Mohon tunggu...
Muhammad Hadziq Averroes
Muhammad Hadziq Averroes Mohon Tunggu... Lainnya - Santri SMPIT/Pondok Pesantren Insan Madani Banjarmasin

Tertarik menulis ketika berumur 9 tahun dan terus belajar menulis lebih baik. Pada usia 11 tahun menerbitkan sebuah novel sederhana "Play Armada".

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Warrior's Path 4

28 Agustus 2024   06:56 Diperbarui: 28 Agustus 2024   06:58 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malamnya. Malam musim gugur terasa dingin, berkali-kali angin menerjang dan membuat lebih dulu kebas. Kami berempat berdiri 50 meter jaraknya dari pagoda di setiap mata angin, sedang sensei berdiri di salah satu sudut dalam area segi empat ini. Ia mengepalkan angannya dengan jari tengah dan manis terangkat.

"MURABBA'" ia tiba-tiba memekik, dan seketika, sebuah kubus ungu terbentuk di sekitar kami, terus naik dan mempertegas setiap sisinya, hingga sempurna mengungkung seluruh pagoda dan sekitarnya.

"tidak sulit" ucap sensei, "area ini akan mengecil setiap saat, semua yang berada di dalam dapat keluar, tapi semua yang diluar tidak dapat masuk, ini akan memaksa kali untuk bergerak lebih cepat, masing-masing dari kalian mendapatkan satu kunai  dan mulai ketika shurikenku mengenai lapangan" belum selesai kalimatnya, benda baja itu sudah melambung.

Shuriken itu memantulkan cahaya kecil seperti sebuah bintang yang jatuh ketika ia berbalik. Aku menguatkan langkah, berusaha sefokus mungkin. Ini adalah kompetisi malam tahun baru yang kedua kalinya, dan aku akan menorehkan sejarah sebagai dengan dua kali berturut-turut menjadi pemenang.

Trek, set,set.

Dalams edetik langkah terpacu. Kelin dan Kiato melempar kunai terlebih dahulu, mendahului kami beberapa meter, sedangkan aku dan Denki memacu langkah lebih cepat untuk mendahului mereka berdua.

Walaupun tangkas, Kerlin tidak pandai memanjat ia tertahan di teras karena kesulitan mencapai lantai pertama melalui atap, Kiatolah yang memimpin. Aku melentingkantubuhmeraih tepian atap dan menarik naik, perjalanan naik lebih suit dari pada turun. Lantai ketiga, posisi tepat berada di bawah Kiato.

Aku tersenyum, ia membiarkan posisinya menjadi sangat mudah nuntuk diserang. Aku melemparkan kunai kesisi perutnya yang terbuka ketika ia menyeimbangkan diri.

Set.

Tendanganku tepat mengenai sisi yang kuinginkan. Tubuhnya jatuh sambil memekik "Mara!" aku tertawa kecil, tapi KIato berhasil mempertahankan diri di lantai tiga, posisi kami hanya berturkar. Tapi kubus ungu itu sudah berusaha mendahului Kiato, ia berada tepat diatas batas kubus, Kerlin sudah tereliminasi.

Aku kembali naik, lantai empat dan lima lebih mudah untuk dipanjat serta lantai-lantai atas, kompetisi ini selalu tahu siapa pemenangnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun