Di samping runtuhnya sektor ganda putri dan ganda campuran, sektor tunggal putri Tiongkok dipastikan tidak akan membawa pulang medali emas. Li Xuerui kalah di semifinal oleh wakil eropa, Spanyol, Carolina Marin. Sempat terjadi insiden cedera, Xuerui akhirnya harus mengakui keunggulan Marin dan melepaskan kesempatan untuk mempertahankan medali emas yang direbutnya tahun 2012 di London. Â Meskipun di sektor putra Tiongkok masih berhasil menyabet dua medali emas melalui Chen Long dan Fu Haifeng/Zhang Nan.
Runtuhnya dominasi sektor putri negeri Tirai Bambu pada olahraga tepok bulu ini, di satu sisi memang menyedihkan, namun di sisi lain saya merasa gembira karena berarti kekuatan Tiongkok tidak lagi se-superior seperti pada  tahun 2000-an. Dengan gagalnya atlit-atlit putri China membawa pulang medali emas di Olimpiade Rio ini menunjukkan bahwa kekuatan bulutangkis dunia sudah merata ke berbagai negara.
Di samping itu, kekuatan negara-negara lainnya juga harus diwaspadai oleh Indonesia. Viet Nam misalnya, yang kini mulai menggeliat (Sedikit catatan, Tunggal Putri kita Lindaweni kalah atas pemain Viet Nam, Vhu Thi Trang). Atau Taipei yang memiliki Tunggal Putri Tai Tzu Ying. Belum lagi negara-negara Eropa macam Denmark yang kini memiliki kekuatan merata di semua sektor, bahkan baru-baru ini berhasil merebut piala Thomas. Atau inggris yang senantiasa memiliki atlit bulutangkis yang mampu berbicara di level dunia. Selain itu, negara-negara lain macam Ukraina, Estonia, Mauritius, bahkan Cuba, juga harus menjadi perhatian Indonesia karena tidak lagi dapat dipandang sebelah mata.Â
sedikit catatan penting bagi PBSI, kegagalan Tiongkok di Olimpiade Rio ini tentu saja harus dimanfaatkan oleh Pengurus Bulutangkis Indonesia. Kita harus bisa memanfaatkan peluang di tengah-tengah keterpurukan perbulutangkisan Tiongkok. Paling tidak, mental atlit kita harus dimotivasi untuk tidak gentar ketika harus menghadapi atlit Tiongkok. Karena secara teknik dan fisik, Greysia Polii cs tidak kalah dengan permainan Zhao Yunlei cs. Namun di samping itu, PBSI perlu juga mewaspadai kebangkitan negara-negara lainnya yang mulai melirik bulutangkis sebagai olahraga bergengsi.
Saat ini bolehlah kita ber-euforia merayakan keberhasilan dan kemenangan emas Owi/Butet. Namun setelah itu, ada banyak PR yang harus dikerjakan PBSI untuk meningkatkan performa atlit-atlit muda. Pembibitan dari usia muda mutlak menjadi sebuah pilihan yang tidak bisa ditawar lagi. Karena Owi Butet, Greysia Nitya, dan Hendra Ahsan, tidak mungkin selamanya menjadi tumpuan prestasi badminton Indonesia. Sudah saatnya atlit-atlit muda diberikan kesempatan untuk maju dan bersaing di kancah internasional.
Jaya selalu bulutangkis Indonesia!
Salam olahraga (HS).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H