Mohon tunggu...
Hadi Tanuji
Hadi Tanuji Mohon Tunggu... Dosen - Praktisi Pendidikan, Analis Data, Konsultan Statistik, Pemerhati Hal Remeh Temeh

Aktivitas sehari-hari sebagai dosen statisika, dengan bermain tenis meja sebagai hobi. Olah raga ini membuat saya lebih sabar dalam menghadapi smash, baik dari lawan maupun dari kehidupan. Di sela-sela kesibukan, saya menjadi pemerhati masalah sosial, mencoba melihat ada apa di balik fenomena kehidupan, suka berbagi meski hanya ide ataupun hanya sekedar menjadi pendengar. Sebagai laki-laki sederhana moto hidup pun sederhana, bisa memberi manfaat kepada sesama.

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Membentuk Konsep Diri Anak dengan Nilai Islam: Bekal untuk Generasi Hebat

20 Januari 2025   22:55 Diperbarui: 29 Januari 2025   20:40 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kegiatan olah raga di alam terbuka, membentuk tubuh sehat sambil mensyukuri nikmat (Sumber: Foto Pribadi)

Pengasuhan anak (parenting) adalah salah satu tanggung jawab terbesar yang diemban oleh orang tua. Sayangnya, banyak orang tua yang tanpa sadar melakukan kesalahan dalam mendidik anak, yang kemudian berdampak pada perkembangan psikologis dan emosional anak di masa dewasa. Kesalahan ini tidak selalu berbentuk kekerasan fisik, tetapi bisa berupa pola asuh yang kurang tepat yang meninggalkan dampak mendalam pada konsep diri anak.

Baca juga:  Belajar Menjadi Unbeatable

Berikut adalah beberapa fakta penting terkait kesalahan orang tua dalam parenting yang memengaruhi perkembangan anak:

  • Mengkritik Berlebihan
    Anak yang tumbuh dengan kritikan tajam seperti "Kamu selalu gagal!"; "Masa gitu aja gak bisa!" "Bodoh kamu" dan yang semisal akan  sering kehilangan rasa percaya diri. Akibatnya, mereka cenderung pesimis dan sulit menghadapi tantangan.
  • Membandingkan Anak dengan Orang Lain
    Perkataan seperti "Kenapa kamu tidak seperti kakakmu?" membuat anak merasa tidak cukup baik dan tumbuh dengan rasa rendah diri.
  • Kurangnya Pujian Positif
    Orang tua yang jarang memberikan pujian pada anak, bahkan ketika mereka berhasil, menyebabkan anak merasa usahanya tidak dihargai. Kurangnya pujian positif dapat berdampak signifikan terhadap konsep diri anak karena pujian adalah salah satu bentuk validasi yang membantu anak membangun rasa percaya diri dan penghargaan terhadap dirinya sendiri. Di sisi lain pujian memberikan semangat bagi anak untuk terus mencoba dan belajar hal-hal baru. Ketika pujian tidak hadir, anak mungkin merasa usahanya sia-sia sehingga kehilangan motivasi.
  • Penerapan Disiplin yang Berlebihan
    Orang tua yang terlalu keras menerapkan disiplin, seperti menghukum fisik untuk kesalahan kecil, dapat menciptakan rasa takut yang berlebihan dalam diri anak.
  • Kurang Memberi Kesempatan untuk Mandiri
    Anak yang tidak diberi tanggung jawab atau kesempatan mencoba hal baru tumbuh dengan ketergantungan yang besar pada orang lain.
  • Tidak Konsisten dalam Aturan
    Ketidakkonsistenan orang tua, seperti memberi hukuman atas tindakan tertentu di satu waktu tetapi membiarkannya di waktu lain, membingungkan anak dan membuat mereka kesulitan memahami konsekuensi.
  • Mengabaikan Perasaan Anak
    Mengabaikan perasaan anak sering kali terjadi tanpa disadari oleh orang tua. Respon seperti, "Jangan cengeng," "gitu aja takut," adalah bentuk pengabaian emosional yang membuat anak merasa perasaannya tidak penting atau salah. Meski niatnya mungkin baik, seperti ingin anak menjadi tangguh, pengabaian seperti ini justru berdampak negatif terhadap perkembangan konsep diri anak.  Mengabaikan perasaan anak mengajarkan mereka bahwa emosi tertentu, seperti sedih atau takut, adalah hal buruk yang harus disembunyikan. Akibatnya, anak tumbuh menjadi orang dewasa yang sulit mengenali dan mengelola emosinya.
  • Memberikan Tekanan Berlebih pada Prestasi
    Terlalu menekankan pentingnya nilai atau penghargaan tanpa memperhatikan usaha anak membuat mereka rentan terhadap stres dan merasa bahwa mereka hanya dihargai jika berprestasi.
  • Kurangnya Waktu Berkualitas
    Orang tua yang terlalu sibuk sering kehilangan momen penting dalam kehidupan anak, sehingga anak merasa diabaikan dan kurang dicintai.
  • Memberi Label Negatif
    Pernyataan seperti "Kamu pemalas" atau "Kamu bodoh" secara langsung merusak cara anak memandang dirinya. Label ini sering kali terinternalisasi dan terbawa hingga dewasa.

