Ruang ganti selayaknya bom waktu, siap meledak dengan banyak sumbu yang bisa dinyalakan siapa saja .... tidak juga.
Kita semua tahu dalam skuad Manchester United kemarin, tidak ada nama Marcus Rashford di sana, sengaja tidak dibawa bersama tim.Â
Erik ten Hag menjelaskan semuanya hanya masalah privat, sudah ditangani oleh klub, mencoba tertutup dengan media.
Namun, dunia sudah berubah kalau tidak diberi tahu, justru akan terbongkar dengan sendirinya. Benar saja, bersamaan dengan statementnya masalah privat itu semakin diketahui semua orang.
Rashford diskors karena masalah indisipliner, pemain lebih memilih pergi malam ke bar, dibandingkan dengan menjaga tubuh mencapai tingkat kebugaran untuk bisa dimainkan.
Seperti yang kita tahu ten Hag merupakan manajer tangan besi, melihat bagaimana dia menangani kasus ini tentu menimbulkan pertanyaan besar di kalangan penggemar.
Bagaimana ten Hag mulai kehilangan kekuatan, atau justru belajar dari pengalaman. Di sini akan dijawab tentang semuanya.
Kehabisan kartu untuk dimainkan
Normalnya, seorang manajer sepakbola memiliki dua pemain untuk mengisi satu posisi dalam susunan kesebelasan. Begitupun juga dengan Manchester United, di awal musim.
Masalahnya, dengan segala permasalahan internal, ketidakstabilan politik dalam klub. Tak terbantahkan sudah memperlambat pergerakan manajemen tiap bursa transfernya.
Semua ini membuat ten Hag kembali berakhir dengan skuad yang tak berbeda jauh dari beberapa tahun terakhir, dengan beberapa pemain yang sama toxicnya.
Selain kasus kemarin, ambil saja contoh Martial, mantan striker Prancis ini sudah bertahun-tahun bertahan dalam tim mengenakan nomor 9, tanpa memberikan kontribusi yang harus dijalankan.