Mei 1998, Kekacauan dimana-mana, penjarahan membuat ekonomi tersentak, harga barang melejit, mata uang Rupiah, kebanggaan kita tak berdaya, lemah lunglai melawan US Dollar, mata uang Amerika Serikat punya. Seketika rutinitas masyarakat terhenti, tak berdenyut sama sekali, semua dalam ketakutan yang amat sangat, pilihan cuma dua ikut dalam aksi huru hara atau diam dirumah.Â
Semua yang terjadi ditahun 1998 terjadi karena krisis ekonomi 1997, krisis multi efek ini meruntuhkan sebuah orde, 32 tahun orde baru berada, runtuh seketika dan lenyap perlahan karena robohnya tiang ekonomi kita, stabilitas sistem keuangan benar-benar merubah sebuah bangsa.
Tapi bangsa yang bijak adalah bangsa yang belajar dari masa lalu, kekalahan Baht mata uang Thailand membuat runtuh ekonomi kawasan, dipelajari dan semua negara yang pernah krisis mencoba bertahan. Waktu berjalan, 10 tahun kemudian, krisis kembali terjadi, kali ini di negara maju, dimulai dari runtuhnya Lehman Brothers, yang menjalar ke negara-negara Eropa.Â
Krisis ini disebut dengan subprime mortgage yaitu dimana kredit perumahan di AS diberikan kepada debitur-debitur yang memiliki portofolio kredit yang buruk sehingga terjadi gagal bayar. Ekonomi melambat, negara-negar G8 seketika merasakan pertumbuhan ekonomi hingga minus. dunia mulai mencari sistem seperti apa yang dapat menstabilkan sistem keuangan.
Makroprudensial
Stabilitas Sistem Keuangan adalah stabilitas sistem keuangan merupakan suatu kondisi yang memungkinkan sistem keuangan nasional berfungsi secara efektif dan efisien, serta mampu bertahan terhadap kerentanan internal dan eksternal sehingga alokasi sumber pendanaan atau pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional.Â
Sementara, sistem keuangan didefinisikan sebagai suatu sistem yang terdiri atas lembaga keuangan, pasar keuangan, infrastruktur keuangan, serta perusahaan nonkeuangan dan rumah tangga yang saling berinteraksi dalam pendanaan dan/ atau penyediaan pembiayaan perekonomian. Â (Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 16/11/PBI/2014 tanggal 1 Juli 2014).
Untuk menjaga stabilitas sistem keuangan  diperlukan kebijakan makroprudensial yang didefinisikan sebagai kebijakan yang bertujuan untuk membatasi risiko dan biaya dari krisis sistemik (Galati G , and Richhild M., 2011) . Dampak sistemik seperti sebuah bank yang tak mampu menjaga Kebijakan makroprudensial lebih berorientasi pada sistem secara keseluruhan.Â
Dengan demikian, fokus kebijakan makroprudensial tak hanya mencakup institusi keuangan, namun meliputi pula elemen sistem keuangan lainnya, seperti pasar keuangan, korporasi, rumah tangga, dan infrastruktur keuangan. Di Indonesia sendiri menjaga Stabilitas Sistem Keuangan merupakan otoritas Pemerintah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Bank Indonesia.Â
Ketiganya memiliki wewenang spesifik dan saling bekerja sama. Dimulai pada tahun 2003 Bank Indonesia membentuk Biro Stabilitas Sistem Keuangan (BSSK) yang perannya kemudian digantikan oleh Departemen Kebijakan Makroprudensial (DKMP) inilah awal mulanya kebijakan Makroprudensial di Indonesia.
Kebijakan makroprudensial yang dilakukan oleh ketiga pemegang otoritas tersebut adalah kebijakan yang berorientasi pada sistem, bertujuan melihat sistem keuangan secara keseluruhan melalui pendekatan yang bersifat top-down. Dengan pendekatan top-down (dari atas ke bawah) dan diambil didasarkan pada hasil analisis secara komprehensif terhadap kondisi makroekonomi dan dampaknya pada seluruh risiko dalam sistem keuangan, termasuk korelasi antara risiko sistemik, dinamika pasar, dan pilihan kebijakan yang akan dilakukan.Â
Karakteristik kebijakan ini menjawab kebutuhan akan adanya suatu pendekatan yang bersifat agregat dalam menciptakan stabilitas sistem keuangan. Dengan demikian, kebijakan makroprudensial dengan pendekatan top-down akan melengkapi kebijakan mikroprudensial yang difokuskan pada pendekatan bottom-up (dari bawah ke atas) melalui analisis yang lebih mendalam atas risiko institusi keuangan secara individual (idiosyncratic risk). Kebijakan makroprudensial bertujuan untuk membatasi kemungkinan kegagalan finansial yang berdampak signifikan terhadap sistem keuangan atau mencegah terjadinya risiko sistemik (Crockett, 2000).Â
Kebijakan makroprudensial juga melengkapi kebijakan moneter. Kebijakan moneter yang difokuskan pada stabilitas harga dan perekonomian secara makro tidak secara langsung bisa menjangkau permasalahan di level mikro sistem keuangan. Pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa kondisi krisis dapat terjadi(IMF, 2013a) untuk itu kita harus yakin pada sistem ekonomi kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H