Kesalahan-kesalahan tersebut, meskipun sering dianggap sepele, memiliki dampak besar terhadap pembentukan konsep diri anak. Anak-anak yang menerima perlakuan ini cenderung merasa kurang percaya diri, pesimis, atau bahkan tumbuh menjadi individu yang kurang mampu mengelola hubungan interpersonal.

Mengingat pentingnya peran orang tua, Islam menawarkan pedoman dalam membentuk konsep diri anak yang kuat dan positif. Dengan menanamkan nilai-nilai aqidah sejak dini, anak dapat tumbuh menjadi individu yang tidak hanya percaya diri tetapi juga memiliki akhlak mulia.

Baca juga:  Saat Ulama Diam, Ketidakadilan Merajalela: Siapa yang Bertanggungjawab?

Konsep Diri dalam Kehidupan Anak
Konsep diri (self-concept atau self-esteem) adalah pandangan seseorang tentang dirinya, baik dari segi pemikiran, perasaan, maupun sikap. Dalam Islam, konsep diri yang baik penting untuk membentuk kepribadian unggul berdasarkan aqidah. Anak-anak yang memiliki konsep diri positif akan tumbuh dengan keyakinan, semangat belajar, dan kemampuan menghadapi tantangan hidup.

Contohnya, jika seorang anak terbiasa dipuji dengan kata-kata seperti "Kamu sholeh" atau "Kamu pintar," mereka cenderung tumbuh dengan rasa percaya diri. Sebaliknya, jika sering menerima kritik seperti "Kamu nakal" atau "Kamu bodoh," mereka mungkin menjadi pesimis dan sulit berkembang.

Konsep Anak Unggul Menurut Islam
Dalam pandangan Islam, anak yang unggul memiliki lima karakter utama:

Baca juga:  Tiga Tipe Orang di Sekitar Kita: Anda Termasuk yang Mana?

1.  Taqwa (Sholeh)
Anak yang bertakwa memahami pentingnya menjalankan perintah Allah, seperti salat, puasa, dan menjaga akhlak. Dia selalu berupaya mencari keridhoan Allah dan menyenangkan hati orang tua. Misalnya, seorang anak diajarkan berdoa sebelum makan dan memahami makna syukur atas nikmat.

2.  Cerdas
Anak yang cerdas memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan sikap pantang menyerah.  Dia senantiasa mau belajar dan mencoba segala sesuatu yang baru,  tidak cepat menyerah saat menemui kesulitan.

3.  Sehat
Sehat mencakup kebiasaan hidup seperti makan makanan halal dan thoyib, menjaga kebersihan, dan berolahraga. Contoh sederhana adalah membiasakan anak mencuci tangan sebelum makan untuk menjaga kesehatan.

4.  Pemimpin
Anak yang memiliki kemampuan memimpin dibentuk melalui pengalaman menjalankan amanah. Contohnya, seorang anak diberikan tanggung jawab sederhana, seperti memimpin doa keluarga, untuk membangun kepercayaan dirinya.

5.  Peduli
Anak yang peduli memahami pentingnya membantu orang lain. Dia juga memeliki kepekaan terhadap permasalahan yang ada di masyarakat. Misalnya, mereka diajarkan menyisihkan sebagian uang jajan untuk berbagi dengan teman yang membutuhkan.

Peran Orang Tua dalam Pembentukan Konsep Diri
Orang tua memiliki peran besar dalam membentuk konsep diri anak melalui pola pengasuhan yang benar seperti memberi pujian positif, menumbuhkan rasa percaya diri, dan memberi kesempatan anak untuk melatih Amanah.

Pertama, memberikan pujian positif. Dalam Islam, Rasulullah SAW memberikan banyak contoh tentang pentingnya memberikan pujian kepada anak-anak. Rasulullah SAW sering memuji para sahabatnya, termasuk anak-anak, untuk mendorong mereka berkembang. Contohnya adalah saat beliau berkata kepada Abdullah bin Umar RA, "Sebaik-baik laki-laki adalah Abdullah, jika ia melaksanakan salat malam." Pujian ini memotivasi Abdullah untuk rutin melaksanakan salat malam.  Pujian seperti "Kamu sholeh" atau "Bagus sekali usahamu!" memiliki dampak besar dalam membentuk pola pikir dan konsep diri positif pada anak. Pada prinsipnya, pujian tidak hanya menghargai hasil tetapi juga usaha. Misalnya, "Kamu sudah berusaha sangat baik, Nak. Terus coba lagi, ya." Dengan begitu, anak merasa dihargai, belajar percaya pada usahanya, dan terdorong untuk terus mencoba.

Jika diterapkan secara konsisten, pujian positif menjadi alat penting untuk membentuk individu yang percaya diri, mandiri, dan optimis terhadap dirinya dan masa depannya.

Kedua, Menumbuhkan Percaya Diri. Rasa percaya diri tumbuh saat anak diberi kepercayaan untuk menjalankan tugas. Misalnya, Rasulullah memberi amanah kepada Usamah bin Zaid RA, meski usianya masih muda, untuk membantu pengobatan dalam jihad.

Ketiga, Memberi Kesempatan Melatih Amanah.  Anak yang diberi kesempatan menjalankan tanggung jawab belajar mengenal arti kepercayaan. Seperti kisah Anas RA yang diminta menjaga rahasia Rasulullah, pengalaman ini membuatnya merasa dihargai dan memiliki arti penting.

Baca juga:   Wong Liyo Ngerti Opo

Pola Pendidikan Sesuai Usia
Pendidikan konsep diri yang efektif harus disesuaikan dengan tahapan usia anak untuk memastikan pendekatan yang sesuai dengan perkembangan mereka. Pada usia dini (0-6 tahun), anak membutuhkan rangsangan yang bersifat permainan dan tanpa tekanan. Masa ini menjadi waktu yang ideal untuk mengenalkan nilai-nilai Islami secara sederhana. Sebagai contoh, anak dapat diajarkan berwudhu dengan bermain air, sambil perlahan-lahan diperkenalkan doa-doa pendek yang menyenangkan dan mudah diingat. Dengan cara ini, anak akan mulai menyerap konsep agama sambil tetap merasa nyaman dan bahagia.

Memasuki usia pra-baligh (7-12 tahun), anak mulai dikenalkan pada tanggung jawab syariat secara bertahap. Latihan yang diberikan sebaiknya menanamkan pemahaman bahwa aturan dalam Islam memiliki tujuan yang baik untuk kehidupan mereka. Misalnya, anak bisa mulai belajar berpuasa secara perlahan, seperti mencoba menahan lapar hingga waktu tertentu. Hal ini dilakukan bukan sebagai paksaan, tetapi sebagai latihan untuk membangun kedisiplinan dan kesadaran diri.

Ketika anak menginjak usia baligh hingga dewasa (13 tahun ke atas), pemahaman mereka terhadap aqidah Islam seharusnya semakin mendalam. Pada tahap ini, mereka tidak hanya belajar tentang Islam sebagai keimanan tetapi juga sebagai pedoman hidup. Mereka mulai mampu membuat keputusan berdasarkan ajaran agama, seperti memilih makanan yang halal dan thoyib atau mempertimbangkan tindakan mereka sesuai dengan nilai syariat. Pendidikan di tahap ini membantu anak untuk memahami pentingnya prinsip Islam dalam memenuhi kebutuhan jasmani maupun naluri mereka, sekaligus menjadikan aqidah sebagai landasan utama dalam berpikir dan bersikap.

Baca juga:  Inspirasi Kajian Jumat Pagi: Mengurai Falsafah Islam dan Kebahagiaan

Contoh Nyata dalam Kehidupan Sehari-Hari
Berbagai langkah sederhana dapat diterapkan oleh orang tua untuk membantu membentuk konsep diri positif pada anak. Salah satunya adalah memberikan pujian yang membangun. Ketika anak melakukan hal baik, seperti membantu menyelesaikan pekerjaan rumah, orang tua bisa mengatakan, "Kamu hebat, Nak, sudah membantu ibu mencuci piring." Pujian semacam ini membuat anak merasa dihargai atas kontribusinya dan memotivasi mereka untuk terus berbuat baik.

Selain itu, memberi anak tanggung jawab melalui tugas ringan juga bermanfaat, misalnya meminta mereka menjaga adiknya selama beberapa menit. Hal ini tidak hanya mengajarkan rasa tanggung jawab tetapi juga membuat anak merasa dipercaya oleh orang tua.

Hal yang tak kalah penting adalah melatih disiplin pada anak. Latihan disiplin dapat membentuk kebiasaan baik. Anak dapat dilatih untuk memiliki jadwal tidur dan bangun yang konsisten setiap hari. Dengan rutinitas ini, anak belajar menghargai waktu dan memahami pentingnya pengaturan diri. Gabungan dari langkah-langkah kecil ini membantu anak merasa mampu, percaya diri, dan memiliki pandangan positif terhadap dirinya sendiri.

Kesimpulan
Membentuk konsep diri anak berbasis aqidah Islam adalah investasi jangka panjang untuk mencetak generasi yang unggul, sehat, dan berakhlak mulia. Dengan pendekatan yang penuh kasih dan keteladanan, orang tua dapat membantu anak-anak tumbuh menjadi individu yang percaya diri, bertanggung jawab, dan siap menghadapi kehidupan dengan optimis.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun