Mohon tunggu...
Hadi Suprapto Rusli
Hadi Suprapto Rusli Mohon Tunggu... -

Profesional, Manager Campaign Indo Barometer dan Pengamat Politik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Prabowo Hatta Tempel Ketat Jokowi-Jk

3 Juli 2014   18:10 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:40 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam tulisan saya sebelumnya yang berjudul Mengapa Jokowi Jk Masih Unggul Dan Bisakah Prabowo-Hatta Menang…???Menyebutkan ada 5 alasan mengapa Jokowi JK masih unggul terhadap Prabowo Hatta.Sampai dengan 28 Mei-4 Juni 2014, yakni saat pengumpulan data lapangan survei ini, Jokowi-JK masih di depan Prabowo-Hatta dengan angka Jokowi-JK 49,9% dan Prabowo-Hatta 36,5%. Selisih keduanya adalah 13,4%.Dari angka tersebut, tampak bahwa pasangan Prabowo-Hatta masih harus bekerja ekstra-keras dalam masa kampanye 4 Juni-5 Juli 2014. Artinya, dalam waktu satu bulan tersisa, pasangan Prabowo-Hatta harus mendapatkan kenaikan sekitar 15% suara agar dapat menang dalam pilpres 2014 ini.

Setelah memasuki masa kampanye resmi sekitar dua minggu, Indo Barometer menyelenggarakan survei nasional berikutnya untuk melihat apakah ada perubahan dinamika dukungan di kalangan pemilih. Dari hasil survei nasional terbaru yang data collecting-nya dilakukan pada 16-22 Juni 2014 tersebut, ditemukan perubahan yang sangat signifikan dalam trend dukungan suara kepada dua pasangan calon. Artinya, sisa waktu yang dimiliki oleh kubu Prabowo Hatta mampu dimaksimalkan dalam masa kampanye. Perubahan ini sangat penting untuk diperhatikan kedua pasangan calon dan timses-nya karena akan menentukan siapa pemenang pilpres 9 Juli 2014.

Mengulang kembali ulasan tulisan saya tentang pertanyaannya, mengapa pasangan Jokowi-JK masih unggul dan sebaliknya, Prabowo-Hatta belum dapat mengejar ketertinggalannya? Di titik-titik mana saja kelebihan dan kekurangan masing-masing kandidat?Jika titik kelebihan dapat dipertahankan dan kekurangan dapat diatasi, maka peta kekuatan pada hari pemilihan bisa berubah. Maka dalam tulisan ini saya akan memberikan perubahan dan dinamika apa saja yang terjadi dalam rentan waktu masa kampanye.


  1. Aspirasi Publik tentang Memilih Capres dan asosiasi masayarakat terhadap Capres.

a)Pada survei sebelum masa kampanye. Untuk capres, “selera” atau aspirasi terbesar pemilih terfokus 4 aspek besar: “dekat dengan rakyat” (27%) dan “tegas” (22,8%). Disusul “sederhana” (7,4%) dan “berwibawa” (4,8%). Untuk karakter dekat dengan rakyat dan sederhana, Jokowi unggul. Untuk karakter tegas dan berwibawa, Prabowo unggul.

b)Pada survey setelah masa kampanye terjadi perubahan asosiasi masyarakat terhadap calon. Hal inimenarik untuk melihat ”isi” kepala masyarakat Indonesia tentang para calon presiden dan wakil presidennya. Pengetahuan tentang hal ini menarik bila dikaitkan dengan iklan-iklan kampanye yang ditayangkan oleh timses masing-masing. Hal-hal yang paling banyak muncul di kepala orang tentang Prabowo adalah sebagai berikut: tegas (27%), dari militer (25,1%), capres (12,4%), orang partai (12,3%), berwibawa (2,8%), gagah (2,2%), dst. Dan hal-hal yang paling banyak muncul di kepala orang tentang Jokowi adalah sebagai berikut: gubernur DKI Jakarta (26,1%), dekat dengan rakyat (19,2%), calon presiden (5,4%), sederhana (5,4%), orang partai (5,1%) jujur (4,3%), walikota Solo (3,3%), dst.

Jika kita melihat persepsi masyarakat ini tentunya merugikan pihak Jokowi JK, dmana asosiasi masyarakat terhadap Jokowi lebih cenderung masyarakat kenal Jokowi adalah Gubernur DKI Jakarta. Ini menjadi PR untuk Tim Sukses Jokowi JK untuk mencari solusinya, salah satu cara yang bisa dilakukan oleh Jokowi JK adalah melakukan sosialisasi yang masif tentang keberhasilan atau prestasi Jokowi menjabat gubernur di DKI Jakarta dan Wali Kota Solo. Jika prestasi ini tidak mampu ditonjolkan oleh Jokowi maka asosiasi masyarakat terhadap Jokowi sebagai gubernur DKI Jakarta bisa berkonotasi negatif.


  1. Pada survey yang pertama, bahwa sebagian besar publik masih kesulitan membedakan program kerja capres-cawapres, namun setelah diselenggarakannya debat masyarakat lebih mudah mengenali program kerja capres dan cawapres. 52.8% pemilih menyatakan menonton atau mendengarkan acara debat capres – cawapres pada 9 Juli 2014. Mereka yang menonton atau mendengarkan menyatakan Prabowo – Hatta lebih baik dalam menyampaikan visi/misi/program kerja, lebih baik cara bicaranya, dan cara berpakaiannya lebih menarik, sedangkan Jokowi – JK dinyatakan lebih kompak dalam menjawab pertanyaan. Dan 53.3% pemilih menyatakan menonton atau mendengarakan acara debat capres pada 15 Juni 2014. Mereka yang menonton atau mendengarkan debat menyatakan Prabowo lebih baik dalam lebih baik cara bicaranya, dan cara berpakaiannya lebih menarik. Sementara Jokowi lebih baik dalam menyampaikan visi/misi/program kerja53.3% pemilih menyatakan menonton atau mendengarakan acara debat capres pada 15 Juni 2014. Mereka yang menonton atau mendengarkan debat menyatakan Prabowo lebih baik dalam lebih baik cara bicaranya, dan cara berpakaiannya lebih menarik. Sementara Jokowi lebih baik dalam menyampaikan visi/misi/program kerja. Jika dirata-ratakan bahwa pemilih yang menonton debat capres, lebih banyak yang memilih Prabowo Subianto. Sedangkan yang tidak menonton memilih Joko Widodo. Jika Jokowi JK tidak mengubah cara komunikasinya makaini tentu merugikan pihak Jokowi JK sendiri. Karena angka masyarakat yang menonton debat berkisar diangka 53% dan sebagian besar condong memilih Prabowo Hatta.
  2. Pada survey pertama Eksposure Capres Kepada Pemilih Masih Sama Kuat. Salah satu sebab yang dapat mengubah peta dukungan/pilihan pada calon adalah sosialisasi calon kepada masyarakat. Baik melalui iklan atau berita di media massa, kampanye di tempat terbuka atau tertutup dan menghubungi pemilih melalui vote getter.Secara umum tampak bahwa sampai dengan awal masa kampanye resmi, kekuatan atau daya jangkau Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK melalui tiga jalur di atas relatif sama kuat. Akibatnya, selisih antara keduanya belum berubah banyak.Yang menarik, daya jangkau media massa melalui iklan/berita kepada media massa, jauh lebih tinggi daripada kampanye di tempat terbuka/tertutup maupun kontak oleh vote getter.

Pada survey kedua terlihat bahwa Salah satu jalur perubahan pilihan politik adalah berbicara masalah politik, partai politik, atau capres dengan orang lain. Tampaknya di kelompok yang sangat sering dan sering membicarakan politik, dukungan pada Prabowo-Hatta lebih kuat ketimbang pada Jokowi-JK. Dan ini menjadi PR untuk tim Jokowi JK untuk lebih giat lagi gerakan-gerakan relawan di lapangan harus bekerja ekstra keras untuk menangkis isu-isu yang diarahkan ke kubu Jokowi JK. Tingkat keseringan pemilih membicarakan mengenai kandidat presiden, sangat sering (2.5%), cukup sering (21.3%) dan jarang (48.5%). Dari distribusi, pemilih yang menyatakan sangat sering dan cukup sering ebih banyak ke pasangan Prabowo – Hatta. Sedangkan yang jarangdan tidak pernah pilihannya ke Jokowi-JK.


  1. Mesin partai politik koalisi Prabowo Hatta bekerja, dibandingkan dengan survei Mei 2014, terjadi peningkatan soliditas pemilih parpol koalisi Prabowo-Hatta. Pemilih PKS misalnya, yang sebelumnya hanya 52,8% ke Prabowo-Hatta, sekarang menjadi 80,6%. Golkar yang tadinya 43,2% menjadi 55,9% dan PAN yang semula 55,6% menjadi 72%.
  2. Isu Agama.

Jika Jokowi JK ingin menang maka titik serang ini harus dijawab, jika tidak mampu maka suara pemilih islam akan tergerus dan berpindah ke kubu Prabowo Hatta yang nota bene mayoritas didukung oleh partai yang berbasis islam. Salah satu benteng pertahanan yang dimiliki Jokowi adalah warga NU.

a)Seperti dibahas dalam survei sebelumnya, salah satu titik serang pada Jokowi adalah soal agama. Dalam survei sebelumnya, pemilih beragama Islam ke Jokowi-JK unggul jauh, yakni 49,9% dibanding 37,4% pada Prabowo-Hatta. Kini dukungan pemilih Islam pada Prabowo-Hatta naik jadi 44,1%. Sementara pada Jokowi-JK turun jadi 44,6%.

b)Situasi yang sama juga terjadi pada kelompok santri. Warga NU mayoritas masih ke Jokowi-JK (54,1%) banding Prabowo-Hatta (38,1%) dan sekarang Jokowi JK 51,3% . Sementara warga Muhammadiyah pada masa survey pertama angkanya beda tipis (Prabowo-Hatta 41,8% vs Jokowi-JK 47,3%). Dan pada survey kedua Prabowo Hatta unggul di warga Muhammadiyah (Prabowo Hatta 50% dan Jokowi JK 40,4%).

Melihat perbandingan hasil survei 28 Mei-4 Juni 2014 (sebelum kampanye) dan 16-22 Juni 2014 (masa kampanye) terlihat pergeseran suara yang signifikan di mana suara Prabowo-Hatta naik sekitar 6% dan suara Jokowi-JK turun sekitar 4%. Selisih suara kedua pasangan terpangkas sekitar 10%, dari sebelumnya 10,5% menjadi 3,4%.

Dengan kondisi itu, jika pada survei sebelum kampanye “lampu kuning” ditujukan pada kubu Prabowo-Hatta, maka dalam survei masa kampanye ini, “lampu kuning” dialamatkan pada kubu Jokowi-JK. Jika dalam survei sebelumnya pasangan Prabowo-Hatta harus bekerja ekstra-keras mengejar ketertinggalan suara, maka dalam survei kali ini pasangan Jokowi-JK yang harus ekstra-keras menahan penurunan dan terus mempertahankan keunggulan.

Dengan hasil survei ini di mana Prabowo-Hatta 42,6% dan Jokowi-JK 46% serta rahasia/belum memutuskan 11,3%, maka sulit untuk memprediksi siapa pasangan yang akan menang dalam pilpres 9 Juli 2014 yang tinggal 6 hari lagi. Akhirnya, berpulang pada rakyat Indonesia jugalah yang akan menentukan siapa pemimpin republik yang mereka anggap tepat untuk lima tahun ke depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun