Sebelumnya saya ucapkan selamat kepada Ahmad Heryawan dan Deddy Mizwar yang telah memenangi perhitungan cepat pilkada Jabar, dengan perolehan suara 30 persen lebih. Dengan perolehan suara diatas 30 persen maka dipastikan Aher dan Demiz terpilih sebagai pemenang satu putaran.
Kembali ke judul, besok, majalah Tempo akan mengeluarkan judul berita yang menohok cagub petahana. "Runyam Aher, Bank Dibobol" judul yang akan memantik kontroversi baru usai pilkada Jabar.
Bank Jabar Banten (BJB) berasal dari nasionalisasi salah satu perusahaan milik Belanda yang berkedudukan di Bandung yaitu NV Denis (De Erste Nederlansche Indische Shareholding). Bank ini menjadi sumber petaka dari terseretnya dua perusahaan yang berlokasi di Surabaya dan Sukabumi, dan menurut majalah Tempo dua-duanya berkorelasi tak langsung dengan Ahmad Heryawan sebagai pemegang saham mayoritas Bank Jabar Banten.
Informasi ini berasal dari timeline salah satu redaktur Tempo:
Tersebutlah PT Cipta Inti Parmindo yang bertempat di Surabaya, dimiliki seorang bernama Yudi Setiawan. Januari 2011, Yudi berkenalan dengan Ahmad Fathanah (AF) dan Elda Adiningrat. Fathanah adalah orang dekat Luthfiah Hasan Ishaaq (LHI) mantan presiden PKS.
AF dan LHI kini sudah ditangkap KPK karena kasus suap impor daging sapi, Elda dicekal KPK dan jadi tersangka kasus kasus dugaan penyelewengan kredit modal di Bank Bank Jabar
Banten (BJB) oleh kejaksaan. AF,LHI dan Elda mengaku kepada Yudi bisa membantu muluskan kredit di BJB.
Yudi saat itu ajukan kredit 76M dengan agunan yang sebenarnya meragukan. Aneh bin ajaib, kreditnya malah disetujui 250M oleh BJB. Yudi menceritakan kuncinya suksesnya adalah lobi intensif dengan petinggi PKS. Ia misalnya rajin bertemu AF dan LHI. Dalam satu pertemuan LHI bahkan tawarkan kredit hingg 500 M. Dalam pertemuan itu, LHI,AF & yudi rancang dana tambahan untuk garap proyek lain senilai 3T di kementerian dan daerah yang dipimpin kader PKS. Yudi mengutip Presiden PKS: sekarang saatnya mencari dana untuk Pemilu 2014.
Kemudian LHI telp gub Jabar sebagai kuasa pegang saham terbesar BJB. Bicara ditelpon, Gub Jabar janji temukan Yudi dengan Komisaris BJB untuk bicarakan kredit baru tsb. Dari 250M kredit BJB yang cair 100M. Uang dipakai untuk suap “dewa2” penolong. Sebagian bukti transfer+foto2 rapat mereka dimuat di majalah Tempo.
Sekarang beralih kisah dari sukabumi. PT Alpindo Mitra Baja ajukan kredit 38,7M kepada BJB. Dalam akta kredit, uang akan dipakai sebagai pinjaman kepada karyawan yang bernaung di bawah Koperasi Bina Usaha, anak usaha Alpindo BJB. Tapi ada yang aneh: data gaji karyawan dimarkup, pegawai bergaji 1,2 juta disebut berpenghasilan 3,8 juta. Kinerja perusahaan disemir biar bonafid. Uang yang akhirnya cair tak ditransfer kepada karyawan melainkan manajemen koperasi.
Sejumlah karyawan memberikan keterangan ON THE RECORD kepada Tempo: mereka tak terima uang dalam jumlah semestinya. Ada yang terima utuh, tapi ada juga cuma beberapa ratus ribu sebagai uang tutup mulut.
Bank Indonesia mengendus kredit ini dan menyimpulkan “Ada masalah dlm penyaluran kredit”.
Jadi pertanyaan Mengapa pinjaman bisa cair? Sekali lagi, menurut Tempo ini permainan para petinggi PKS. PT Alpindo misalnya dimiliki oleh Ayep Zaki, seorang simpatisan PKS. Ayep bersahabat degan Yudi Widiana Adia, anggota DPR PKS. Sejumlah pejabat BJB mengeluh kpd Tempo, mereka kerap diintervensi. Ayep sering bawa nama petinggi PKS.
“Intervensi” yang paling terasa adalah ketika BJB RUPS luar biasa untuk tentukan direksi. Gub Jabar (kuasa pemegang 38,26% saham) paksakan dua nama meski menurut fit&proper tes mereka bukan yang terbaik bagi BJB. Perlawanan datang dari para bupati, pemilik saham minoritas di BJB. Herman Sutrisno, Walikota Banjar misalnya mengancam akan tarik dana daerahnya jika kedua kandidat terpilih BJB. Tapi para bupati kalah suara. Keduanya terpilih. Kepada Tempo, Herman memberikan kesaksian yang mengejutkan: salah satu direksi yang dijagokan adalah yang setujui kredit Alpindo.
Semua pihak yang dituding dikonfirmasi dan menyangkal cerita Tempo, namun kasus ini sudah masuk KPK. Mari istighfar, wassalam.
Demikianlah resensi yang dibuat majalah Tempo untuk mewarnai kemenangan Ahmad Heryawan. Jika dilihat peran Aher hanya dalam bentuk "intervensi" bukan pengambil keputusan, yang dalam hal ini kewenangan dewan direksi, dalam perbankan masalah seperti ini diperlukan kecakapan manajemen yang handal untuk menetralisir dampak, karena BI pasti mengawasi. Lain halnya jika kredit ini memang sengaja dibuat untuk dimacetkan, bermasalah dan bakal logistik kepentingan kelompok tertentu.
Mungkin dunia sedang jungkir balik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H