Mohon tunggu...
Muhammad Hadziq Averroes
Muhammad Hadziq Averroes Mohon Tunggu... Lainnya - Santri SMPIT/Pondok Pesantren Insan Madani Banjarmasin

Tertarik menulis ketika berumur 9 tahun dan terus belajar menulis lebih baik. Pada usia 11 tahun menerbitkan sebuah novel sederhana "Play Armada".

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Warrior's Path 1

6 Juli 2024   06:00 Diperbarui: 6 Juli 2024   06:15 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

Angin berjalan-jalan mengelilingi tempat itu, sinar matahari menngikut bersamanya. Dedaunan di awal musim gugur yang sejuk mulai berguguran, membuat tikar coklat yang tidak akan pernah ditemui di musim manapun.

 Lapangan batu itu sepi, terlebih, karena hanya ada satu orang saja yang mendiaminya. Dengan sebuah pohon beringin berumur awal ribuan tumbuh di salah satu sisinya, lumut sehijau daun merayapi batu batunya. Kecuali area kecil di bagian tengah. Sebuah simbol klan Ma un tercetak di atasnya dengan bertahtakan Lapis Lazuli dan Zamrud. Sangat eksotis dan langka.

“haah~” Qanae menghembuskan napasnya diantara lubang pada topeng besinya. Pelindung wajah yang menggambarkan bagaimana ia sebelum tragedi menyiksa ‘itu’.

Ialah satu-satunya orang yang ada disana, menggunakan pakaian kimono hitam yang dimodifikasi, memiliki pelindung pada bahu dan dadanya, meng-kilatkan sinar dari atas. Di depannya, tergeletak katana dengan saya yang lebih hitam dari malam.

Srak.

Daun-daun beringin disana bergesekan, sekelompok murid bediri di sekitarnya dengan kusarigama tergenggam di kedua belah tangannya. Sekali lagi, angin membelai ujung-ujung pakaian mereka.

“kau pikir apa yang dia lakukan disana Mara” kata Kiato sambil menoleh pada Amara di sampingnya, mereka berdua mengamati Qanae beberapa belas meter di depan mereka.

“entahlah, dia hanya duduk diam tanpa bergerak selama kurang lebih sepenggalah matahari, waktu kita tidak banyak” Amara menjawab. Dia dan Kiato adalah murid dari orang yang tengah sibuk duduk ditengah sana, tanpa bergerak. Hari ini adalah ujian terakhir untuk maju ke Tsani, tingkat beladiri bersenjata kedua, jika lulus. Masih ada seseorang lagi.

“serang?” Tanya Kiato, mengalihkan pandangannya kedepan kembali.

Amara mengangguk, mengangkat sebelah tangan, kemudian menggenggamnya dengan erat.

Srak, Trang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun