Pada tanggal 7 Agustus 2017 Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan II tahun 2017. Tercatat pada triwulan II tahun 2017 perekonomian Indonesia mengalami pertumbuhan sebesar 5,01 persen dibanding triwulan II tahun 2016 (y-on-y). Laju pertumbuhan triwulan II tahun 2017 (y-on-y) memang mengalami perlambatan jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi di triwulan II tahun 2016 (y-on-y) yang mencapai 5,18 persen.
Lantas apakah ini merupakan suatu sinyal bahaya terhadap perekonomian Indonesia?
Jika kita menengok data pertumbuhan ekonomi sejak tahun 2014 sampai dengan semester I tahun 2017, angka 5,01 persen masih tergolong laju pertumbuhan yang cukup tinggi, meskipun tidak sesuai dengan target yang giinginkan pemerintah. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi adanya sedikit kemelencengan dengan apa yang telah ditarget pemerintah, salah satunya yaitu terlambatnya pencairan APBN yang berdampak pada tertahannya pengeluaran konsumsi pemerintah. Hal itu terbukti dengan menurunnya laju pertumbuhan komponen Pengeluaran Pemerintah sebesar -1,93 persen dibandingkan triwulan II tahun 2016.
Akan tetapi, menurut Berly Martawardaya ekonom asal INFEF memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan III Â akan kembali merangkak naik. Â Itu dikarenakan sebagai imbas pergeseran pencairan anggaran belanja pemerintah yang seharusnya cair di triwulan II ke triwulan III. Berly memperkiranakan pertumbuhan ekonomi pada triwulan III bisa mencapai 5,2 pesen.
Apakah Daya Beli Masyarakat Indonesia Mengalami Penurunan?
Di acara Forum Merdeka Barat 9 yang digagas Kominfo hari Sabtu (12/08) lalu, Kepala BPS Kecuk Suhariyanto memaparkan bahwa daya beli masyarakat pada triwulan II tidak mengalami penurunan, akan tetapi mengalami perlambatan. Kata "perlambatan" mempunyai arti yang berbeda dengan "penurunan".  Kata "perlambatan" mengindikasikan bahwa masih terjadi pertumbuhan akan tetapi tidak setinggi bulan lalu atau periode waktu tertentu lainnya. Sementara kata "menurun" konotasinya negatif, yang berarti bahwa pertumbuhannya dibawah 0 persen atau minus.Â
Dalam kasus ini, berarti pada triwulan II tahun 2017 daya beli mayarakat Indonesia yang dicerminkan oleh Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga tetap mengalami pertumbuhan, yaitu sebesar 4,95 persen (y-on-y). Akan tetapi besaran laju pertumbuhannya mengalami perlambatan jika dibanding triwulan II tahun 2016 yang sebesar 5,04 persen. Atau dengan kata lain laju pertumbuhan Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga mengalami perlambatan 0,9 persen dibanding tahun sebelumnya.
Mengapa Daya Beli Masyarakat Indonesia Mengalami Perlambatan?
Menurut M. Sairi Hasbullah (Deputi Statistik Sosial BPS RI) adanya pergeseran pola konsumsi masyarakat kalangan menengah atas ditengarai menjadi salah satu faktor penyebab perlambatan daya beli masyarakat di triwulan II 2017. Hal itu tercermin dari menurunnya angka penjualan mobil dan perumahan. Akan tetapi hal sebaliknya justru dialami oleh sektor penyokong pariwisata seperti perhotelan dan rumah makan. Berdasarkan data yang bersumber dari Berita Resmi Statistik Pariwisata yang dirilis setiap pertengahan bulan oleh BPS, di semester satu tahun 2017, rata-rata tingkat hunian kamar hotel lebih tinggi dibandingkan di periode yang sama tahun 2016.Â
Selain itu, laju pertumbuhan PDRB Sektor Penyedia Akomodasi dan Makanan pada triwulan II juga mengalami pertumbuhan yang lumayan besar yaitu 5,07 persen. Itu semua menandakan bahwa pola konsumsi masyarakat terutama masyarakat kalangan menegah keatas mulai mengalami pergeseran dari konsumsi kebutuhan sehari-hari ke keperluan wisata.
Selain itu, kecenderungan masyarakat menengah keatas untuk menahan konsumsinya dan memilih untuk menyimpan uangnya di bank juga menjadi salah satu faktor menurunnya laju pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga. Berdasarkan data simpanan di perbankan menunjukkan adanya kenaikan dana pihak ketiga (DPK) sebesar 11,18 persen (y-on-y ) pada periode tahun 2017 sampai dengan bulan Mei. Ini menunjukkan bahwa adanya kekhawatiran masyarakat terhadap ekspektasi masa depan, baik itu di bidang ekonomi, politik maupun sosisal.
Gaji Pegawai Negeri Sipil yang tak kunjung naik dalam dua tahun terakhir, Nilai Tukar Petani (NTP) yang terus mengalami penurunan dalam beberapa bulan terakhir, dan menurunnya upah riil buruh tani dan bangunan membuat daya beli masyarakat mengalami perlambatan. Petani dan buruh yang mayoritas merupakan golongan masyarakat menengah bawah dari segi ekonomi terus terdesak. Upah riil mereka terus menurun. Mereka hanya dapat mengandalkan program bantuan pemerintah untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari mereka. Diperparah lagi dengan naiknya komoditas strategis masyarakat seperti Tarif Dasar Listrik (TDL).
Apakah Dampak Melambatnya Laju Pertumbuhan Daya Beli Masyarakat?
Jika dilihat dari segi makro ekonomi, sampai saat ini pertumbuhan ekonomi Indonesia masih dominan disumbang oleh pengeluaran konsumsi rumah tangga dengan porsi sebesar 55,61 persen dari total PDB Indonesia. Sedangkan untuk sisanya dibagi kepada Pengeluaran Lembaga Non Profit Rumah Tangga (LNPRT), Pengeluaran Konsumsi Pemerintah, Pembentukan Modal Tetap Bruto, dan Ekspor Impor. Jadi tak dapat dipungkiri lagi jika terjadi perlambatan daya beli masyarakat, maka pertumbuhan ekonomi pun kemungkinan besar ikut melambat.
Akan tetapi ketergantungan yang terlalu besar terhadap pengeluaran Konsumsi Masyarakat untuk perekonomian jangka panjang tidak terlalu baik. Perekonomian yang terlalu bergantung kepada pengeluaran konsumsi rumah tangga sangat riskan akan guncangan ekonomi di masa mendatang.
Seiring dengan adanya perlambatan Pengeluaran Konsumsi Masyarakat, ada hal positif terlihat di Pembentukan Modal Bruto laju pertumbuhannya mengalami peningkatan cukup besar. Di triwulan II tahun 2017 laju pertumbuhan Pembentukan Modal Bruto adalah 5,35 persen, jauh mengalami peningkatan dibanding di triwulan yang sama tahun lalu yang hanya mengalami pertumbuhan 5,06 persen. Meningkatnya laju Pembentukan Modal Tetap bruto diharapkan dapat menguatkan fondasi perekonomian Indonesia dalam jangka panjang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H