Sudah hampir 8 dekade lamanya, kita merasakan apa itu sebuah kemerdekaan. Sebuah kata yang sangat diperjuangkan oleh para pendiri negara kita dan juga leluhur kita dengan darah dan air mata mereka. Berbagai usaha telah mereka lakukan dengan segala pengorbanan yang telah korbankan. Keluarga, harta, bahkan nyawa mereka. Hingga pada akhirnya, perjuangan mereka tidaklah sia -- sia. Kematian mereka yang menyedihkan, menjadi sebuah bunga yang mekar di taman -- taman bunga di monumen perjuangan. Melanjutkan perjuangan mereka adalah tugas kita semua sebagai penerus bangsa dan negara ini.
Akan tetapi, dengan segala perjuangan yang telah dilakukan oleh para pendiri negara dan juga leluhur kita, belum semua orang merasakan apa nikmat sebuah kemerdekaan itu sendiri. Dengan berbagai harapan yang tersimpan, namun jauh dari kenyataan, negara ini berjalan tertatih meratapi langkah yang pedih melewati serangkaian penderitaan yang tak berarti.
Ketika pendiri negara ini sudah tinggal nama, kini hanyalah penerus nya yang tersisa yang melanjutkan cita -- cita dan membawa beban perjuangan di atas tiap -- tiap pundak mereka. Namun sayangnya, terkadang para penerus perjuangan ini malah menyia -- nyiakan apa yang sudah menjadi harapan dan cita -- cita yang di impikan oleh seluruh penduduk di seantero negeri.
Mereka kini berubah menjadi seorang tiran yang berdiri di atas penderitaan rakyat yang harus menanggung beban yang berat. Banyak yang berusaha berteriak, namun sayang jeritan mereka tidak di dengar bagaikan angin yang berhembus pelan pada hari cerah ketika sedang terduduk tenang di bawah pohon rindang.
Seakan menghindari masalah, ia hanya berkata bahwa ia tidak tahu apa -- apa. Selalu berdalih dengan alasan jangan segalanya menanyakan apapun kepada dirinya. Suatu pengingkaran janji bahwa dia akan menjalankan kapabilitas nya sebagai seorang pemimpin yang mengayomi rakyatnya.
Kemiskinan merajalela, kehidupan serba sulit. Sudah berlangsung sejak dahulu, kini, mungkin hingga nanti.
Sebuah masalah datang ketika seseorang menawarkan diri nya sebagai orang yang dianggap sebagai juru selamat yang justru adalah keberlanjutan dari kegagalan dari penguasa sebelumnya. Para penguasa adalah satu -- satunya majikan yang sangat perhatian dengan lapisan kekejaman di dalamnya.
Kemiskinan adalah kandang yang sesuai bagi hewan peliharaannya itu. Karena dengan begitu, ia akan selalu dianggap sebagai sosok pahlawan yang turun dari langit. Untuk itu, mereka senang sekali memberikan ceramah pembodohan melalui media massa yang entah bagaimana bisa meracuni pikiran mereka.
Kemiskinan adalah ladang yang subur bagi para penguasa untuk bertahta. Dengan hanya memberikan mereka makan layaknya hewan ternak, sudah cukup bagi mereka untuk bisa berkuasa. Hanya orang -- orang yang berotak dangkal sajalah yang mampu menjalani kehidupan seperti ini. Hidup dengan kebodohan dan penuh dengan pembodohan. Tanpa adanya satupun usaha guna memperbaiki hidup mereka untuk menjadi lebih baik guna membuka wawasan mereka akan dunia yang luas ini.
Banyak dari mereka yang memilih makan ketimbang mendapatkan pendidikan. Aku tidak mengerti dengan pemikiran otak udang mereka yang mengatakan bahwa kami memerlukan makan guna menunjang waktu belajar kami agar kami tidak merasa kelaparan.
Mungkin menurut sebagian orang, berpikir politis atau memahami sedikit tentang ilmu politik bukanlah hal yang sangat penting. Toh, kita harus tetap bekerja guna menunjang kehidupan kita. Sebetulnya pernyataan itu sangatlah salah, karena pemimpin itu sendiri menyangkut akan kehidupan kita dalam bermasyarakat dan bernegara.
Sama seperti orang yang berkeinginan untuk bisa mendapatkan makanan gratis dengan cara menikmati kemiskinan mereka. Seakan mereka tidak tahu bahwa mereka sesungguhnya sudah di tipu dengan apa yang mereka harapkan sendiri. Tidak mengherankan bahwa tingkat kecerdasan warga dari negeri ini tidaklah lebih dari kecerdasan seekor simpanse yang sering kita lihat di kebun binatang.
Mereka diberikan makan, agar mereka selalu berada dalam kondisi perut kekenyangan tanpa mengetahui bahwa mereka terjebak dalam lingkaran setan kebodohan dan pembodohan.
Sungguh miris nasib mereka harus digiring layaknya ternak di ladang milik seorang petani yang lahan nya tandus dan tidak menghasilkan apa -- apa selain tanah kosong bekas penebangan hutan yang sisa pohon nya entah menghilang kemana. Sebuah mahakarya yang gagal dari sang peternak yang masih saja menggiring hewan -- hewan ternak nya dengan menggunakan tali sosial media agar mereka selalu mengikuti apa yang diperintahkannya.
Seakan mereka sudah terkekang oleh itu. Oleh karenanya, mereka tidak bisa pergi kemana -- mana. Hanya terbias dengan tontonan yang menyesatkan mereka dan juga tak memiliki manfaat yang berlapiskan kebohongan di dalamnya. Mereka terus dikekang, dicekoki, dan didoktrin guna menelan utuh kebohongan -- kebohongan yang disampaikan. Sebuah langkah pelampiasan agitatif dari seorang pengembala ketika menggembalakan hewan gembala nya.
Berapa banyak hewan gembala yang ia gembalakan di tanah tandus itu? Tak terhitung jumlahnya. Ia hanya berfokus pada satu tujuan, bagaimana ia bisa meyakinkan hewan gembala nya itu untuk bisa memakan rerumputan di tanah miliknya yang tandus dan tak pula menghasilkan apa -- apa. Seperti yang sudah kusebutkan di sebelumnya, mereka terus dicekoki dengan informasi -- informasi palsu yang selalu ia sebarkan guna menutupi fakta bahwa tanah yang ia garap untuk membangun sebuah lumbung pangan dan pertanian yang luas, hanyalah sebuah kegagalan semata.
Berbagai usaha telah dilakukan oleh hewan lain guna menyadarkan mereka yang sudah dibelenggu oleh sang peternak itu. Hewan ternak tersebut berhasil berpikir bahwa apa yang dikatakan oleh sang peternak yang telah membelenggu mereka itu adalah sebuah kebohongan belaka.
Ia berkata kepada teman -- teman nya bahwa selama ini mereka telah ditipu dan dibohongi akan segala keberhasilan yang dibuat oleh sang peternak. Ia sengaja memberikan kita makan gratis guna mematikan cara berpikir mereka agar mereka tidak banyak menuntut dan berbicara.
Namun sayangnya, hewan ternak yang lain tidaklah sependapat dan sepemikiran dengan hewan yang memberikan fakta akan kegagalan sang peternak dalam membangun peternakan dan lumbung padi nya yang gagal. Justru hewan ternak lain menganggap hewan yang berusaha memberikan fakta itu kepada mereka sebagai hewan yang aneh, berisik, dan mengganggu. Kebanyakan dari mereka menjauh dari hewan ternak yang memberikan fakta sembari menggerutu kesal tentang apa yang ia katakan.
Mereka menolak percaya dan lebih tergiur dengan makanan yang selalu disediakan oleh sang peternak kepada mereka. Menurut mereka, mereka kini sudah mendapatkan sebuah jaminan bahwa mereka akan hidup enak. Mereka hanya makan tanpa menggunakan otak mereka untuk berpikir bahwa sang peternak sebetulnya mengambil rumput dari peternak lain yang lebih miskin guna memberikan hewan ternak nya itu rumput yang enak dan bergizi.
Hewan ternak milik sang peternak pun memakannya dengan nikmat. Sementara hewan ternak yang mengatakan sebuah fakta kepada mereka hanya bisa menghela nafas saja. Karena ucapan fakta dan kenyataan yang ia sampaikan kepada mereka hanya dianggap sebagai omong kosong belaka. Toh mereka sudah makan enak, untuk apa mereka lelah -- lelah berpikir jika perut mereka sudah terisi?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H