Ketika "Kalkulator" kebenaran Gottfried Leibniz diterima luas, Industri pun mengkotak-kotakan "SDM" dalam berbagai strata dan fungsi untuk menjalankan rodanya. Sementara "Kalkulator" tersebut ternyata masih dianggap bermasalah oleh para Filosuf yang juga Saintis karena miskin abstraksi dan abai terhadap hubungan antar pernyataan metafisis. Kritikan itu menemukan jawabannya saat Imre Lakatos memodifikasi falsifikasi-nya Karl Popper; Perasaan, ide, perilaku adalah obyek metafisis yang tak bisa dikuantifikasi namun relasi dan polanya adalah kuantita matematis. Pada titik ini AI lahir, seiring lahir & berkembangnya sistem komputasi dan berbarengan dengan era Internet sampai dengan IoT.
Meliterasi Big Data kemudian menumerasikan probabilitas "data" lantas mengintegrasikan semua "peluang" terbaik yang ada dalam waktu sesingkatnya, ini salah satu fungsi AI. Sadarkah bahwa proses itu menghilangkan banyak usaha manusia. Membuat ringkas bentuk organisasi namun menghasilkan lompatan produktivitas yang lebih tinggi. Upah "besi" ala Marxisme menjadi kenangan belaka begitu pula Liberalisasi perburuhan akan mengalami kemunduran, kata Peter Thiel; "if we say that crypto is libertarian, why can't we say that AI is communist, and at least have the sort of alternate account of scale?".
Paradima Sains cenderung reduksionis, mengakibatkan "cara berfikir" Sains lebih melihat suatu obyek lebih kepada komponen obyeknya sendiri secara spesifik. Sementara Alam dan Manusia, secara fitrahnya terbangun dari banyak variabel obyek empiris dan metafisis yang saling bersinggungan. Maka saat Teknologi AI berkembang, paradigma sains yang spesifik tersebut akan tergantikan oleh Mesin.
Efek kecepatannya perkembangannya lebih dahsyat dari Revolusi Industri, bahkan menyalip budaya TQM ala Lean, Kaizen dan variannya. Ini senja kala Industri padat karya. Berapa banyak proses yang mana didalamnya ada manusia akan menghilang. Saat teknologi Drone Geospatial yang diintegrasikan dengan Instrumentasisasi hitungan Kuantitas “Sumber Daya” dan “produk” kemudian koreksinya diproses dengan AI, lantas data itu kemudian diproses nilai keekonomiannya.
Maka fungsi-fungsi seperti; Surveyor, Drafter, Administrator, Engineer, Akuntan dan Analisis Finansial menjadi satu proses. Lini struktur organisasi pun akan semakin meramping, pemrosesan data semakin cepat. Pertanyaannya, sudahkah kita terbangun atas realita itu?
Mekanisasi proses, instrumentasi kontrol, kuantifikasi kualitas merupakan fungsi AI di ranah Produksi (Hulu). Sementara yang saat ini nampak berkembang pesat adalah AI di ranah hilir; Market Research, Segmentasi Market, Alur Supply Chain. Semua berujung ke "perut" manusia. Saat manusia mayoritas hanya menjadi "konsumen" maka tercipta kelas dalam Industri Demokrasi, "The Bewildered People" begitu Walter Lippmann menyebutnya.
Lantas apa yang tersisa? Satu-satunya yang tak tergantikan adalah “Ide” manusia yang mampu melihat hubungan antar variable obyek secara holistik lalu mengejawantahkan dalam aksi-aksi kritikal yang spesifik secara mendetail dan agile, dengan kata lain di era “VUCA” seiring dengan kemajuan teknologi AI maupun IoT, hanya organisasi yang memiliki kemampuan menciptakan manusia-manusia yang punya kemampuan "Versatilis" yang akan mampu bertahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H