Dalam postingan sebelumnya, saya sudah menjelaskan bahwa pada semester I tahun 2017, daya beli masyarakat tidak mengalami penurunan, hanya saja mengalami perlambatan. Akan tetapi, meskipun sekarang ini sudah memasuki bulan ke empat semester dua, gema penurunan daya beli masyarakat masih santer terdengar di mana-mana, terutamanya di berbagai sentral perdagangan tradisional.
Dalam beberapa hari terakhir, sering muncul judul dibeberapa media online yang memberitakan keluhan sepinya pembeli di beberapa pasar, salah satunya yang berjudul "Pedagang Jatinegara Keluhkan Sepinya Pembeli" yang dimuat di republika.co.id. Dalam artikel tersebut terdapat beberapa wawancara dengan pedagang di Pasar Jatinegara. Awan, seorang pedangang beras mengeluhkan sepinya pembeli. Hal senada dikeluhkan oleh Anda, seorang pedagang daging sapi. Dia mengeluhkan merosotnya pendapatan, bahkan kadang-kadang bisa tidak membawa pulang apa-apa.
Pada tanggal 14 Juli 2017, situs berita solopos.com juga memuat artikel yang berjudul "Pedagang Pasar Mengaku Sepi Pembeli, BI Sebut, Daya Beli Belum Tentu Turun". Memang jika kita merujuk pada data yang ada, daya beli masyarakat untuk saat ini tidak mengalami penurunan, hanya mengalami sediki perlambatan. Lantas, apa yang menyebabkan para pedagang di berbagai pasar tradisional mengeluhkan sepinya pembeli?
------ 0 --- 0 ------
Awalnya, menjamurnya jual-beli online disinyalir memberikan andil yang bersar terhadap sepinya pembeli di pasar-pasar tradisional maupun pusat-pusat perbelanjaan. Berbagai alasan seperti praktis, pilihan lebih banyak, takperlu tawar-menawar dan lebih murah merupakan daya tarik untuk lebih memilih berbelanja online. Terlebih lagi keamanan dan tingkat kepercayaan konsumen terhadap toko-toko online semakin hari semakin tinggi. Hal ini membuat jual-beli online semakin digemari oleh masyarakat, terutamanya kalangan muda.
Akan tetapi, meskipun secara kasat mata aktivitas jual-beli online telah menjamur ditengah-tengah masyarakat milenia, survei membuktikan bahwa kontribusi jual-beli online terhadap seluruh aktifitas perdagangan hanyalah sebesar dua persen. Dua persen merupakan angka yang masih tergolong kecil untuk menggoyahkan aktifitas perdagangan diberbagai pusat-pusat perbelanjaan tradisioanal. Lantas, ke mana perginya para konsumen?
Disaat keluhan sepinya pembeli di pasar tradisional santer terdengar, beberapa perusahaan ritel seperti Indomart, Alfamart, Hero, KFC, dll mengalami peningkatan penjualan.
Berikut adalah data beberapa ritel modern yang dilansir dari katadata.com pada semester I tahun 2017:
- Penjualan bersih Indomaret naik 8,8 persen, dari 29,12 triliun menjadi 31,69 triliun rupiah.
- Penjualan bersih PT. Sumber Alfaria Sentosa (pemilik gerai Alfamart dan Alfamidi) pada semester I tahun 2017 mengalami peningkatan sebesar 13,58 persen dibanding semester I tahun 2016 (dari 26,8 triliun menjadi 30,5 triliun rupiah).
- Laba bersih Hero Supermarket meroket hampir empat kali lipat dibanding semester I tahun 2016, dari 19,9 milyar menjadi 71,38 milyar.
- Pendapatan Matahari juga mengalami peningkatan sebesar 10,76 persen dibanding semester I tahun 2016.
- Penjualan Fast Food KFC di semester I tahun 2017 tumbuh sebesar 12,7 pesen dibanding semester I tahun 2016.
Berdasarkan fenomena dan diperkuat dengan data-data diatas, secara dini dapat disimpulkan bahwa mulai adanya pergeseran trading yang dulunya berpusat di pasar-pasar tradisional maupun kios-kios konvensional, sekarang sudah berpindah ke toko-toko ritel modern. Dalam kurun waktu beberapa tahun belakangan ini, masyarakat cenderung lebih suka berbelanja di pasar-pasar modern dari pada pasar-pasar tradisional. Fenomena ini perlu mendapatkan perhatian serius dari pemerintah. Jika dibiarkan begitu saja, tinggal menunggu waktu saja pasar-pasar tradisional ataupun pedagang-pedangan kecil mengalami gulung tikar.
Berbagai kelebihan yang ditawarkan oleh minimarket ataupun supermarket mampu menarik para konsumen secara masive. Kenyamanan dalam berbelanja, harga yang jelas dan lebih murah, banyaknya pilihan produk, dan kebersihan yang terjamin merupakan nilai plus yang ditawarkan oleh toko-toko ritel modern. Sekarang ini, tak jarang kita melihat orang-orang datang ke minimarket hanya untuk membeli sebungkus rokok atau sebotol air mineral. Padahal lima tahun lalu, orang-orang masih membanjiri kios-kios samping rumah ataupun pedagang asongan untuk membeli rokok atau air mineral.
Lengkapnya produk yang ditawarkan oleh minimarket ataupun supermarket menjadi ancaman tersendiri bagi para pedagang di pasar-pasar tradisional. Sekarang ini, konsumen lebih memilih membeli daging sapi, daging ayam, ataupun sayaur-sayuran di minimarket dari pada harus panas-panas datang berbelanja ke pasar tradisional. Tak khayal jika sekarang ini banyak keluhan sepinya pembeli di pasa-pasar tradisional. Hal ini dikarenakan para konsumen sudah mulai bergeser ke minimarket maupun supermarket.