dengan agama lain yang memiliki gambaran detail tentang surga dan neraka, Yudaisme lebih fokus pada konsep perbaikan jiwa dan hubungan dengan Tuhan di masa depan. Mereka betulan tidak memberikan perhatian tentang kehidupan setelah meninggal, semua biar diserahkan kepada tuhan.
Lebih jauh lagi, Yudaisme lebih menekankan tentang signifikasi menjalani kehidupan mulia dan bermakna di dunia ini. Konsep akhirat tidak akan pernah menjadi fokus utama ajaran agama. Dengan berbuat baik, serta mengikuti ajaran Tuhan, umat percaya mereka akan mendapatkan ganjaran di akhirat, tanpa memusingkan bentuk ganjaran dalam sana.
Semua ini terjadi karena pandangan akhirat memang tidak pernah secara eksplisit dijabarkan dalam Taurat (lima kitab suci pertama dalam agama Yahudi). Konsep ini lebih banyak dikembangkan dalam tradisi lisan, teks-teks rabbinik, dan pemikiran para filsuf Yahudi, yang di akhir lebih menekankan pada pemasrahan diri.
Setelah semuanya, pandangan Yudaisme tak bisa dibantah merupakan salah satu konsep agama luar biasa, terutama setelah mengenal ajaran lebih dalam ke sana. Tentu, artikel di sini juga tidak bisa mewakili semua aliran Yahudi di luar sana, bahkan aliran di sini saja belum bisa dipaparkan semua, terutama tentang wanita atau konsep lain yang sama signifikan di luar sana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H