Mohon tunggu...
Haerul Said
Haerul Said Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Kesuksesan terbesar adalah sadar dari mana, di mana dan ke mana hendak melangkah haerulsaid14@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Hingga Syair bagai Perjalanan

4 Januari 2014   10:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:10 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_303719" align="aligncenter" width="611" caption="sumber foto : koleksi Pribadi, dari perangkat mobile yang melenakan"][/caption]

Getar-getir melompong, menyeruak menghiasi pagi hingga petang dan malam hari, besok pun tetap begitu, berjalan tertatih-tatih menyelinap dibalik ranting-ranting rezeki yang meluber hingga kadang tak cukup sadar bahwa rezeki itu sudah cukup, lalu dicarilah hingga ke setiap sudut kota, sela-sela laci hingga pada angin yang berpadu dengan aroma jeritan.

Duhai kakek, saat dikau berpesan bahwa umur sudah kian dekat namun hasrat itu terus merenggang, dan kini tahun pun berganti menoleh percikan-percikan kembang api malam pergantian tahun.

Kakek, setiap langkahmu mencatat rekaman kehidupan bangsa ini, menelusuri setiap hasrat dan cita-cita bangsa ini, lalu mencoba menarik cucumu untuk memperhatikan langkah-langkah itu, bukan cuma memperhatikan lalu melongo begitu saja. Namun sayang, cucumu ini hanya terkesima dengan iklan-iklan yang berjejeran di balik setiap langkah, dan ketika kakek menampilkan makna kami hanya sibuk pada teknologi yang kian hari kian menghipnotis serta membebali pikiran menjadi nihil dan absurd, maka pantaslah cucumu ini banyak yang loncat dari gedung-gedung tinggi membuka gerbang dunia lain.

Di sudut lain, cucumu ingin terbang seperti dalam iklan-iklan yang selama ini menjadi objek perhatiannya, bukan melangkah dengan langkah ikhlash kakek, cucumu sangat bercita-cita merealisasikan khayali, dan suatu ketika khayali tak mampu bersanding dengan realitas materi yang ada maka cucumu pun bermain dengan cara khayali-nya sendiri, apalagi ketika sudah berkenalan dengan unsur-unsur kimia pendukung kesenangan khayali, mabuk, teler, blepotan hingga realitas tubuh tak mampu membendung derasnya unsur-unsur kimia, Overdosis....miris dan bahkan sadis...

Duh kakek, langkahmu makin terlunta-lunta seorang diri, sementara cucumu ini makin asyik dengan petasan malam tahun baru kemarin, dan masih terngiang bagaimana bahan lentur itu begitu elastis membuat tawa iblis makin renyah.

Oh..Kakek, mungkin saja kakek akan lebih lama umurnya dibandingkan dengan yang muda ini, sebab kakek berkarakter kuat namun akhirnya ada keterbatasan, sedangkan cucumu ini akibat bangga dengan ke-semu-an tapi tetap ngotot dengan ego tinggi, bahkan identitas sebagai bagian dari bangsa sangat redup, esok hari bisa saja akan lupa mengeja huruf  INDONESIA, saking gaulnya dieja ENDONESY, atau jangan-jangan tak pernah tahu lagi siapa pendiri bangsa ini, siapa presiden pertama bangsa ini...

Oh...Kakek..,hiruk pikuk metropolitan nampaknya akan menghapus setiap langkahmu, semoga masih ada cucu-cucumu yang lain peduli dan peka dengan fenomena ini...hingga syair bagai perjalanan menyentil, merobek, meremas pikiran dan hati serta menendang tepat di jiwa mereka. Sebab mungkin saat itu hanyalah Syair sebagai senjata yang tersisa. Seperti iklan-iklan dengan syair-syair yang menghipnotis selama ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun