Mohon tunggu...
Hadiyan
Hadiyan Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar Universitas Muhammadiyah Jakarta Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam

Minat pada Studi Islam dan Sosial

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Pohon Ibadah

17 Februari 2024   09:45 Diperbarui: 17 Februari 2024   09:51 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu cara menjelaskan hal ‘ibadah’ adalah menamsilkannya dengan ‘pohon’. Kami menyebutnya ‘pohon ibadah’. Sebagaimana sebuah pohon yang memiliki tiga bagian penting : akar, batang, dan buah, maka demikian juga ‘ibadah’. Adalah Imam Ibn Qayyim al-Jauziyah dalam kitabnya Madarij al-Salikin yang menginspirasi hal tamsilan ‘pohon ibadah’ ini. Beliau rahimahullah membahas ibadah dengan judul sirr al-ibadah (rahasia ibadah) yang berisi tiga hal pokok dalam ibadah, yaitu ghayat al-ibadah (tujuan ibadah) , haqiqat al-ibadah (hakikat ibadah), dan ashl al-ibadah (dasar ibadah). Dalam konteks ‘pohon ibadah’ tiga pokok ibadah ini, ditamsilkan sebagai berikut : tujuan ibadah adalah buah pohon ibadah itu sendiri, hakikat ibadah adalah batang pohon ibadah, dan dasar ibadah adalah akar pohon ibadah itu. Ketiganya diuraikan di bawah ini.

Pertama, buah ibadah yang adalah tujuan ibadah. Beliau mengatakan bahwa tujuan dari ibadah adalah mengenal Allah (ma’rifat al-Lah). Mengenal Allah menjadi buah ibadah oleh karena menjadi tujuan dari ibadah yang dikerjakan, sebagaimana tujuan dari kita menanam sebuah pohon, misalnya, adalah supaya kita mendapatkan buah yang ranum lagi banyak. Rasa ada yang kurang, jika sebuah pohon yang ditanam, belum kunjung berbuah. Mengenal Allah, menurut Ibn Qayyim adalah dengan cara mengenal sifat-sifat Allah dan terdorong untuk meneladani sifat-sifatnya ini yang tersimpul dalam ‘nama-nama(Nya) yang baik’ (al-asma al-husna), seperti Yang Maha Penyayang (al-rahman), Yang Maha Pengasih (al-rahim), Yang Maha Pemaaf (al-‘afw), dan seterusnya. 

Manakala ibadah yang kita lakukan menjadikan kita terus berhias dengan sifat-sifat Allah ini, maka ibada kita tersebut, nyata ada hasilnya, atau tercapai tujuannya. Jelaslah ibadah yang dilakukan membuahkan akhlak-akhlak luhur dalam kehidupan shari-hari. Hadis menegaskan takhallaqu bi akhlaqi ‘l-Lah, ‘berakhlaklah kamu dengan akhlak Allah’. Tapi sebaliknya, meski kita ada beribadah, atau boleh jadi secara kuantitatif banyak, namun usai ibadah tidak menjadikan kita berperilaku yang baik, jelas ada yang ‘error’ dalam ibadah kita. Beribadah iya,tapi tujuannya tidak tercapai.

Kedua, batang pohon ibadah yang menurut Ibn Qayyim adalah memerintahkan yang baik (amr ma’ruf), mencegah yang munkar (nahi munkar). Buah yang baik, tentu dihasilkan dari pohon yang batangnya baik, kuat, dan kokoh. Sebaliknya, pohon yang batangnya rusak, rapuh, atau mungkin busuk, haqqu ‘l-yaqin tidak akan menghasilkan buah yang baik. Karenanya, pastikan setiap hari bahkan setiap saat, prinsip amr ma’ruf nahi munkar menjadi ‘filsafat’ hidup beribadah kita. 

Dengan beribadah, hendaknya semakin jelas mana yang baik dan mana yang buruk; terhadap yang baik kita keraskan diri kita untuk melakukannya, sementara yang buruk, kita keraskan juga diri kita untuk mencegah diri melakukannya. Inilah salah satu makna dari (ajaran) doa Rasulullah, ‘Ya Allah, perlihatkanlah kami yang benar adalah benar dan karuniakan kami (kemauan untuk) mengikutinya; dan perlihatkanlah kami yang salah adalah salah, dan karuniakan kami (kemauan untuk) menjauhinya’.  Bila ini terjadi, sukses ibadah kita. Sementara jika sebaliknya, yang ma’ruf, baik dan benar malah tercegah, dan yang munkar, buruk, dan salah justru terdukung, maaf, lagi-lagi ada yang ‘error’ dalam ibadah kita. Beribadah iya, tetapi hakikatnya, tidak.

Terakhir yang ketiga, dasar atau akar ibadah. Ibn Qayyim menyebutnya sebagai mencintai Allah (mahabbatu ‘l-Lah). ‘Mencintai’ dalam bahasa Arab adalah muwalat al-mahbub fi hubbi ma yuhibb ma bughdi ma yabghadh. Demikian Imam Ibn Taimiyah, guru Ibn Qayyim. ‘Menjadikan orang yang kita cintai sebagai ikutan, dalam hal yang dia sukai dan dalam hal yang dia benci’. Demikian kurang lebih terjemah definisi ‘cinta’. Hal cinta ini adalah ‘segalanya’. Dia dasar. Dia akar. Sebuah pohon, mustahil batangnya tegar dan kuat, jika akarnya busuk dan rusak . 

Jika begitu, jangan diharap dipanen buah. Karenanya, penting sekali soal cinta ini. Mencintai Allah berarti mengikutiNya; mengikuti apa yang Allah sukai, dan mengikuti apa yang dibenciNya. Dalam kaitan ini, bolehlah kita mengatakan bahwa yang disukaiNya adalah hal-hal yang Dia perintahkan, dan yang dibenciNya adalah hal-hal yang Dia larang. Jika ibadah kita tidak berefek pada kemauan melakukan perintahNya, dan malah mengerjakan laranganNya, maka jelas ada yang keliru dalam ibadah kita. Beribadah kepada Allah iya, tetapi sesungguhnya tidak didasari cinta kepadaNya.

Demikian pohon ibadah. Semoga kita terus bisa menyiramnya juga memupuknya. Agar akarnya kuat, batangnya hebat, dan buahnya lebat juga banyak. Agar cinta kita kepada Allah semakin dalam, karena dengan cinta itu, kita akan semakin akrab dengan yang ma’ruf dan anti kepada yang munkar. Ujungnya, mudah-mudahan kita semakin mengenal siapa tuhan kita, Allah SWT.

Wallahu a’lam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun