Mohon tunggu...
Hadi Tanuji
Hadi Tanuji Mohon Tunggu... Dosen - Praktisi Pendidikan, Analis Data, Konsultan Statistik, Pemerhati Hal Remeh Temeh

Aktivitas sehari-hari sebagai dosen statisika, dengan bermain tenis meja sebagai hobi. Olah raga ini membuat saya lebih sabar dalam menghadapi smash, baik dari lawan maupun dari kehidupan. Di sela-sela kesibukan, saya menjadi pemerhati masalah sosial, mencoba melihat ada apa di balik fenomena kehidupan, suka berbagi meski hanya ide ataupun hanya sekedar menjadi pendengar. Sebagai laki-laki sederhana moto hidup pun sederhana, bisa memberi manfaat kepada sesama.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Di Antara Restu dan Cinta

3 Februari 2025   07:26 Diperbarui: 3 Februari 2025   07:26 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sania terkejut. "Kamu serius?"

"Apa yang kita lakukan sekarang lebih berbahaya. Kita terlalu dekat. Kita bisa jatuh ke dalam dosa. Aku takut, Sania. Aku takut Allah murka."

Sania menunduk. Kata-kata Arfan benar. Cinta yang tidak terikat halal akan semakin mudah tergelincir. Tapi...

"Orang tua kita?"

"Mungkin mereka akan marah. Mungkin mereka akan kecewa. Tapi aku yakin, seiring waktu, mereka akan menerima."

Air mata Sania jatuh. Ini bukan keputusan mudah. Tapi ini juga bukan tentang keinginan mereka semata. Ini tentang menjaga kehormatan, tentang menjalani hidup sesuai tuntunan.

"Bismillah," bisik Sania.

***

Hari itu, di sebuah masjid kecil, mereka menikah. Tanpa pesta mewah, tanpa gemerlap dekorasi. Hanya dengan saksi, wali, dan doa-doa yang melangit. Tidak ada senyum dari orang tua. Tidak ada restu yang mengiringi. Tapi mereka percaya, seiring waktu, ridho itu akan datang.

Namun, hari pertama pernikahan mereka tidak semanis yang dibayangkan. Telepon Sania penuh dengan pesan marah dari keluarganya. Ibunya menangis, ayahnya tidak mau bicara. Begitu pula dengan keluarga Arfan.

Hari-hari berikutnya diwarnai air mata. Sania merindukan keluarganya. Arfan merasa bersalah. Tapi mereka saling menguatkan. Saling mengingatkan bahwa niat mereka suci.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun