Spiritualitas YahudiÂ
Dari sini menurut pandangan Yahudi Sefardi, agama ini berpusat pada tindakan dan perilaku individu, terlebih untuk menjalani hidup sesuai dengan ajaran kitab suci (ajaran Taurat) dan hukum-hukum Yahudi (halakha).
Di samping itu, ajaran ini juga menekankan hubungan pribadi antara individu dengan Tuhan, terlebih tentang doa sebagai praktik penting yang memungkinkan seseorang untuk berkomunikasi dengan Tuhan, mencurahkan isi hati, juga memohon ampunan serta petunjuk.
Terpenting di antara semua, spiritualitas Yahudi mendorong keseimbangan antara iman dan akal budi. Terlebih, dorongan kuat untuk mempertanyakan, belajar, dan mendiskusikan ajaran agama mereka. Diskusi dan pemikiran kritis ini tidak dilihat sebagai ancaman terhadap iman, tetapi justru sebagai cara untuk memperdalam pemahaman dan memperkuat keyakinan.
Kerasukan dan Makhluk Gaib
Tradisi Yahudi memiliki sejarah panjang dan kaya dengan cerita tentang kepemilikan, yang kita tahu sebagai kerasukan dan makhluk gaib. Cerita-cerita ini telah berkembang selama berabad-abad, juga mencerminkan berbagai pengaruh tentang budaya dan agama dalam sana.
Dalam Yudaisme, konsep kepemilikan atau kerasukan dipandang cukup berbeda dibandingkan dengan kebudayaan lain. Di sini lebih menekankan semua sebagai penyakit fisik, gangguan metal, atau perilaku aneh. Rabbi lebih menyarankan untuk mendatangi psikolog dibandingkan dengan pemurnian rohani.
Di lain sisi, konsep gaib memiliki cukup banyak kesamaan, di mana malaikat, serta jin masih ditugaskan sama dengan kebudayaan lain. Meski, Yahudi memiliki Golem, salah satu Legenda atau cerita rakyat yang diciptakan untuk melindungi umat dari penganiayaan.
Pandangan tentang Akhirat
Berbeda dengan agama lain yang memiliki gambaran detail tentang surga dan neraka, Yudaisme lebih fokus pada konsep perbaikan jiwa dan hubungan dengan Tuhan di masa depan. Mereka betulan tidak memberikan perhatian tentang kehidupan setelah meninggal, semua biar diserahkan kepada tuhan.
Lebih jauh lagi, Yudaisme lebih menekankan tentang signifikasi menjalani kehidupan mulia dan bermakna di dunia ini. Konsep akhirat tidak akan pernah menjadi fokus utama ajaran agama. Dengan berbuat baik, serta mengikuti ajaran Tuhan, umat percaya mereka akan mendapatkan ganjaran di akhirat, tanpa memusingkan bentuk ganjaran dalam sana.