Mohon tunggu...
Muhammad Hadziq Averroes
Muhammad Hadziq Averroes Mohon Tunggu... Lainnya - Santri SMPIT/Pondok Pesantren Insan Madani Banjarmasin

Tertarik menulis ketika berumur 9 tahun dan terus belajar menulis lebih baik. Pada usia 11 tahun menerbitkan sebuah novel sederhana "Play Armada".

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Golden Revolver (Bagian I)

30 Desember 2023   14:00 Diperbarui: 8 Januari 2024   16:43 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

GOLDEN REVOLVER.

Merupakan senjata jarak jauh yang menjadi legenda, karena terbuat dari emas asli 24 karat. Berdaya tembak luar biasa bak meriam, dan telah di incar lebih dari ratusan tahun tanpa henti, tidak ada yang tahu siapa pembuatnya, tapi pastilah sangat hebat. Perhatian dunia jatuh pada senjata ini ketika pertama kali masuk surat kabar golongan pertama di dunia di penembakan massal sebuah peternakan. Tetapi keasliannya diragukan dan disembunyikan dunia, padahal nyata adanya, hanya sedikit berbeda…...

21.38. Estimasi 12 menit.

Dari sebuah CCTV di sudut pasar gelap. Di depan toko emas penyeludupan terbesar sepasar gelap, orang itu mengangkat senjata legenda di tangannya, mengarah lurus pada pegawainya yang tertekuk di lantai pengap, dua rekannya terkapar dengan darah membuncah di dahi mereka dari satu peluru yang sama. Teriakan-teriakan busuk terlempar, omong kosong tak berguna dan bentakan, berbekal Golden Revolver di tangannya mensenyapkan keadaan, hingga menyisakan udara dingin dari ventilasi. Dia membentak lagi dengan ancaman serapahnya, dia seorang perampok amatir, dan perampok amatir cukup untuk menarik pelatuk dengan mudah. Dengan jengkel, moncong pistol semakin lurus pada dahi pegawai terakhir sebelum dia sendiri bertindak.

Tek, suara sepatu kets.

Perampok amatir berbalik dengan gugup tak lepas lengannya mengarah.

Duk, sebuah tendangan.

Dia memegangi pergelengan tangannya, rasa sakit keras menyelubungi tubuh, beberapa saraf sekaligus terjepit oleh pergelanngan tangan yang bergeser. Kilatan-kilatan pantulan dari badan revolver ditimpa cahaya temaram lampu 10watt, benda itu berputar di udara belum di tangkap. Akhirnya jatuh di tangan orang ketiga, dia berjubah hitam legam hampir seperti bayangan, lalu wajahnya di tutupi lempengan emas yang membentuk wajah, pada sudut dahi kirinya tercetak timbul ‘Kor’. Sikapnya tenang ketika menerima Golden Revolver dengan tangan kanan terangkat juga bersarung tangan hitam.

“ikuti kalimat ku atau semua tamat” ancamnya dengan sangat tenang, pedagang dan pembeli pasar gelap yang sudah berkerumun, menyaksikn dengan bibir tergiggit, hati menebak-nebak dan mata terbelalak. Suasan tenang lebih tenang dari sebelumnya, seolah-olah semua berhenti untuk sejenak.

“brengsek” pekik perampok amatir, lalu menerjang. Sebuah pukulan melesat. Tapi mudah di tepis, tubuhnya terhuyung maju dan ‘Kor’ memukul tulang lawannya dengan siku. Keras, menggumpalkan darah di tenggorok. Berbalik bersama lambaian kaki menyepak belakang kepala, kembali berdarah. Perampok amatir terkapar lalu mati. Orang kedua maju setelah mencabut sebilah belati, tusuk ke arah perut. Di hindari, dengan tarian kaki oleh orang bertopeng itu, menyepak lalu mengalungkan lengan ke leher dan sebuah gerakan membanting menghancurkan tulang tengkorak. Orang kedua terkapar tidak jauh dari kaki Kor. “jangan ada yang melawan, aku tidak berurusan dengan kalian para tikus got yang bau. Tidak berani muncul di kehidupan umum dan memilih menjadi orang bau”.

Pembeli dan pedagang pasar gelap terhasut, berbagai senjata mereka panggul, gergaji, tangan kosong, pisau, belati dan parang bahkan sepucuk pistol berjenis G18. Mereka menerjng besamaan bak pasukan.

DOR!

Langkah-langkah itu terhenti bersamaan, mata si pegawai emas terbelalak. Darah meleleh dari bahu, di terkapar. “sudah lihat kan, simple kan. Sekarang beri aku jalan, sebelum kalian semua kutarik habis ke bawah matahari” senyap, tetesan air, senyap kembali. Akhir ‘tikus-tikus got’ itu menyingkir, mereka bukan lawan dari keperkasaan Kor. Dia melangkah pelan meninggalkan aura yang begitu mengerikan di lorong pasar gelap. Pintu tidak terlalu jauh dari tempatnya berdiri, tapi. “serbu” “maju” “habisi” pekikan segera bergelora. “cih, mereka tidak mudah di kendalikan apa boleh buat” dia mendesis seperti ular. Golden Revolver hendak dia acungkan, dan kekuatan mitikal berkumpul di tangan kirinya untuk menghabisi semua orangan-orang yang menghalangi langkahnya. “kor, jangan!” suara itu terdengar dari earphone di telenganya. “Addes” Kor berbisik kepada hatinya. “jangan, tugasmu hanya mengambil Golden Revolver dan kembali. Ketua Erlan tidak akan senang mendengarnya” Addes memperingati. Bersama erangan kesal dia harus mengikuti nasihat rekannya.

Tangan kiri Kor melambai ke atas, Mittikal-nya aktif. Sebelas topeng emas melayang di atas tanah setinggi tubuhnya. Lalu terbentuk ke bawah jubbah hitam. Semua orang terdiam oleh sihir itu. Sihir yang juga legenda entah apa namanya. Terdengar menyemprot kabut hitam yang pekat mengaburkan pandangan. Perlahan mulai menghilang bersama manekin-manekin itu, dan Kor sudah tidak terlihat.

21.44. Estimasi 6 menit.

Langkah panjang Kor bergema di tangga besi spiral menuju lantai -1. Jubbah hitamnya melambai-lambai tertiup angin ventilasi, Golden Revolver sudah bersarung digantikan revolver biasa di tangan kiri. Pasalnya dia terluka pada sebelah tangan, tidak parah tapi benar-benar hampir melukai urat nadi, Mitikal yang di keluarkannya melebihi dosis aman perhari, 18 poin Mitikal.  8 poin ia gunakan untuk kelancaran misi di awal, dan sebelas baru saja di gunakannya, lebih satu. Teringat ia bagaimana Addes mewanti-wanti agar jangan sekali-sekali mencoba melebihi dosis.

Poin Mitikal sendiri adalah jumlah titik dalam tubuh di mana partikel Mitikal lebih banyak berkumpul, bila satu saja poin over dosis, maka ada pembuncahan di dekat poin Mitikal, perlu waktu agar poin Mitikal itu kembali sembuh seperti semula.

Brak. Pintu teralis Kor hantam dengan kakinya. Lantai -1 adalah lantai judi terbesar, tapi keadaan tidak seperti yang di duganya. Ada pasukan yang juga menunggui dirinya, sangat cepat, berdiri berbaris-baris.

BERSAMBUNG…

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun