Bayern Munchen sekali lagi harus menerima kekalahan, kali ini menghadapi Lazio dalam babak 16 besar liga Champions, dua kekalahan dalam pekan yang sama, sulit rasanya mengingat kapan terakhir kali tim ini menjadi lebih hancur dari sekarang.
Di samping itu, kekalahan ini juga dibarengi dengan permainan yang sangat membosankan, catatan hanya satu tembakan mengenai target dalam dua pertandingan terakhir, juga nol tembakan mengenai target dalam laga dini hari tadi, tentu banyak menjelaskan mengenai hal itu.
Setelah pertandingan tadi, semua tanggung jawab terlihat mengarah menuju Tuchel sebagai manajer, dia dianggap tak mampu membawa tim ini bermain di level tertinggi. Sebenarnya, tidak ada salahnya di sana, mengingat bagaimana mantan manajer Chelsea itu berkontribusi secara langsung dengan tim, dia dapat semua pemain yang diinginkan, tidak alasan untuk tidak menang.
Terlepas dari semua itu, Bayern Munchen bukan tim yang sama ketika memenangkan treble, tim ini masih jauh berada di bawah level itu, kita juga harus sepakat untuk ke sana butuh waktu. Masalahnya, mengapa proses sekarang, dengan semua materi yang ada tidak akan membawa tim untuk menuju ke sana.
Kreativitas dalam bermain
Bayern pernah menjadi tim yang tak akan kehabisan ide dengan semua masalah untuk menembus pertahanan lawan, mereka selalu menemukan cara untuk bermain ofensif lebih baik dalam lapangan. Meski, kita semua tahu tim ini dari masa ke masa selalu menemui keterbatasan.
Sebenarnya, dengan materi tim sekarang kita tidak pernah kekurangan pemain kreatif untuk diturunkan, nama selayaknya Jamal Musiala, Thomas Muller, hingga Leroy Sane yang sudah terbukti bisa bermain aktif menyelesaikan peluang dalam sepertiga akhir lapangan.
Masalahnya, semua itu seolah hilang sekarang. Dengan cederanya Kingsley Coman dan Serge Gnabry, Tuchel memutuskan merotasi semua pemain kreatif, Musiala yang sebelumnya menjadi pusat permainan bermain di kiri, Sane yang sebelumnya di kiri digeser ke kanan. Seharusnya, tidak ada yang salah di sana, mengingat mereka pemain dengan level tertinggi, kedua kakinya bisa digunakan sama baiknya, tetapi entah mengapa perubahan ini tidak berjalan sekarang.
Dalam permainan tim sekarang, Musiala terlalu sering mengambil langkah ragu dalam bermain, terkadang terlalu memusat bertabrakan dengan posisi Muller, kadang terlalu melebar yang membuat dirinya sendiri kesulitan dalam mengolah bola. Sedangkan, Sane bisa dibilang tidak ada masalah, dia sudah membuktikan dirinya bertahun-tahun sebagai pemain serba bisa, tetapi dengan Mazroui sebagai bek kanan, terlihat kurang menyatu secara permainan.
Ketiga bek sayap yang seadanya
Kita tahu bagaimana Bayern Munchen selalu punya dua bek sayap kelas dunia, yang selalu bisa beradaptasi dan berkontribusi dalam berbagai situasi. Tim ini pernah punya Pavard dan Lucas, di mana keduanya bisa bermain secara optimal sebagai bek sayap maupun tengah, keduanya sama baiknya dalam memainkan skema melebar dan menusuk. Lebih jauh lagi, tim ini pernah punya Philipp Lahm bersama dengan David Alaba.
Sementara itu, sekarang terlihat hanya Joshua Kimmich pemain yang mampu bermain optimal sebagai bek sayap dalam melebar maupun menusuk, tetapi tim jelas lebih membutuhkannya untuk bermain double volante bersama dengan Goretzka.
Kedua bek sayap paling sering diturunkan Guerrero dan Mazroui. Sebenarnya, tidak seburuk yang kita pikirkan, mereka bisa berkontribusi dengan kerja keras mereka, tetapi untuk mengikuti permainan level tertinggi sepertinya dua pemain ini sudah mentok. Bagaimana Mazroui selalu tidak terhubung dengan Sane bermain di kanan, juga Guerrero yang selalu meninggalkan banyak ruang untuk dieksploitasi, Tuchel tahu betul akan hal itu.
Karena itu, sang Manajer mendatangkan Sacha Boey ke sini, memecah rekor transfer musim dingin klub. Masalahnya, Boey ini juga ternyata tidak sesuai dengan ekspektasi, bagaimana dia bermain melawan Leverkusen kemarin sulit untuk dideskripsikan hingga membuat manajer kembali memainkan duet Guerrero dan Mazroui.
Kecerdasan dalam memilih pemain
Kembali dengan Sacha Boey, tidak diragukan pemain satu ini menambah stastistik salah beli yang dilakukan oleh manajer. Selain itu, musim dingin kemarin dia juga mendatangkan Erik Dier, yang dimainkan di laga leverkusen, sama baiknya selayaknya Boey hingga manajer sadar tidak memainkannya kembali.
Terlepas dari musim dingin kemarin, tim juga tidak memiliki pemain yang bisa diharapkan memberikan kejutan, mengubah permainan. Kita bisa melihat bagaimana frustasinya Tuchel, di mana dia hanya bisa memasukkan Tel dan Choupo-Moting untuk menentukan masa depannya.
Sebenarnya, dua pemain ini pernah terbukti bisa bermain baik, apalagi Tel bisa dipastikan ada talenta mengejutkan dalam sana. Masalahnya, dalam beberapa bulan terakhir entah bagaimana kedua pemain ini kesulitan memberi kontribusi, terlihat tidak ada sebuah keinginan lebih diri, apalagi kepercayaan diri dalam bermain.
Setelah semuanya, dengan semua kenyataan yang ada, kualitas pemain menurun, Â juga ketidakmampuan dalam merekrut pemain yang tepat. Secara telak, membuat tim jatuh dengan sendirinya, bisa dibilang Tuchel turut berpartisipasi dalam semua masalah ini. Bagaimanapun, dia masih seorang manajer, tentu ada bagian di mana dia yang bermasalah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H